Dua Puluh Sembilan

1.1K 73 0
                                    

Hari demi hari telah berganti. Tanpa terasa sudah berlalu lama sejak kepergian Leo dari rumahnya. Ia sangat merindukan wanitanya yang setiap hari mengisi rumah dengan seruan sarkastik lantangnya.

Siang ini Leo merasa bosan setelah setengah hari tidak melakukan apa-apa. Meski sudah berusaha menyibukkan diri, ia tetap merasa bosan dan berdiam diri hanya membuat otaknya terus dipenuhi bayang-bayang Arani. Sudah berbagai macam menu minuman di cafe nya Leo nikmati untuk menemani lamunannya. Tapi rasa bosannya tak kunjung usai. Mau bepergian pun percuma katna tidak ada tujuan.

Ia berdiri lalu keluar dari ruangannya. Mengambil cairan pembersih kaca beserta wiper. Cafe mulai sepi setelah jam istirahat orang-orang yang bekerja diluar sana yang biasa mengisi waktu luangnya di cafe milik Leo.

Lantas ia mulai membersihkan kaca jendela. "Pak, biar saya aja" Kata Ulfa. Salah satu pegawainya.

"Nggak usah. Duduk aja sana. Toh cafe lagi sepi"

"Tapi Pak..."

"Saya lagi bosen. Nggak ada kerjaan" Timpal Leo.

"Serius Pak?". Leo mengangguk. Lalu ia kembali melanjutkan kegiatannya.

"Pak Leo"

"Udah Ulfa saya bilang kan duduk aja. Saya tuh lagi BT" Kata Leo tanpa menoleh. Tak ada jawaban. Tapi, Leo merasakan pundaknya disentuh oleh seseorang, kontan ia menoleh.

Leo terperanjat saat menoleh dan mendapati Arani yang kini berdiri dihadapannya. Seketika jantungnya berdegup sangat kencang. Otaknya seolah tidak berfungsi saking merasa gugup. Ia mengerjapkan matanya,memastikan ini bukanlah mimpi atau halusinasi.

Terlebih lagi, Arani yang berpenampilan sangat anggun saat ini. Ia memakai dress polos warna biru laut selutut dan lengan panjang. Sementara rambutnya dikepang satu dengan hiasan poni didahinya.

"Ehm Ra? Kamu disini?" Kata Leo. Arani mengangguk.

"Lagi sibuk?" Kata Arani.

"Oh ng..nggak. Cuma lagi nggak ada kerjaan aja. Ada apa? Tumben kesini"

"Cuma mau kasih ini. Titipan dari Bu Ningsih" Kata Arani sambil menyodorkan sebuah paper bag berisi kue buatan wanita paruh baya yang kini Arani anggap sebagai ibunya sendiri. "Ini brownies kukus rasa coklat" Lanjut Arani. Bibir Leo mengulas sebuah senyum yang tulus tanpa ia sadari. Leo menerimanya dengan senang hati.

"Kok tau saya disini?"

"Bu Ningsih yang bilang. Gak tau tuh dia tau dari mana"

"Oh gitu. Iyadeh"

"Aku... Eum maksudnya, gue mau langsung pamit sekarang. Cuma mau kasih itu aja" Kata Arani lalu membalikkan tubuhnya hendak beranjak pergi.

"Tunggu" Seru Leo sambil menahan tangan istrinya tersebut. "Ko buru-buru. Ada acara?" Tanya Leo. Arani menggeleng.

"Eum. Kalo boleh. Mau nggak temenin saya makan brownies ini. Sebentar aja" Kata Leo. Arani diam dan menatap Leo datar sebelum ia menatap tangan Leo yang sudah lancang menggenggam lengannya. Leo buru-buru melepaskan tangannya. "Ng..kalo nggak mau nggak apa-apa kok" Kata Leo lagi.

"Bisa"

"Eh serius?". Arani mengangguk. Leo menghela nafas lega. "Kamu mau diruangan saya atau disini aja?"

"Disini aja. Mau duduk disana" Kata Arani sambil menunjuk meja kosong dekat jendela.

"Kamu mau minum apa?"

"Teh tawar anget"

"Itu aja? Saya punya menu ba..."

"Itu aja" Sela Arani. Leo mengangguk lalu bergegas meminta karyawannya membuatkan kopi serta teh tawar hangat milik Arani lalu menyusul perempuan itu untuk duduk bersama.

Jodoh Untuk LeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang