Sembilan

1.3K 79 10
                                    

Sabtu pagi yang dingin. Hujan deras turun sejak semalam, akhirnya sudah berhenti dan meninggalkan udara sejuknya. Leo meringkuk disofa tempatnya tidur selama ini, dengan selimut tebal yang menutupi seluruh bagian tubuhnya.

Perlahan ia terbangun dan membuka selimut saat mendengar Arani yang terus mondar-mandir seolah ia benar-benar sibuk. Samar-samar Leo melihat Arani yang sudah berpakaian rapi dan duduk dimeja rias. Leo berangsur duduk. Beberapa lama ia terdiam sambil mengamati Arani yang sibuk bersolek.

"Kamu mau kemana ra? Pagi-pagi begini udah cantik aja?" tanya Leo akhirnya, sambil melirik jam dinding kamarnya. Arani tak menjawab. Ia hanya menatap Leo dari cermin.

"Mau pergi kemana ra?" ulang Leo. "Nggak usah kepo" jawabnya sarkastik. Leo menggelengkan kepalanya pelan.

"Paling nggak kan saya tau kamu mau kemana. Apa perlu saya antar ra?" kata Leo lembut.

"Saya mau kebogor. Puas?". Leo tersenyum dengan matanya yang masih sayu. Lalu pergi kekamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Tak lama ia kembali lalu berdiri dibelakang Arani yang masih bersolek.

"Kamu pergi bareng siapa aja?" tanya Leo.

"Kenapa kepo banget sih?"

"Saya ini suami kamu dan saya berhak tau"

"Duh mulai lagi deh!!" Arani berdiri dan menghadap Leo. Seketika Arani terdiam sejenak. Sebab jarak mereka sangat dekat. Lebih dekat dari 50 cm. Leo yang bertubuh lebih tinggi berdiri dengan santai sambil menatap Arani. Gadis itu masih menatap Leo. Arani tak pernah memandang mata Leo yang tanpa ditutup kaca matanya sedekat itu. Dengan pantulan sinar matahari, mata coklat terangnya terlihat sangat indah. Alisnya yang tebal menambah kesan tegas pada wajahnya. Dan kumis tipis Leo membuat kesan manis sekaligus gagah. Hal itu membuat jantung Arani berdegup.

"Pergi bareng siapa?" tanya Leo lagi.

"Nevy"

"Terus?"

"Berdua doang. Udah deh kepo banget sih. Nanti malam juga udah pulang" Ujar Arani lalu mendorong dada Leo. Namun, Leo menahan tubuhnya hingga Arani gagal mendorongnya. Gadis itu menatap Leo kembali.

"Pagi-pagi kamu mau pergi berdua sama cowok? Mau pulang sampe malam. Sementara suami kamu dirumah? Nggak ada basa basi siapain sarapan atau kopi gitu?" Tukas Leo.

"Lho? Apa urusannya sama saya pak? Haha jangan bercanda. Sarapan? Jangan berharap yang gak mungkin deh pak"

Leo mendengus. "Kok ngomongnya gitu? Tentu ada. Kamu itu istri saya. Tanggung jawab saya. Nggak pantes Ra kamu begitu. Lagian ada hubungan apa kamu dengan Nevy?"

"Duh pusing deh. Banyak omong!! Cuma temen"

"Saya nggak izinin kamu pergi" Kata Leo tegas.

"Hah? Kenapa? Terserah saya dong mau pergi kemana dan sama siapa. Itu bukan urusan bapak!!"

"Tentu aja itu urusan saya. Karna saya punya hak larang kamu!" Kata Leo. Ia menarik nafas menahan emosinya.

"Saya udah bilang kalo saya nggak pernah anggap pak Leo sebagai suami saya!!" bentak Arani lalu mendorong dada Leo lagi. Kali ini lebih keras. Gadis itu hendak berjalan keluar kamar. Namun, dengan sigap Leo menahan tangannya hingga tubuh Arani kembali keposisi semula. Menghadap Leo.

"Selama ini saya udah berusaha mengikuti semua keinginan kamu. Dengan aturan-aturan yang kamu buat. Saya lakuin Ra, sebab saya mau kamu nyaman menikah dengan saya. Tanpa saya memaksakan kehendak saya. Tapi kamu terlena sampe kamu lupa hak dan kewajiban kita sebagai suami istri. Saya nggak perlu pengakuan publik dari kamu. Tapi saya mohon hargai saya sedikit aja sebagai suami kamu. Saya tau kamu nggak mau begini. Tapi, jangan biarkan rasa benci dihati kamu terhadap saya itu semakin berkembang. Tolong. Hargai saya sebagai suami kamu" tutur Leo dengan lembut. Arani memalingkan wajahnya sambil melipat tangan didada. Ia enggan mendengar celotehan Leo.

Jodoh Untuk LeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang