Pain

7.4K 724 29
                                    

"kau tidak ingin menawarkan ku singgah?"

Selesai melepaskan helmnya dan di kembalikan pada si pemilik, Naruto bersedekap dengan Gaara yang masih setia di atas motor besar berwarna hitamnya.

"tidak ada yang menarik, pulang sana! Jangan lupa mengabari daddy, dia pasti mengkhawatirkan mu"

"untuk apa mengabarinya jika anak buahnya setia mengawasi terus-menerus"

Naruto mengangguk mengerti, sudah terbiasa dengan apa yang terjadi semenjak mengenal si surai merah dan mengetahui kehidupan dari pemuda yang hanya hidup berdua bersama ayahnya karna kematian ibunya beberapa tahun silam.

"baiklah, terserahmu saja. Pulanglah, aku ingin tidur saja setelah ini"

Naruto baru saja akan berbalik saat Gaara dengan cepat menahan bahunya dan tersenyum begitu tampan ke arahnya "aku pulang, jaga dirimu" ucapannya berpamitan dengan tangan yang beralih pada wajah Naruto.

"hmm, apa lagi?"

Wajahnya bisa saja terlihat tenang dengan senyum yang masih terukir, dari matanya Naruto dapat dengan jelas melihat kecemasan temannya itu.

"hanya padaku, bergantunglah padaku. Tidak pada Shikamaru dan Kiba ataupun si ketua itu, jangan mempercayai siapapun bahkan jika itu saudaramu sekalipun"

Membawa tangannya ke wajahnya sendiri Naruto menggenggam tangan Gaara yang masih di sana, dengan tulus tersenyum dengan senyum yang tak pernah ia perlihatkan pada siapapun di sekitarnya.

"kau benar, aku tidak harus mempercayai siapapun karna tidak ada orang yang pantas untuk itu. Tidak perlu khawatir, aku terlalu tangguh untuk kembali di sakiti"

Karna bagi Gaara si pirang adalah satu yang paling berarti setelah ayahnya, maka siapapun yang berani menyakiti Naruto akan mendapat balasan duakali lebih sakit darinya.

"masuklah, aku akan pergi setelah melihatmu masuk"

Gaara mengusap pelan surai Naruto yang berhasil membuat Naruto mencibir pelan memasuki rumah.

Niatnya yang ingin segera berbaring di kamar di urungkan, tenggorokannya terasa kering. Naruto memutar langkah menuju dapur paling belakang ingin membuat minumannya sendiri terbiasa akan ajaran dari neneknya yang mengharuskannya mandiri tanpa merepotkan orang lain, walau para pekerja di rumah ada beberapa orang.

"ahh, segarnya"

Dengan tubuh yang di dudukan nya sembarangan di pantri dapur Naruto menghabiskan segelas minuman dingin buatanya saat mendengar suara tawa dari halaman belakang.

"kenapa pula aku harus ke sini dan meyaksikan hal bodoh ini"

Naruto mengutuk dirinya sendiri yang ke halaman belakang karna suara tawa tadi, menyaksikan ibunya tengah asik bersama Haru bermain ayunan yang di sediakan di sana.

"kau sudah pulang, makanlah dulu sayang setelahnya beristirahatlah jika kau lelah" sibuk mengutuk diri sendiri Naruto terkejut menyadari ibunya mengampiri "atau.. kau ingin bergabung?" melihatnya terdiam sang ibu dengan suara yang di buat selembut mungkin mengajaknya begabung.

Naruto menatap wajah cantik ibunya sebentar membuat wanita penuh pengaharapan dan rasa bersalah yang terus menyelimuti itu berbinar.

"tidak"

Pandangannya beralih pada Haruto yang di sana juga tengah menatap ke arahnya, ingatan menyakitkan menghampiri kepalanya membuat Naruto menatap dingin pada Kushina dan memutar tubuhnya menjauh.

"apa sesakit itu luka yang ku torehkan, sayang"

Hatinya mencelos mendapati sikap dingin sang anak, Kushina meratap dalam hati.

Just,Stop!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang