Dua Puluh Delapan

1.1K 73 28
                                    

Arani menghentikan kegiatan belajarnya saat mendengar suara bel rumahnya berbunyi. Ia menuruni anak tangga untuk melihat siapa yang datang. "Bu siapa yang dateng?" Kata Arani sambil berjalan menuju pintu.

Ia menghampiri Ningsih yang berdiri di ambang pintu gerbang. Wanita paruh baya itu hanya menoleh tanpa berkata apa-apa.

Arani terkesiap saat mendapati Leo yang berdiri didepan rumahnya. "Maaf, malam-malam bertamu" Kata Leo. Arani terdiam. Bertamu katanya? Apa itu artinya Leo sudah menganggap Arani sebagai orang lain? Pikir Arani.

"Saya mau minta izin ambil kemeja saya yang ketinggalan. Besok saya ada rapat dengan pihak yayasan" Lanjut Leo.

"Kalo gitu cepat ambil dan cepat pergi" Tukas Arani. Ningsih tertunduk berpura-pura tidak mendengar. Ia sedikit terkejut melihat sikap Arani terhadap Leo.

"Terimakasih. Boleh saya masuk sekarang?" Tanya Leo. Arani mengangguk lalu berjalan masuk kerumahnya. Ningsih menutup kembali gerbangnya saat Leo sudah berjalan dibelakang Arani.

Tanpa mengulur waktu, Leo langsung bergegas pergi ke kamarnya dan mengambil kemejanya. Setelah itu, Leo langsung kembali menemui Arani dan Ningsih yang duduk di ruang tamu.

Tanpa sadar, Arani menatap Leo dengan seksama saat lelaki itu berdiri dihadapannya. "Ra, saya pulang ya" Kata Leo.

"Pulang kemana?" Tanya Arani. Leo tersenyum tipis sebelum menjawab.

"Ke kost an"

"Oh"

"Den Leo? Kenapa buru-buru? Mbok duduk dulu biar Ibu buatkan minuman" Timpal Ningsih.

"Terimakasih Bu. Saya nggak mau ngerepotin"

"Lho kok ngerepotin? La wong dirumah sendiri kok ngerepotin tho?" Kata Ningsih. Leo terkekeh tipis.

"Nggak usah di tahan Bu. Biarin aja dia pulang. Mungkin udah ditungguin pacar-pacarnya" Tukas Arani sarkastik. Sementara Ningsih tak berani menjawab lagi.

"Saya nggak punya pacar Ra"

"Maling ngaku penjara penuh. Kalo pun iya juga gak apa-apa" Kata Arani sambil memalingkan muka dan melipat tangannya didada. Leo hanya terkekeh sambil menggeleng pelan.

"Yaudah bu saya pulang dulu ya. Titip Arani ya Bu" Kata Leo.

"I..iya Den"

"Emangnya gue bayi dititipin segala. Udah sana tunggu apa lagi? Pergi sana!" Seru Arani lantang. Leo menghela nafas dalam-dalam lalu mengangguk.

Leo lantas bergegas pergi meninggalkan rumahnya.

"Sabar Non. Jangan bentak Den Leo begitu. Nanti Non yang malah stres sendiri, kan kasin dede bayinya Non" Kata Ningsih.

"Setiap kali liat dia itu kesel Bu"

"Ibu ngerti, tapi ndak baik lho bentak-bentak begitu. Maaf Non bukan ibu mau menggurui, tapi Den Leo itu masih suami Non tho? Sebaiknya kalo saran Ibu sih jangan begitu Non, laki-laki itu kalo dia dibentak sama wanita dan diam aja, artinya dia memang lelaki baik karna berani mempertaruhkan harga dirinya diinjak-injak. Tapi, kalo lelaki udah ngelawan, wanita itu juga pasti ndak bisa apa-apa tho. Soale ada tetangga Ibu, yang kasar banget sama suaminya, udah lama di diemin, sekalinya suaminya marah, khilaf malah istrinya itu Non dibikin sekarat." Tutur Ningsih. Arani tak menjawab. Hatinya kembali terasa sedih. Dirinya sendiri tau bahwa ini semua permainan Hima. Tapi, entah kenapa, Arani masih merasa benci dan kesal terhadap Leo.

"Iya Bu, Maaf"

"Ndak usah minta maaf Non. Ibu paham kok perasaan Non" Kata Ningsih sambil mengusap punggung Arani dengan lembut. "Yowes ini dimakan kuenya" Lanjut Ningsih. Arani mengangguk dan mengambil sepotong kue. Ia begitu menikmatinya sampai habis beberapa potong.

Jodoh Untuk LeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang