Flashback On.
Suara angin yang berhembus menjatuhkan daun-daun kering di sekeliling, scraf biru yang menempel pada lehernya bergoyang-goyang kecil tertiup angin. Veranda merapatkan kedua tangannya, dingin disekitar taman terasa menusuk tulang.
"Ve," Suara Boby rendah memanggilnya. Keduanya duduk pada bangku taman yang terasa lengang. Boby menarik jemari Veranda untuk ia genggam, lalu menghembuskan napasnya yang sedari tadi tertahan.
"Ve, di tempat ini kita pertama kali bertemu ya. Ditempat ini pula kamu pernah menangisi dia. Mungkin ini terlalu cepat buat kamu, tapi percayalah perasaan ini aku jaga abadi semenjak mataku melihatmu tersenyum. Aku, aku suka sama kamu. Aku sayang sama kamu, Ve." Boby gugup, ia meremas tangannya yang berkeringat.
Hening, hanya terdengar suara angin yang bergesekan dengan ranting. Veranda menggigit bibir bawahnya, menahan dentuman pada jantungnya yang kian kencang.
"Boby," Veranda menjada ucapannya, memainkan ujung kuku di jari-jarinya yang lentik. "Makasih udah sayang sama aku." Veranda tersenyum menahan sesuatu yang tiba-tiba membuncah dalam hatinya. Sementara Boby ia masih bingung dengan jawaban Veranda yang mengambang antara diterima atau tidak.
"Jadi gimana, Ve. Aku diterima apa nggak?" Ucap Boby mengusap wajahnya yang tiba-tiba terasa panas.
Veranda mengangguk kecil, senyumnya terus mengembang dari bibirnya yang mungil. Rambut panjangnya semakin tak beraturan saat Boby mengusap puncak kepalanya dengan gemas.
"Jadian ya kita." Ucap Boby mencium lengan Veranda yang sedari tadi tak pernah lepas dari genggamannya.
"Boleh manggil sayang dong sekarang?" Bisik Boby menggoda.
"Iiih apaan sih, Boby. Jangan mulai deh." Veranda mencubit pinggang Boby, lantas tertawa melihat kekasihnya yang merintih akibat ulahnya.
"Dasar lemah." Ejek Veranda menjulurkan lidahnya.
"Emang, aku mah lemah kalo kamu gituin."
"Tuh kan mulai lagi." Boby terbahak melihat wajah Veranda dalam mode galak, rasanya ingin melahapnya hidup-hidup.
Setiap ruas bambu tidak semuanya tumbuh lurus, dan setiap keluarga tidak semuanya punya sifat yang sama. Veranda dan Shania jelas berbeda, Veranda yang pendiam dan Shania yang tidak mau diam. Shania lebih percaya diri, ditunjang dengan body yang seksi dan kepintaran diatas rata-rata. Soal materi ia tumbuh dari keluarga yang berkecukupan. Jika ini urusan hati, Shania lebih ahli dari kakaknya, Shania bisa melumpuhkan siapapun dengan sekali kedipan. Boby adalah salah satu korbannya.
Bukankah wanita selalu ingin status yang jelas? Aku ini siapamu? Begitulah Shania menginginkan ikatan yang pasti dengan Boby.
Pria mana yang tidak sulit menentukan pilihan, keduanya sama-sama ia cinta. Boby sekarang dilema, apakah ia siap kehilangan Shania. Bagaimana jika ia rindu dengan cumbuannya. Apakah Veranda bisa membuatnya mendesah dalam setiap sentuhannya?
Boby terus diam memejamkan matanya, buku-buku yang berserakan sudah tidak minat ia baca lagi. Pikiran dan hatinya sedang gundah. Shania memintanya untuk bertemu, apa yang harus ia katakan, bagaimana jika Shania ingin jadi kekasihnya juga? Bagaimana dengan Veranda? Semua pertanyaan muncul di kepalanya.
ESKALA RESTO 19:30
"Boby!" Pekik Shania dengan mata yang berbinar. Pelukan hangat yang selalu shania berikan setiap kali bertemu, membuatnya semakin berat untuk melepaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paralyzed (END)
FanfictionTuhan memberikan sentuhan keajaiban pada sosok gadis bernama Veranda. Dan bagaimana takdir mempermainkan Shania adik dari Veranda yang keduanya mencintai orang yang sama. Lika-liku kehidupan dan hubungan percintaan anak manusia di uji dengan sebuah...