Delapan bulan berlalu Kinan masih betah dalam tidurnya, matanya enggan untuk melihat bumi, mimpimu pasti lebih indah dari pada dunia nyata yang dipenuhi luka. Aku mencoba menahan genangan yang tertampung di kelopak mata. Meski perih, sekuat tenaga aku menahannya, bisa saja aku membiarkannya tumpah tapi Kinanku tak suka melihatku menangis. Kinan lebih suka melihatku marah, katanya tak apa aku dimaki asal kamu tak merenung sendiri. Aku tersenyum simpul mengingatnya, Kinan selalu punya cara agar aku selalu jatuh cinta padanya.
Ditengah kegaduhan yang sunyi, aku mengulang peristiwa yang lalu saat kita saling menertawakan kebodohan sendiri. Nyatanya aku memang bodoh Kinan, kamu datang saat aku kesepian. Kamu memberiku alasan untuk berlari sedangkan aku hanya duduk diam menyaksikan Tuhan merenggut nyawamu pelan-pelan.
Bagaimana ini, rinduku padamu semakin besar, terasa nyeri hingga ke sanubari. Hidupku terasa kosong, lama tak terjamah, jauh tak tersentuh. Aku rindu Kinan, rindu saat kami makan dimeja yang sama, aku rindu melihat tingkah anehnya, aku rindu ciumannya aku rindu semua yang ada pada diri Kinan.
Udara sekitar terasa menyesakkan, suara desah napas Kinan dingin seperti tangannya yang sedang ku genggam. Ku edarkan pandangan pada jendela yang basah, diluar langit menangis lagi. Sampai kapan?
Kinan, tiap kali hujan deras, air mataku terjun bebas, tetapi saat bersamamu aku tak pernah khawatir akan kesedihan karena melihatmu saja bahagiaku membuncah. Sekarang ada yang hilang, yaitu partikel gelombang tawamu. Bangun Kinan, apa bidadari dalam mimpimu lebih menarik dari pada aku?
Aku mengusap rambut hitamnya yang legam, mencium kening yang biasa Kinan lakukan padaku, menatap wajah teduhnya tak pernah bosan untukku.
"Sayang, aku pulang dulu. Nanti sore aku kesini lagi bareng Shania, sama mama papa juga. Aku sayang kamu." Ucapku pada Kinan, entah dia mendengar atau tidak aku selalu menyapa, bercerita dan pamit padanya.
Tante Melody datang memelukku, mengucapkan banyak terimakasih sudah mau ikut merawat Kinan. Aku dan beliau sama sedihnya kehilangan orang yang sama-sama kita cinta, raganya ada tapi jiwanya entah dimana.
Bangun, Kinan. Lihat, aku sudah sembuh.
++++
Hubungan Shani dan Boby baik-baik saja, pasti diantara kalian ada yang berdoa agar mereka segera pisah kan?
Boby sudah mengetahui yang sebenarnya, Reyhan menjelaskan semuanya tanpa di kurangi dan dilebihi. Kinan hanya anak SMA waktu itu tidak tau apa yang harus dilakukan, ia tak punya kuasa. Menurut apa yang papihnya bilang adalah pilihan aman meski ketakutannya tak akan hilang dalam semalam.
Permintaan maaf tak semudah yang di ucapkan, bagaimanapun tindakan Devan salah. Boby memaafkan karena Kinan adalah sahabatnya. Begitupun dengan Shani, Devan tidak memperkarakan ke ranah hukum. Ia tidak mau masalahnya semakin panjang, walaupun jauh di lubuk hatinya manusia punya emosi, ia berhak untuk marah dan sedih akan tetapi Devan memilih untuk memaafkan. Sementara Melody, Ibu mana yang rela anaknya menanggung derita. Melody bersikeras menuntut Shani yang telah membuat anaknya tak sadarkan diri hingga detik ini. Namun Veranda mengerti apa yang sedang terjadi, tak semua diselesaikan dengan amarah, tidak semua beres hanya dengan uang, dan tidak semua masalah berakhir dengan tindakan kekerasan.
Setelah melalui banyak hal, akhirnya Melody terpaksa mencabut tuntutannya kepada Shani. Saling menahan ego dan mengakhirinya dengan maaf.
Flashback on.
Semua yang terlibat dalam pertikaian ini ikut hadir termasuk Veranda sebagai saksi atas kecelakaan yang menimpa kekasihnya. Melody dan Devan duduk menatap lurus ke arah Shani yang datang bersama Boby dan juga Reyhan. Sejak Shani datang tatapan Melody tak lagi hangat, mulutnya terkatup dengan wajah penuh amarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paralyzed (END)
Fiksi PenggemarTuhan memberikan sentuhan keajaiban pada sosok gadis bernama Veranda. Dan bagaimana takdir mempermainkan Shania adik dari Veranda yang keduanya mencintai orang yang sama. Lika-liku kehidupan dan hubungan percintaan anak manusia di uji dengan sebuah...