1

7.9K 193 14
                                    

"Emmmhhh.... Aaaaahhhh terus sayanghhh."

"Oowwhhh shit. Faster, Kin..."

Suara desahan yang setiap hari ia dengar membuatnya jengah. Ia menutup telinga dengan kedua tangannya, kakinya terus saja melangkah melewati kamar besar tersebut.

"Gak punya otak, tiap hari bawa cewek yang beda kerumah. Dikasih berapa tuh perek? Mau-maunya sama dia."

Ia menjatuhkan badannya pada kursi dan meja belajarnya. Membuka buku bersampul biru. Dari arah lain, angin berhembus melewati jendela membuat buku yang sedang ia baca berganti halaman. Lelaki bernama Boby itu berdecak kesal.

"Shit, halaman berapa ya tadi?"

Hembusan angin kembali menyentuh rambutnya yang memanjang, sesekali jatuh menghalangi matanya. Tangannya masih sibuk membolak-balik buku, kedua bola matanya yang pekat kembali bergerak cepat ketika huruf-huruf alfabet tersebut ia baca guna memusatkan konsentrasinya dari desahan diluar sana.

Rumah kembali sunyi dan suara laki-laki tanpa baju membuat jantungnya berhenti.

"Woy, ngapain lo?" Sapa Kinan di ambang pintu.

"Kalo baca itu lampunya di nyalain bego, yang ada minus lo nambah, kacamata lo makin tebel. Jadi orang goblok banget, gitu aja masa gak tau." Boby hampir saja melempar buku tebalnya karena terkejut sedangkan Kinan hanya membalasnya dengan cengiran bodoh.

Boby tak menghiraukan sahabatnya, ia kembali berkutat dengan buku di tangannya.

"Ululu ngambek kayak anak perawan." Ucap Kinan sembari menghisap rokoknya yang semakin memendek.

Kamarnya minim pencahyaan, membuat Boby terus memfokuskan penglihatannya pada lampu kamar yang hanya menerangi meja belajarnya saja. Terdengar kekehan dari ujung sana, Kinan selalu menggodanya setiap malam.

"Besok malam ada acara di kantor bokap, ikut ya? Banyak cewek cantik pasti disana." Kepulan asap dari rokok semakin menyengat kala Kinan mendekat. Kinan duduk di atas meja dengan kaki yang ia biarkan menjuntai, matanya terpejam menikmati setiap hisapan pada rokoknya.

Boby tak langsung menjawabnya, jarinya terus mengetuk meja serupa berpikir namun tak kunjung mendapat jawaban.

"Bokap pasti ikut ya?" Tanya Boby menghentikan jarinya.

Kinan mengangguk tanpa ragu karena memang semua teman ayahnya dan beberpa partner bisnisnya akan hadir dalam acara tersebut. Boby awalnya tak berminat, namun setelah menimang permintaan Kinan akhirnya ia mengiyakan juga. Bukan tanpa sebab pasalnya ini acara kantor yang sudah pasti sangat membosankan, belum lagi jika harus berhadapan dengan ayahnya membuat Boby harus rela menjadi boneka selama berjam-jam.

"Beneran ada yang beningnya nih? Kalo iya gue ikut." Tanya Boby memastikan.

"Iyalah masa gue boong." Kinan kembali mengepulkan asap rokoknya dengan pandangan yang tertumpu pada pintu kamar namun bisa ia lihat dari ekor matanya jika sahabatnya itu mengangguk.

"Gitu dong, masa gara-gara di putusin Anin aja lu lemah. Cemen." Sambung Kinan lagi.

Boby menutup bukunya, konsentrasinya hilang setelah Kinan dengan lancangnya memberi rokok juga beberapa minuman beralkohol kadar ringan.

"Udahan ngewenya?" Boby meraih rokok yang masih baru diatas mejanya lantas mengambilnya untuk ia hisap. Pertanyaannya barusan langsung mendapat respon dari Kinan.

"Udah nyet, gak asik banget baru juga sepuluh menit udah keluar aja."

Boby terbahak mendengarnya, ini bukan kali pertama Kinan mengeluh soal urusan ranjang namun Boby masih saja tak bisa menahan tawanya. Mungkin Boby harus memberinya Viagra untuk teman bangsatnya tersebut.

Paralyzed (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang