01. Regret Left Behind

7.3K 640 84
                                    

Note :
Sebelumnya part pertama dari extra chapter ini udh di pernah di publish, jadi mungkin banyak yg udh baca sebelum di unpublish.
Silahkan di baca lagi, part ini agak beda ya dari yang sebelumnya pernah di publish dan agak panjang.

Happy reading ^^




People made mistake, and they learn. But, sometimes. Chance doesn't come twice. 


7 tahun kemudian..

Banyaknya waktu yang berlalu mampu mengubah berbagai hal, termasuk wajah datarnya yang semakin rupawan.

Bersama dengan statusnya yang memegang jabatan tertinggi di perusahaan yang dulu berada di tangan sang ayah. Murid sekolahan itu kini menjelma menjadi seorang pengusaha muda yang banyak di puja kaum hawa dan di segani para bawahannya. Namun begitu, dari banyak hal yang telah terjadi dalam kurun waktu 7 tahun yang telah berlalu, nyatanya ada satu hal yang tidak dapat berubah.

Penyesalan.

Penyesalan yang amat sangat menyiksa Sasuke, sejak hari dimana ia melihat tubuh si pemuda ceria untuk kali terakhir pada rumah sakit kala itu.

"kosongkan jadwalku untuk satu minggu ke depan" ujar Sasuke dengan wajah yang senantiasa terlihat datar pada sekertarisnya.

"tapi, pak. Minggu depan anda ada-"

"aku tidak peduli, lalu apa gunanya aku mempekerjakan kalian jika semuanya harus aku yang menghandlenya?!"

"pak.."

"kau tau, aku tidak suka di bantah" sergah Sasuke dengan dingin "aku akan berangkat ke London untuk tiga hari dari sekarang, jangan menghubungiku sebelum aku yang menghubungimu terlebih dahulu"

Melewati sekertaris yang membungkuk hormat padanya, Sasuke berlalu menjauh dari ruang kantornya yang besar.

Setelah kepergian pemuda dengan senyum sehangat mentari yang entah masih hidup atau tidak itu, semua terasa berat bagi mereka yang di tinggalkan.

"hei, bagaimana kabarmu?"

"seperti yang kau lihat" mendudukan dirinya Sasuke mengecap secangkir kopi yang telah di pesankan untuknya "bagaimana denganmu?"

"merindukan saudaraku" Sasuke menampilkan senyum palsunya mendengar itu "apa aku salah jika menganggapnya masih hidup?"

"aku pun, dan aku yakin akan hal itu. Paling tidak, itu membuatku bertahan pada kewarasanku-"

Seberapa keras usahanya untuk menemukan satu kabarpun dari Naruto, nyatanya semuanya terasa sia-sia.

Pernyataan yang mengatakan Naruto kritis tak bisa tertolong dan mungkin saja bisa kehilangan nyawa malam itu, adalah kabar yang mereka terima untuk terakhir kali, bagi Sasuke serta keluarga Namikaze. Dokter yang menanganinya pun enggan bersuara kecuali pada Tsunade.

"-aku merindukannya Haru.. dan menyesal"

Di suatu kesempatan Sasuke terkadang berandai-andai , kata seandainya yang sering terucap. Seandainya seperti itu, seandainya tak begitu.

"kau tau, aku tidak berhak untuk memintamu berhenti merasa bersalah padanya. Saat aku sendiri pun merasakan penyesalan yang sama besar sebagai saudaranya. Tujuh tahun tanpa kepastian, bahkan walau denganku tak menunjukan rasa marahnya, Grandma baru dua tahun lalu kembali berbicara pada ayah dan ibu"

"di akhir akulah yang menjadi penyebab, semuanya tau itu"

"dan yang membuat Naru seperti itu adalah aku"

Sulung Namikaze yang tumbuh semakin menawan menundukan pandangannya, rasa bersalah yang sama menggerogoti dirinya.

"baiklah, mari hentikan pembicaraan ini. Bagaimana keadaan paman dan bibi?"

Haruto menampilkan senyum yang terlihat baik "mereka baik, dan akhir minggu nanti Grandma meminta kami untuk ke London. Sepertinya hal baik sedang terjadi"

"kebetulan yang sama, aku akan ke London juga untuk pernikahan seniorku di universitas"

Semuanya histeris, termasuk Tsunade sendiri serta Haruto dan keluarganya. Bahkan Sasuke, yang sampai saat ini di liputi rasa bersalah dan kehilangan, terkecuali pemuda berambut merah yang hilang seakan di telan bumi.

"bersenang-senanglah Sas, walau hanya untuk sesaat"

"you too, Haru"

Tak ada yang tau apakah Naruto saat itu mampu bertahan dan masih hidup sampai sekarang atau bahkan dia sudah tidak ingin lagi kembali dan memilih menyerah, tak ada yang tau. Karna entah bagaimana cara wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Khusina itu menyembunyi keberadaan dan status Naruto kala hari berganti, tanpa satu orangpun yang mengetahuinya.

"hei.. apa kabarmu hn? Kau baik, apa kau bahagia sekarang? Dimanapun kau berada,  di langit sana atau bahkan di belahan bumi manapun, aku merindukanmu"

Setelah waktu makan siang, Sasuke berakhir di tepi perbatasan pantai dimana ia pernah membawa si pemuda manis yang di sakitinya dahulu.

"tidak ada yang membaik setelah kau pergi, kau salah jika berpikir kami baik. Semuanya berubah dan hancur. Paman, bibi juga Haru, aku.. kami bersalah, tidak ada yang berjalan dengan baik setelah kau tinggalkan"

Ingatannya kembali berjalan di masa ketika si pemilik senyum sehangat matahari itu pergi, tangis airmata, penyesalan yang selalu membayangi, kesedihan yang tak berujung.

"apa yang harus ku lakukan, Naru.. ini masih sangat menyakitkan" matanya menerawang jauh ke depan saat matahari mulai terbenam "setidaknya biarkan aku mengucap maaf dan selamat tinggal, balaslah aku dengan pukulan, tidak dengan pergi tanpa kata"

Di penghujung hari, Sasuke di sana. Berdiri pada tempat dimana Naruto pernah tersenyum begitu manis padanya, tempat yang tujuh tahun ini selalu menjadi tempat bagi Sasuke menangisi kebodohannya di masa remaja.

"aku tak tau harus berbuat apa lagi, inilah aku tanpa dirimu"

Di jam yang sama namun di tempat berbeda, terlihat kedua orang sahabat yang kini telah merubah status pertemanan mereka menjadi kekasih itu tengah berpelukan.

“hubungi aku setelah kau tiba oke?”

sang dominan melepaskan pelukannya lebih dulu, menghiraukan ramainya bandara.  Pria dengan image pemalas yang selalu melekat pada dirinya tersebut beberapa kali mencuri sebuah kecupan dari kekasihnya.

“baiklah, baiklah. Aku akan menghubungimu setelah aku sampai, jadi tolong berhenti melakukan hal mesum di depan umum seperti ini, tuan Nara Shikamaru”

“huh, memangnya kapan aku berbuat mesum?” raut wajahnya terlihat tak berdosa “aku hanya mengecup bibir kekasihku, apa salahnya”

Merasa tak akan menang melawan, Kiba hanya bisa menghela sambil mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya “sudah waktunya aku berangkat, baik-baiklah di sini dan segera menyusul. Dia pasti merindukanmu, jangan membuatnya menunggu terlalu lama” sahutannya yang mendapati senyum meyakinkan dari Shikamaru.

“hm, sampaikan maafku padanya yah”

Setelah ucapan perpisahan sementara mereka terucap, tak butuh waktu lama bagi Kiba untuk beranjak dari tempatnya meninggalkan kekasihnya itu.

“bersenang-senanglah!” teriak Shikamaru ketika punggung Kiba sudah semakin menjauh, begitu pria yang menghabiskan banyak waktu bersamanya itu tak lagi terlihat Shikamaru ikut beranjak dari sana “tunggu aku menyusul dan kita akan berkumpul bersama seperti di masa lalu”

-










hey, ada yang nungguin? Maaf yah, beberapa bulan belakangan tuh writer block parah banget >< 

Di chapter ini, aku mau kita semua belajar, kalo iya, kita kadang buat kesalahan. Dan kita bisa belajar dari kesalahan itu, memang benar kalo semua orang pantas untk dapet kesempatan kedua, tapi terkadang kesempatan tidak dtang untuk kali kedua. Jadi? Lakukan yg terbaik sebisa kalian.

Be happy guys ^^

Just,Stop!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang