13

1.6K 116 23
                                    

Berbagai hidangan tersaji di meja makan. Makanan khas rumahan yang sengaja Viona masak dengan tangannya sendiri sore tadi. Malam ini tamu istimewanya akan segera datang. Sebenarnya ini hanya acara makan malam biasa, hanya untuk berkunjung dalam rangka perjanjian bisnis yang telah mereka jalin.

Viona dan Shania sudah kembali membaik, keduanya saling memaafkan atas kesalahannya masing-masing, semua kembali seperti semula dekat dan hangat.

Suara mesin mobil terdengar, Devan dan keluarganya baru saja tiba. Pintu rumah memang sengaja Viona biarkan terbuka untuk menyambut kedatangan tamu kehormatannya.

Derap langkah kaki semakin mendekat, ketukan pada pintu langsung disambut hangat oleh keluarga Edwin dan juga Viona. Terlihat Pak Devan yang menggunakan blazer biru navy dengan kemeja merah maroon tanpa dasi, penampilannya terlihat santai namun tetap formal. Senada dengan suaminya, Melody menggunakan gaun merah yang membuatnya terlihat cantik. Berbeda dengan putra semata wayangnya, Kinan menggunakan Kemeja hitam tanpa kerah.

"Selamat malam pak Edwin dan bu Viona." Suara bariton Devan tegas dan berwibawa. Keduanya saling mengaitkan tangan dengan sebuah pelukan persahabatan yang sering kali dilakukan.

"Selamat malam pak Devan, bu Melody dan..." Edwin menggantungkan ucapannya. Perutnya terasa geli menahan tawa.

"Ehkemm, dan... Anak siapa ini pak Devan? Saya tidak tau kalau selama ini pak Devan punya anak segagah ini." Edwin merangkul bahu Kinan yang lebih tinggi darinya. Kinan tampak biasa diberikan sambutan menyebalkan dari semua rekan kerja papinya.

"Pak Edwin bisa saja, ini anak saya yang baru saya adopsi kemarin." Lepas sudah tawa dari semua manusia yang sedang mengerjainya. Kinan memaklumi saja, sepertinya humor orang tua memang sedikit menakutkan.

"Becanda, Kinan. Silahkan masuk." Edwin mempersilahkan tamu kehormatannya untuk masuk kedalam rumahnya. Sambil mengobrol ringan kedua keluarga itu menuju ruang makan yang sudah di siapkan.

"Bi, Veranda sama Shania tolong di panggil." Viona memberikan perintah kepada asisten rumah tangganya.

"Baik, bu."

"Maaf, tante. Veranda biar Kinan aja yang panggil. Verandanya dimana ya?"

"Veranda di kamarnya, sayang. Maaf tante ngerepotin."

"Gak kok, tan. Kinan panggil Veranda dulu ya." Kaki Kinan semakin menjauh dari ruang dimana kedua orang tuanya berkumpul. Kinan sudah beberapa kali berkunjung, jadi ia sudah hapal dimana letak kamar Veranda berada.

Pintu kamar Veranda terbuka, Kinan mengetuknya beberapa kali sebagai permintaan izin untuk masuk ke kamarnya.

"Ve," Veranda menoleh ke arah suara. Ia sedang duduk di sofa kamarnya. Tangannya menggenggam ponsel yang baru saja ia gunakan, terlihat dari layar handphonenya yang menyala.

"Hey, kapan sampe?" Veranda menyapa sekaligus menyuruh Kinan untuk duduk. Namun Kinan menolak karena kedatangannya kesini untuk menjemput Veranda atas perintah Viona.

"Baru aja, Ve. Aku disuruh mama kamu buat manggil kamu. Makan malam udah siap." Kinan tak mengalihkan pandangannya sedikitpun, malam ini Veranda seperti jelmaan bidadari yang jatuh tepat di hatinya. Rambut panjang Veranda dan juga senyum Veranda, Kinan menyukai semua yang ada diri Veranda.

"Oh, yaudah. Yuk." Suara Veranda seperti melody yang indah. Kinan tak bergeming, matanya hangat menatap Veranda yang begitu cantik malam ini.

"Kinan, hey.. Kinan." Veranda sedikit mengencangkan suaranya. Kinan tersentak, jiwanya kembali ke dunia nyata.

"Eh, iya. Maaf, Ve."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Paralyzed (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang