"Kak, apakah kak Boby akan ninggalin aku kalo tau aku nggak hamil?"
Keduanya masih sama-sama terdiam, hingga sebuah tangan melingkar sempurna di perut Shani. Kecupan ringan Boby berikan pada pundak Shani yang terekspos, napas Boby begitu dekat hingga Shani merinding dibuatnya.
"Nggak ada alasan buat aku ninggalin kamu."
Ucapan Boby barusan menandakan bahwa Shani pemilik hati Boby seutuhnya sekarang. Ia tidak perlu takut jika Boby akan kembali pada mantan-mantannya, karena jika di banding kakak beradik itu, Shani bukanlah tandingannya. Siapa yang tidak mengenal Veranda, siapa pula yang tidak akan luluh oleh keseksian Shania bahkan seluruh kampuspun memujanya. Sedangkan dirinya hanya orang biasa tak punya sesuatu untuk di banggakan. Shani hanya ingin hidup dengan Boby apakah itu salah? Apakah keinginannya terlalu muluk-muluk? Sudah lebih dari tujuh purnama, sudah lebih dari sewindu bahkan lebih dari satu dasawarsa Shani menunggu cintanya terbalas. Sekarang semesta bekerja, roda berputar, dan kehidupan berubah, Boby berada di sampingnya membalasnya dengan perasaan yang sama.
Shani tak bisa berkata-kata hanya diam terisak mendengar jawaban dari kekasihnya.
"Makasih, kak Boby." Tangan halusnya ikut mengusap lengan Boby yang masih berada di perutnya.
"Begitu besarkah cintamu untukku?" Batin Boby terenyuh.
"Aku gak pernah larang kak Boby buat nemuin kak Shania atau kak Veranda, aku tau separuh hati kak Boby masih milik mereka. Tapi aku mohon jangan pernah tinggalin aku. Aku gak bisa, kak."
"Hey, kamu ngomong apa sih? Mereka hanya masa lalu aku. Shania sudah bahagia dengan Sakti, begitu juga Veranda, dia udah lama bahagia sama Kinan. Tidak perlu mikirin kebahagian orang lain, cukup pikirkan kebahagian kita."
Boby mengusap air mata Shani yang semakin jatuh menderas. Di bawanya tubuh mungil itu ke dalam pelukannya, jauh dalam lubuk hatinya ia memikirkan perkataan Shani barusan. Shania, satu nama yang lama tidak ia sebut, satu nama yang ia coba kubur dalam kotak memoar, Shania wanita yang membuat hidupnya kacau. Apa kabarnya dia?
++++
Keributan terdengar dari sebuah rumah mewah, suara teriakan terdengar kepenjuru rumah, barang-barang berserakan di lantai. Seisi rumah tidak ada yang berani mendekatinya, penguasa rumah sedang dalam suasana senggol bacok. Sakti baru saja mendapatkan informasi dari ayahnya jika K&K group dan beberapa koleganya menarik sahamnya dari perusahaan yang sebentar lagi akan mengadakan pameran. Semua kontrak dibatalkan, Sakti dan ayahnya kelimpungan. Ia sendiri mulai frustasi, semua makian dari ayahnya ia telan dengan hati yang penuh amarah. Kinan tidak main-main dengan ancamannya.
"Anak kurang ajar, dasar tolol. Itu kenapa aku tidak menyukaimu dalam bekerja. Terlalu banyak menggunakan mulut dari pada otak." Hardik sang ayah.
"Pah, aku..."
"Jangan bicara di depanku, kau anak sialan. Berapa kerugian yang harus ku tanggung? Gara-gara mulutmu itu aku terpaksa menjual perusahaanku. Lebih baik kau mati saja dari pada terus-terusan membuatku susah."
Semua yang keluar dari mulut ayahnya seperti cambuk bagi Sakti, ia tidak menyangka ayahnya lebih memilih perusahaanya di banding nyawa anaknya sendiri.
Dyo meraih ponselnya lantas menghubungi anak sulungnya yang lama tak ia jumpai.
"Hallo, anak papa yang cantik. Kamu pulang ke jakarta secepatnya ya, papa sudah atur keberangkatan kamu. Papa minta tolong buat ngurusin sesuatu."
"Mendadak?" Tanya seseorang di ujung telpon.
"Iya, sayang. Ini gara-gara adik kamu yang tidak becus mengurus perusahaan. Dia sudah bosan hidup sepertinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Paralyzed (END)
FanfictionTuhan memberikan sentuhan keajaiban pada sosok gadis bernama Veranda. Dan bagaimana takdir mempermainkan Shania adik dari Veranda yang keduanya mencintai orang yang sama. Lika-liku kehidupan dan hubungan percintaan anak manusia di uji dengan sebuah...