"Om Rey." Panggil Kinan ragu. Keduanya kompak menoleh ke arah suara. Kinan melirik Shania yang sepertinya terlihat baik-baik saja, senyum manisnya terpampang yang bahkan ia sendiripun jarang melihat wanita kejam ini bermanis-manis padanya.
Reyhan berkunjung ke rumah Kinan karena ingin bertemu dengan istri bossnya yang tidak lain adalah ibunda dari Kinan yaitu Melody. Menanyakan perihal tempat yang sekiranya cocok untuk pertunangan anaknya nanti. Maklum saja istrinya telah lama meninggal, ia tidak tau harus bertanya kepada siapa selain kepada Melody yang merupakan tetangga dekatnya sejak dulu dan menurut Reyhan, Melody punya selera yang bagus.
Sejak tanggal pertunangan di tentukan, Boby meminta agar ia sendiri yang mengurus semuanya, namun Reyhan tidak mengizinkan, ia tidak mau fokus Boby terbagi untuk hal-hal semacam ini. Begitu pula dengannya, meskipun ia sendiri tidak punya banyak waktu untuk menyiapkan segala sesuatunya hingga selesai, setidaknya ia berusaha untuk ikut mengatur jalannya pertunangan Boby.
"Kinan, om kira mami kamu di rumah. Om lagi gak ke kantor jadi gak tau kalo ternyata mami kamu lagi di kantor." Reyhan mendekati Kinan, tersenyum hangat dan memeluk Kinan sebentar.
Kinan merasa heran biasanya hanya ada wajah dingin dan datar yang akan ia lihat dari sosok Reyhan. Kali ini wajah itu di hiasi oleh senyum dan rona bahagia.
"Buset manusia es udah mencair." Batin Kinan terkekeh sendiri.
"Iya, om. Tapi bentar lagi mami pulang kok. Kalo ada yang penting di tunggu aja, om. Paling mami lagi dijalan."
"Gak usah, nanti om kesini lagi aja. Om cuma mau nyampein kalo tanggal tujuh bulan besok Boby tunangan sama Shani. Sekalian om mau minta rekomendasi tempat yang bagus sama mami kamu. Tadi juga sempat ngobrol sama temen kamu, katanya di Bali bagus. Nanti om coba cek deh. Makasih ya, Shania. Kalo gitu om pamit dulu, malam aja om kesini sekalian ngobrol sama papi kamu."
Kalimat terakhir membuat Kinan terkejut, berarti Shania sudah tau tentang pertunangan Boby.
"Iya Om, siap. Nanti Kinan bilang mami deh. Kinan anter ke depan, om."
"Gak usah kasian teman kamu. Shania, om pamit ya, main-main kerumah, rumah om deket kok. Lusa Boby pulang kalo mau ketemu."
"I-iya, om. Nanti Shania main."
Reyhan sudah pergi meninggalkan rumah Kinan dan Shania kembali menikmati asrinya halaman belakang rumah Kinan yang di hiasi taman dan juga kolam renang yang luas memanjang. Ia duduk pada kursi taman, melepas sandalnya lalu menginjak rumput hijau yang tumbuh subur. Beberapa tanaman langka ikut menghiasi taman ini. Selain tumbuhan, bunga-bunga indah nanti terawat berjejer rapih, membuat mata Shania enggan berpaling.
Shania memandang langit kelabu, sedetik kemudian ia memajamkan matanya dan menghirup udara sebanyak yang ia bisa lantas menghembuskannya dengan kasar.
Sebelum Kinan mengeluarkan suaranya, ia terlebih dulu menyuruh asisten rumah tangganya untuk membantu Veranda agar segara datang kesini. Setiap sudut rumah ini akan selalu ada penjaga yang memantau. Kinan tidak perlu teriak untuk meminta tolong, semua sigap dengan tugasnya masing-masing.
"U okay?" Tanya Kinan.
Shania tak bergeming, ia masih merasakan dadanya sesak bukan main, udara yang masuk ke paru-paru nya seolah tersumbat. Shania ingin baik-baik saja nyatanya tidak bisa. Mendengar Boby jalan dengan Shani saja membuatnya ingin berteriak memaki, apalagi membayangkan adegan demi adegan yang akan terjadi selanjutnya, Shania hampir gila rasanya.
"Don't worry I'm fine." Jawab Shania memaksakan senyumnya.
"Shan.." Panggil Kinan lagi.
"Gue izin buat minum di bar lo kayaknya deh, aus banget tenggorokan gue." Jawab Shania bangkit dan meninggalkan Kinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paralyzed (END)
FanfictionTuhan memberikan sentuhan keajaiban pada sosok gadis bernama Veranda. Dan bagaimana takdir mempermainkan Shania adik dari Veranda yang keduanya mencintai orang yang sama. Lika-liku kehidupan dan hubungan percintaan anak manusia di uji dengan sebuah...