"mau makan aja antri, mau duduk antri. Harusnya bokap gue punya kampus sendiri, yang kuliahnya gue sendiri. Ribet banget sih." Gerutuan Shania hanya membuat teman-temannya tertawa.
"Iya Shan suruh bokap lu beli nih kampus biar gue bisa bolos terus. Males gue."
"Hmmm gue setuju."
Shania siang ini sedang berada di kantin bersama teman-temannya. Sudah bisa di pastikan yang paling mencolok dan yang paling seksi adalah dirinya. Rambutnya panjang dengan warna sedikit pirang, ditambah bajunya yang sedikit terbuka membuat banyak pasang mata menatapnya.
Hampir lima belas menit menunggu, Shania dan juga kedua temannya baru saja mendapatkan tempat. Untungnya mereka sudah memesan makanan sejak tadi, jadi tinggal menunggu ibu kantin untuk mengantarnya.
"Mmmhhh delizioso..., Akhirnya gue makan juga. Mumpung gue inget nih, gue mau cerita. Lo tau gak, semalam gue ikut bonyok ke acara kantor. Gue kira yang datang bapak-bapak sama ibu-ibu doang, ternyata yang datang cowok-cowok cakep, gila." Shania berbicara sambil membayangkan adegan menyebalkan itu. Dari sekian banyak moment kenapa harus adegan ciuman yang hinggap di kepalanya.
"Shan, woy dih malah senyum-senyum sendiri nih anak. Gila lo ya." Entah kenapa sudut bibirnya tertarik sempurna saat bayangan pria berkacamata itu menciumnya.
"Berisik lo ah." Nama Boby terus mengganggunya, padahal Shania yakin kalo Boby hanya ingin memanas-manasi mantan pacarnya saja.
Bakso yang Shania makan tinggal separuh, namun minumannya sudah habis terlebih dahulu membuat Shania berdecak sebal, "Kenapa sih tiap gue makan, minuman gue bocor terus."
Sendy dan Gaby menatapnya heran, hingga Gaby mengangkat gelas tersebut memastikan jika gelas itu tidak retak ataupun pecah.
"Nggak bocor kok.." Gaby meletakan kembali gelas kosong tersebut.
"Maksud gue, gue kehausan gitu loh. Bego banget lo berdua." Shania terkikik sendiri.
"Elaaah bilang dong kalo aus, pake nyalahin gelas segala lagi." Ucap Sendy menatapnya malas.
Gaby yang sedari tadi diam ternyata memperhatikan laki-laki yang berjalan mendekatinya. "Shan, Vino tuh."
Shania mengikuti arah pandang Gaby tanpa mempedulikan laki-laki itu. Shania kembali melahap baksonya. "Males, udah gue putusin juga tuh cowok. Ngapain sih masih ngejar-ngejar gue."
"Eh, liat dulu dia bawa apa?" Gaby sedikit menjambak rambut Shania agar dia mau menatap lelaki yang sekarang sedang tersenyum ke arahanya.
"Iih apa sih, Gab." Mau tidak mau Shania meluruskan pandangan tepat ke wajah Vino. Keduanya saling beradu tatap, Vino tak berani melangkah lebih dekat melihat tatapan tajam Shania. Vino kembali memutar arah, meninggalkan Shania dengan kedua temannya yang sedang tertawa dengan geli.
"Gils, mata lo ada petirnya apa gimana sih. Di tatap aja langsung takut." Cicit Gaby dengan mulut penuh makanan.
"Ada apinya, Gab." Balas Sendy cepat.
Mereka bertiga kembali makan dengan tenang, namun Gaby terus mengoceh dengan candaannya yang membuat perut mereka terpingkal-pingkal.
"Kocak banget lu Gab. Sumpah." Shania tertawa dengan sisa-sisa tenaganya, tubuhnya lemas karena sejak tadi ia tak berhenti tertawa. Namun baru saja tawanya reda, Sendy kembali mengganggunya.
"Shan, Shan. Liat tuh.." Sendy menunjuk dua orang yang sedang bertengkar.
"Apaan ah, gue dari tadi gak jadi makan gara-gara lo berdua tau gak."
"Shan, nengok dulu sini. Kakak lo digangguin noh." Sendy kembali bersuara.
"Bodo amat! Dia udah gede." Shania tak mempedulikan tatapan kesal dari kedua temannya, ia malah sibuk mengunyah baksonya yang hampir habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paralyzed (END)
FanficTuhan memberikan sentuhan keajaiban pada sosok gadis bernama Veranda. Dan bagaimana takdir mempermainkan Shania adik dari Veranda yang keduanya mencintai orang yang sama. Lika-liku kehidupan dan hubungan percintaan anak manusia di uji dengan sebuah...