Empat

1.2K 89 4
                                    

Besok adalah hari pernikahan Leo dan Arani. Segala persiapan sudah selesai dan berjalan lancar. Para keluarga berkumpul diruang keluarga. Sementara Leo memilih untuk tetap dikamarnya. Tak ada yang ia lakukan selain mondar mandir frustasi menghadapi hari esok. Sesekali ia menghisap rokoknya dan menyesap kopi.

Pintu terbuka. Lily masuk kedalam kamar anak semata wayangnya. "Leo sayang?"

"Ya ma"

"Kamu kenapa mondar mandir? Stres ya?"

"Kayanya iya"

"Setiap orang yang mau menikah pasti hatinya nggak tenang nak. Tapi kamu harus berusaha tidak stres. Toh segala persiapan sudah selesai diurus kakek mu"

"Ya ma, tapi aku belum siap jadi seorang suami. Aku takut ma"

"Takut kalo Arani tau hal itu?". Leo mengangguk.

"Tenang aja. Kalaupun tau. Toh kalian udah menjadi suami istri. Kamu tau kan kita nggak ada pilihan. Seharusnya kamu juga bersyukur akhirnya menikah. Dan nggak perlu repot-repot cari istri"

"Nggak tau lah pusing" kata Leo lalu mengacak acak rambutnya.

"Leo" kali ini Edwin datang.

"Bagaimana? Cukup frustasi?". Leo mengangguk.

"Papa ada sedikit tips kalo kamu nggak mau Arani tau soal itu"

"Ha?"

"Saat malam pertama. Matikan lampunya saat kalian melakukan itu. Supaya Arani nggak melihat semuanya dengan jelas"

"Papa ngomong apa sih?"

"Papa serius Leo"

"Ngawur ah. Lagian aku nggak bisa jamin kalo Arani mau lakuin itu sama aku"

"Ya kamu harus pelan-pelan bujuknya. Penis kamu bisa ereksi kan?" tanya Edwin

"Ya bisa lah pa. Nggak inget waktu dirumah sakit? Bahkan Dia bisa mengeluarkan sperma sebanyak itu. Dan saat dia berusia 17 tahun, ukurannya 2 kali lebih besar dari anak remaja pada umumnya" sahut Lily

"Kalian ngomomgin apa sih? Bikin tambah stres aja"

"Ya nggak apa-apa dong Leo. Kamu kan udah dewasa dan besok akan menikah. Jadi sedikit banyaknya harus belajar tentang hal ini" sahut Edwin. Leo hanya menggelengkan kepalanya pasrah.

"Lagian kenapa sih dijodohib segala? Arani tuh jadi jutek sama aku Ma, Pa" Kata Leo lalu duduk ditepi ranjang.

"Dia cuma shock aja, nanti juga terbiasa. Dia juga belun kenal kamu lebih dari sekedar murid terhadap guru. Kalo dia liat sisi kamu yang lain dia pasti akan suka" Kata Lily.

"Sisi lain apanya? Emangnya aku berkepribadian ganda? Ada-ada aja"

"Udah deh. Dari pada stress begitu mending keluar gih, kita ngobrol diluar"

"Nggak, Leo mau tidur"

***

Sudah sejak tadi sore, Arani terus menangis. Saat ini Arani berada dikediaman Edwin. Mengingat ia hanya memiliki Dafa. Sebab, itu Roman ingin Dafa dan Arani persiapkan diri dirumah Edwin.

"Bajingan! Sialan! Gue benci lo Leo! Gue benci lo!" gumam Arani sejak tadi. Ia terus memukuli bantal yang ia tiduri.

Tok tok tok

Arani terdiam lalu mengusap air matanya. "Ini tante Tina. Boleh tante masuk?" tanya Tina.

"Iya boleh tante"

Tina berjalan menghampiri Arani sambil membawa nampan berisi sepiring nasi beserta lauk pauk dan segelas air putih.

"Kamu nangis terus ya? Sampe nggak mau makan?". Arani tak menjawab.

"Kamu yang sabar ya. Tante tau ini berat sih. Tapi, kamu beruntung kalo bisa menikah dengan Leo. Leo itu baik, dewasa dan bertanggung jawab. Dia juga cukup mapan. Tante yakin dia bisa bimbing kamu. Toh kamu bisa tetap lanjut sekolah. Semu biaya Leo yang tanggung kan" Kata Tina.

"Tante ngomong begitu. Karena dia keponakan tante kan?"

"Nggak Arani. Tante ngomong begini karena tante mengenal Leo dengan baik. Meski kami tinggal di kota yang berbeda. Dari dulu tante nggak pernah denger Leo buat ulah. Jarang keluyuran juga. Emang sih keliatannya dia cupu. Tapi kalo kamu udah jadi istrinya kamu pasti bakal liat sendiri Leo seperti apa"tutur Tina. Arani masih diam.

"Sekarang kamu makan dulu ya. Tante taro makanannya dinakas, jangan lupa dimakan". Arani menganggukan kepalanya. Lalu Tina keluar kamar yang ditiduri Arani.

"Terimakasih tante Tina". Tina tak menoleh dan terus berjalan keluar kamar sambil mengacungkan jempulnya.

"Dasar. Semuanya sama aja!" Gumam Arani.

Jodoh Untuk LeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang