Tiga Puluh Delapan

1.7K 83 9
                                    

Matahari mulai meninggi, kehangatannya menembus setiap celah jendela kamar Leo dan Arani. Kedua insan yang berada diatas ranjang tersebut masih terlelap dalam tidurnya. Arani masih meringkuk dibawah selimut yang diberikan Leo saat tanpa sengaja Arani tertidur setelah lelah karna terlalu kesal dengan Leo.

Waktu sudah menunjukkan pukul 09:20 pagi. Leo terbangun. Tubuhnya masih terasa lelah karna tidur terlalu larut. Meski semalam ia berusaha untuk memejamkan mata, tetap saja ia tidak bisa tidur. Itu semua karna nafsu yang ia tahan semalaman suntuk.

Leo menoleh dan mendapati Arani terbaring dengan tubuh yang menyamping menghadapnya. Hati Leo terasa nyaman. Bibirnya mengulas senyum. Hal bahagia lain yang ia baru rasakan adalah tidur bersama Arani, melihat Arani sat dirinya baru bngun tidur dan membuka mata.

Ia memang terlalu munafik karena menolak ajakan Arani. Tidak bisa dipungkiri bahwa sifat kewanitaannya tetap ada pada dirinya. Seperti halnya Arani, Leo pun memiliki ego dan gengsi yang sewaktu-waktu bisa ia kedepankan.

Leo mengelus lembut rambut hingga pipi Arani dengan jemarinya. Arani tak terbangun karna sentuhannya. Membuat Leo melakukan hal sesuka hatinya. Ia semakin merapatkan tubuhnya hingga akhirnya ia memeluk Arani sambil mengecup kening perempuan itu. Leo menyelinapkan tangannya kedalam selimut dan meraba perut buncit Arani.

Perlahan Leo bergerak menyetarakan wajahnya dengan perut Arani. Lalu dikecupnya perut itu dengan penuh kasih sayang. "Morning anak Papa yang manis. Papa sayang banget sama kamu. Nanti kalo kamu udah lahir dan tumbuh besar, Papa janji akan turutin semua yang kamu mau" Kata Leo pada perut Arani.

Saat Leo masih sibuk mengecup perut Arani, sontak ia terkejut karna tiba-tiba Arani mengelus rambut Leo. Sesaat kemudian, Leo menoleh dan menatap Arani. "Jangan terlalu manjain anak. Sebagai Papanya, kamu harus ajari dia memiliki tujuan hidup. Supaya lebih baik dari orang tuanya. Ajari dia tanggung jawab sama pilihannya"

Leo beringsut duduk lalu menatap Arani yang kini juga duduk. "Itu pasti. Saya mau dia punya tujuan hidup yang jelas dan tanggung jawab dengan pilihannya. Tapi saya akan tetap menuruti yang dia inginkan. Dengan catatan harus tetap memberi ketegasan pada batasan yang akan saya buat nanti. Kamu tau kan? Seberapa penting anak ini buat saya. Kamu tau cara saya berusaha memprotect dia selama ini. Dulu saya gak punya tujuan hidup. Karna... Kelainan saya. Saya gak yakin bisa punya anak dan hidup normal seperti orang lain yang bisa menikah dan membangun keluarga. Tapi sekarang? Disaat saya bisa menikah dan berkesempatan memiliki anak. Gak mungkin saya sia-sia in itu semua. Kalian berdua adalah dua hal penting buat hidup saya" Tutur Leo.

Arani meraih tangan Leo dan menggenggamnya. "Aku janji, gak akan ninggalin kamu. Dan kita akan menjaga anak kita sama-sama. Mendidik dan membesarkan dia. Aku janji akan terus dampingi kamu. Dalam keadaan susah maupun senang. Karna aku sadar. Kamu dan anak kita adalah kebutuhan aku yang sebenarnya" Sahut Arani. Leo tersenyum lalu mengelus pipi Arani.

Arani lantas memeluk Leo dengan erat. "Ma, saya akan bekerja keras. Supaya kamu selalu hidup senang dan berkecukupan. Saya gak akan biarin kamu hidup susah"

"Pa. Namanya manusia. Hidup itu berputar seperti roda. Mau sekeras apapun bekerja. Pasti akan ketemu titik susah supaya kita selalu bersyukur dan bisa menjaga apa yang udah kita capai dan miliki. Jangan terlalu menekan diri buat berusaha. Kesehatan juga penting" Tutur Arani saat melepas pelukannya.

Leo menatap Arani tak percaya. Matany a pun berkaca-kaca.

"Arani. Is that you?" Tanya Leo. Arani tertawa. Ia mengangguk lalu kembali memeluk Leo. Meletakkan kepalanya di dada Leo sambil sesekali mengusel disana. "Seandainya aku sadar dari awal kita nikah. Pasti aku bisa nikmatin tempat ternyaman ini dari awal" Kata Arani.

Jodoh Untuk LeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang