Satu

1.6K 112 3
                                    

Malam sudah semakin larut. Sementara langit terlihat mendung.  Angin menerpa setiap inci kulit Leo, membuat nya terasa kedinginan. Leo baru kembali kerumahnya. Dan ia bergegas masuk kedalam rumah.

Pandangan yang berbeda dari biasanya, keadaan rumah menjadi lebih ramai.

Leo nampak bingung saat hampir semua keluarganya berkumpul diruang keluarga. Yang menarik perhatiannya adalah kakeknya. Roman. Ia sudah kembali dari Thailand. Semua pasang mata tertuju pada Leo saat ia berjalan lebih dekat.

"Ini dia yang ditunggu-tunggu" seru Edwin, papa Leo. "Kemari nak" lanjutnya.

Leo mengulas senyum simpul dikedua sudut bibirnya, masih dengan rasa bingung pada benaknya.

"Dari mana aja kamu, baru pulang jam segini?" tanya Lily-mama Leo, saat Leo hendak duduk.

"Aku ada acara makan malam sama guru-guru, Ma" jawab Leo.

"Lily, berhenti tanya-tanya. Leo pasti capek. Buatkan dia minum dulu" kata Roman. Lily menganggukkan kepalanya dan pergi kedapur.

"Kemari cucuku. Duduk disamping kakek" kata Roman sambil menepuk sofa disebelahnya. Leo pun menuruti kakeknya. Leo tau bagaimana Roman menyayangi Leo sebagai cucu tertuanya.

"Wah wah, lihat Edwin. Udah berapa lama papa nggak ketemu cucu papa ini? Udah besar sekali ya tubuhnya. Tinggi dan berotot. Wajahnya tampan, kaya papa waktu muda. Mendiang mamamu pasti setuju dengan ucapan papa kan?" tutur pria tua yang masih terlihat gagah tersebut.

"Betul pa. Dia semakin terlihat seperti pria tulen" sahut Edwin. Sontak Roman menatap tajam pada Edwin.

"Ah Leo. Kakek benar-benar kangen kamu. Sekarang berapa umurmu?" kata Roman mengalihkan topik.

"Bulan lalu, resmi 34 kek" jawab Leo malu-malu.

"Wah udah dewasa ya. Umur yang cukup matang untuk menjalin rumah tangga. Apa sekarang kamu udah punya calon mu, Leo?" tanya Roman. Leo menatap Edwin. Berharap pria paruh baya itu membantu dirinya untuk menjawab pertanyaan sang kakek.

"Oh, apa pertanyaan kakek terlalu berat untuk dijawab? Nggak apa-apa Leo. Santai aja. Kakek cuma bertanya. Meski sebenarnya kakek udah nggak sabar menimang cicit dari keturunanmu" kata Roman dengan santai lalu mengambil cangkir berisi air jahe miliknya.

"Tapi pa, Leo itu..."

"Edwin. Papa udah berkali-kali bilang. Bahwa Leo bisa memiliki keturunan dari dirinya sendiri. Apa kamu masih meragukan keyakinan papa? Kamu juga udah dengar penjelasan Dokter Edward kan?  Bahkan Dokter Zee, anak Dokter Edward pun menjelaskan hal yang sama" tukas Roman.

"Bukan begitu pa. Cuma..."

"Ah Leo, itu dia minuman kamu udah datang... Lily cepat sedikit, cucuku ini pasti udah kehausan" sela Roman membuat Edwin berhenti bicara.

"Ayo Leo. Mama udah buatkan kamu susu jahe kesukaan kamu" kata Lily.

"Terimakasih Ma" kata Leo agak ragu. Roman memang selalu memperlakukan Leo seperti halnya ia adalah seorang pangeran pertama disebuah kerajaan. Tapi, hari ini perasaannya mengatakan ada udang dibalik batu. Lily duduk disebelah Edwin.

"Mas, ikuti saja keinginan Papa" kata Tina. Adik Edwin. Pria paruh baya itu mengangguk lemah.

"Oh iya. Leo. Besok malam. Kakek minta kosongkan jadwalmu. Kakek mau, kamu ikut dengan kakek dan orang tuamu. Kita akan makan malam diluar" kata Roman.

"Hm kebetulan, besok aku memang nggak kemana-mana kok" jawab Leo. Roman tersenyum senang sambil mengelus-elus punggung Leo.

Jodoh Untuk LeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang