Tiga Puluh Tiga

1.3K 80 12
                                    

Leo terbangun saat ia mulai sadar ada yang mengetuk pintu kamar kost nya. "Ya sebentar" Sahut Leo dari dalam kamarnya. Leo merenggangkan otot tubuhnya sebelum bangun. Diliriknya jam dinding yang masih menunjukkan pukul 18:20.

Leo berjalan lalu membuka pintu kamar kostnya. Ia mengucek kedua matanya untuk memastikan bahwa saat ini Arani benar-benar ada dihadapannya. "Masuk Ra" Kata Leo datar lalu berjalan kembali masuk kedalam kamarnya.

"Ada apa?"

"Mau minta anter check up" Kata Arani. Leo mengaktifkan ponselnya dan melihat tanggal yang tertera pada layar ponsel.

"Oh iya jadwal check up. Saya lupa"

"Ha? Lupa?" Gumam Arani.

"Maaf" Sahut Leo datar.

"Padahal biasanya lo yang getol banget nyuruh check up"

"Namanya manusia pasti ada lupa nya"

"Udah mulai nggak peduli sama anaknya ya?" Tanya Arani.

"Udah deh Ra. Jangan mulai lagi. Saya nggak mau ribut"

"Siapa juga yang ngajak ribut"

"Yaudah saya mandi dulu". Arani mengangguk. Saat Leo pergi mandi, Arani membuka lemari Leo dan mengambil pakaian untuk dikenakan Leo nanti.

Entah sejak kapan, Arani berniat ingin berbuat baik pada Leo. Apapun dasar alasannya. Yang pasti, Arani merasa bersalah setelah berpikir panjang saat kemarin merenungi sikapnya terhadap Leo selama ini. Ia mulai sadar bahwa dirinya memang keterlaluan. Dan Arani telah bertemu titik balik hidupnya dalam hubungan pernikahannya dengan Leo.

Sebelum Leo benar-benar pergi karna perceraian mereka, Arani ingin melakukan sesuatu. Meski gengsinya masih tinggi untuk melakukan itu secara terang-terangan, ia masih bisa memberikan perhatian kecil semampunya.

Sekitar 15 menit, Leo selesai mandi dan keluar dengan handuk yang melilit dipinggangnya. Arani terpana melihat Leo. Padahal ini bukan pertama kalinya. Tapi melihat Leo saat ini, membuatnya berdebar. Dan setuju dengan Vita bahwa Leo memang keren.

Arani berdiri sambil membawakan pakaian untuk Leo. Membuat lelaki sekaligus wanita itu bingung.

"Ini bajunya" Kata Arani. Leo mengerutkan alisnya keherahan sambil menerima pakaian yang Arani sediakan.

Tidak hanya sampai disitu. Arani mengambil handuk kecil yang tersampir di samping kamar mandi. Ia lantas mengeringkan rambut Leo yang masih basah dengan handuk tersebut. Meski ia harus jinjit karna tubuhnya yang jauh lebih pendek dari Leo.

Jantung Leo berdebar sangat keras. Namun, pikirannya masih jelas ingat dengan kejadian tempo hari saat Arani bermesraan dengan Nevy. Tanpa ingin tau alasan dibalik sikap Arani, maka itu sebabnya Leo tetap bersikap cuek. Ia tidak ingin terbuai apalagi menaruh harapan dengan sikap Arani yang tiba-tiba baik. Ia khawatir, dibalik kebahagiaan mendadak ini, ada luka yang lebih dalam lagi.

Tanpa Leo sadari, Arani sudah meraba tubuhnya yang basah dan ia keringkan dengan handuk yang sama.

Leo terpaku dengan sikap Arani meski otaknya sudah sadar dengan situasinya. Tapi, otaknyanya tidak dapat mengirim sinyal pada syaraf tubuhnya yang lain untuk bereaksi. Sehingga, ia menerima dengan gamblang sikap Arani yang kini bersimpuh dihadapan Leo. Ia berdiri dengan lututnya dan seketika membuka handuk yang melilit tubuhnya.

Arani terperangah. Matanya melotot saat mendapati penis Leo yang sudah mengacung tepat didepan wajahnya saat handuk terlepas. Meski belum sepenuhnya ereksi, batang penis itu terlihat gagah dengan kantung zakar yang terlihat kencang.

Jodoh Untuk LeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang