Dua Puluh Dua

1K 74 2
                                    

Warna langit kian memerah. Untunglah hari ini hujan tidak turun. Jadi para anggota club basket sekolah bisa latihan untuk sparing besok lusa dengan beberapa sekolah. Meski kemampuan para anggotanya terkenal tak diragukan lagi, Alvin tetap kekeuh agar semua anggota ikut serta latihan dengan giat. Pemuda tampan yang menjadi kekasih Vita tersebut memang terkenal tegas dan dingin. Tak sedikit gadis yang menyukai pemuda bertubuh atletis itu.

Meski sikapnya seolah tak tersentuh, ia tidak akan segan untuk menuntun para juniornya untuk menjadi pemain basket yang hebat. Sudah tiga tahun tetakhir ia menjadi kapten team basketnya. Dan ia sudah berhasil mencetak berbagai penghargaan dari berbagai turnamen.

"Ya oke semuanya kita selesai sampai disini. Jangan lupa istirahat dan jaga stamina kalian. Dan tolong kesadaran kalian kalo gue lagi nggak bisa kapten in kalian pas latihan untuk kedepannya karna gue harus persiapkan diri buat UN. Jelas ya?" Tukas Alvin dengan tegas.

"Siap vin.... Siap kak" Seru para anggotanya.

Alvin mengangguk lalu anggotanya pun bubar. Ia pergi ke tepi lapangan. Dimana seorang gadis sudah menunggunya. Gadis yang sudah ia pacari selama 5 bulan terakhir ini sungguh ia cintai. Bibir Alvin mengulas senyum manis yang ia peruntukkan hanya untuk Vita seiring langkahnya semakib maju.

"Nih minum dulu. Capek banget ya" Ucap Vita sambil memberikan sebotol air mineral yang tidak dingin pada Alvin.

"Terimakasih Ta. Lumayan capek" Kata Alvin lalu duduk disebelah Vita. Gadis itu lantas mengusap keringat yang membasahi dahi Alvin.

"Kamu laper nggak?" Tanya Vita. Alvin mengangguk. "Makan yuk" Sahut Alvin. Vita senyum kegirangan. Alvin tau betul, makan adalah kesukaan Vita. Bukannya risih, Alvin justru sering kali melarang Vita untuk diet. Katanya Vita akan terlihat tua kalau kurus. Selama 5 bulan pacaran, berat badan Vita jadi naik turun. Meski dilarang diet. Gadis itu tetap berusaha menjaga pola makannya diam-diam. Ia sadar betul, pacarnya itu super tampan dengan title kapten basket. Sudah pasti banyak gadis cantik yang suka dengannya. Jadi sevisa mungkin ia menjaga kecantikannya agar Alvin tidak nyeleweng.

Vita dan Alvin bergegas untuk pergi meninggalkan sekolah. Perut mereka sudah tidak sabar untuk diisi. Namun, saat langkahnya belum sampai gerbang sekolah, Tifany dan tiga antek-anteknya menghampiri mereka. Rupanya mereka juga baru selesau latihan ekskul marcing band.

Selain cantik dan terkenal baik, Tifany juga aktif di berbagai ekstrakulikuler. Alih-alih semakin banyak ekskul semakin banyak alasannya untuk tidak ikut pelajaran saar ada lomba ini dan itu.

"Hai Vin, Hai Ta" Sapa Tifany.

"Hai Fanny" Sahut Vita. Sementara Alvin hanya tersenyum sekilas.

"Duh kalian so sweet deh berduaan terus. Enak ya bisa nemenin pacar ekskul. Gue sih mana bisa nemenin Gio. Dia kan sibuk OSIS" Kata Tifany.

"Ya gitu deh" Kata Vita sambil terkekeh.

"Oh ya Ta. Gue liat lo nggak pernah bareng Arani lagi" Kata Tifany.

"Eum iya solalnya dia suka tiba-tiba ngilang gitu. Terus gue juga kab sering sama Alvin. Akhir-akhir ini dia juga suka pulang bareng Nevy"

"Oh Nevy mantannya Jihan?". Vita mengangguk.

"Hm dia berani ya ambil pacar orang" Timpal Maura.

"Kalo itu sih gue kurang tau" Sahut Vita.

"Tapi lo tau nggak sih? Dia itu lebih sering berangkat dan pulang bareng Pak Leo" Kata Tifany.

"Pak Leo?" Ulang Vita. Tifany mengangguk lalu mengulum permennya yang baru ia buka.

"Lo nggak tau? Tapi Arani selalu turun di depan gang sekolah. Pernah sih gue tanya Pak Leo. Katanya cuma kebetulan liat Arani jalan sendirian. Tapu masa iya setiap hari? Bukannya Arani kalo berangkat dan pulang selalu naik angkot ya? Kan sama aja turun didepan gang" Tutur Tifany lalu matanya mengerjap seolah sedang berpikir. Seketika Vita terdiam dan hanyut dalam ucapan Tifany.

"Gue juga kemarin liat dia makan berdua di restoran padang yang deket rumah gue. Yang di Gombol Paya itu lho" Timpal Luna. Vita semakin terdiam. Ia mulai berpikir apa yang sedang disembunyikan sahabatnya itu.

"Apa mereka ada hubungan khusus ya?" Sahut Grace. Vita tercekat mendengarnya. Seketika Alvin langsung meraih tangan Vita.

"Sorry guys. Gue dan Vita mau makan. Udah laper banget" Kata Alvin langsung menarik tangan Vita tanpa ia menjawab Tifany.

Alvin membawa Vita kesebuah restoran saung yang tidak jauh dari sekolahnya. Ia tau selera wanitanya itu adalah makan rumah. Sama dengan dirinya.

Vita masih melamun hingga pesanan datang.

"Sayang? Kamu kok ngelamun?" Tanya Alvin. Vita tak menggubrisnya.

"Vita?" Alvin memegang bahu Vita. Gadis itu terperanjat "i..iya" Sahut Vita.

"Ayo makan dulu. Ngelamunnya nanti aja" Kata Alvin. Vita mengangguk dan mengambil nasi sedikit.

"Vit. Please jangan becanda aku gak suka" Kata Alvin. Vita menaikkan kedua alisnya heran.

"Apa?"

"Aku nggak mau ya kamu makan sedikit. Ini aku peseb basi seakul. Ngapain makan sedikit. Kita cuma berdua. Siapa lagi yang mau ngabisin kalo bukan kita? Aku juga sengaja udah pesen ikan asin perek sama sambel ijo kesukaan kamu tuh" Racau Alvin. Vita terkekeh.

"Gila ya kamu Vin. Baru kali ini aku kenal cowok yang berusaha bikin aku gemuk"

"Anti Mainstream kan? Kalo kamu kurus aku nggak suka. Aku udah pernah bilang kan aku jatuh cinta sama kamu karna kamu makan mie ayam lahap banget pas dikantin. Kaya orang kesurupan. Dan biasanya cewek liat aku tu pasti gengsi ketauan makan begitu. Lah kamu malah nggak. So, i love you what the way you are babe" Tutur Alvin lalu kembali makan.

"Makasih ya Vin"

"Jangan terimakasih. Karna aku juga makannya lahap. Makanan kesukaan kita sama. Jadi aku gak perlu jaga image cuma gara-gara pengen makan banyak. Kamu berhasil buat aku jadi diri sendiri". Vita terdiam. Ia sangat terharu dengan ucapan Alvin yang membuatnya selalu bahagia.

"Oh ya Vin. Aku tuh kepikiran ucapan Tifany"

"Hm tu cewek emang baik. Tapi kadang kebangetan polos. Saking polosnya dia tuh sering kemakan omongan orang lain. Apalagi kalo dia liat hal yang sekiranya mendung asumsi orang lain itu. Begitu aih kata Gio". Vita mengangguk.

"Tapi kayanya aku harus tanya deh"

"Nggak usah sih sayang. Kalo pun ada yang Arani rahasiain. Yaudah itu hak dia. Kita gak bisa paksa orang buat cerita masalah pribadinya. Kamu memang sahabatnya tapi kamu harus tau batas privasi. Ada dinding yang kamu nggak bisa paksa tembus cuma karna kepo. Gimana kalo masalahnya itu nggak bisa kamu bantu? Sama aja bohong kan? Jadi yaudah tunggu dia cerita aja"

"Tapi aku penasaran"

"Kamu tuh sama aja kaya Tifany deh. Nggak usah kepo urusan orang lain. Udah intinya jalanin aja hidup kamu sendiri"

Vita menghela nafas lalu mengangguk dan melanjutkan makannya.

***

Sejak sepulang sekolah Arani dan Leo pulang bersama. Keduanya kembali kerumah degan selamat dan lancar seperti biasa. Arani memutuskan untuk cepat pulang karna tak sabar bertemu anak-anak kucingnya.

Hingga tanpa sadar bahwa ada sebuah mobil yang melaju dibelakangnya, mengikutinya dengan jarak agak jauh. Orang-orang didalamnya berniat sengaja mengikuti mobil Leo yang kini sudah masuk kedalam rumah mereka.

"Kalian nggak ada yang liat Arani turun kan? Kok mereka berdua masuk kerumah ini? Rumah siapa?"

"Nggak. Kita nggak liat dia turun. Mereka berdua bener-bener masuk kedalam rumah itu"

"Setau gue rumah Pak Leo bukan ini"

"Rumah Arani juga bukan. Rumah dia kan kecil. Diperkampungan gitu"

"Apa jangan-jangan Arani beneran main sama om-om ya? Terus ini rumah mamih-mamih an nya gitu. Dan Pak Leo om-om nya"

"Eh bisa jadi begitu"

"Udah jangab bangak omong. Kamera micronya udah di siapin?"

"Udah"

"Sana pasang"

"Dimana?"

"Dimana aja yang penting ngepasin sama gerbang. Dan di tembok gerbangnya ya. Arahin ke pintu rumah. Jangan sampe ketauan"

"Oke"

Jodoh Untuk LeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang