Dua Puluh Enam

1K 72 4
                                    

Leo menatap lekat dirinya sendiri dari pantulan kaca yang ada dihadapannya. Ia melepas kaos nya dan menyusuri setiap luka yang ada ditubuhnya. Baik luka goresan, memar maupun luka lebam. Dengan hati-hati Leo menyentuhnya, dan seketika ia meringis kesakitan.

Sekarang ia sudah mengganti pakaiannya. Dan bergegas memasukkan beberapa barang yang ia perlukan. Seperti pakaian, peralatan kerja dan sebuah foto yang memperlihatkan dirinya dan Arani saat menikah. Foto-foto tersebut hanya Leo simpan dikamarnya. Baik dipajang di dinding ataupun di meja kerjanya. Air mata Leo kembali mengalir. Dada nya terasa sesak.

Ia sama sekali tidak ingin cerai dengan istrinya. Ia ingin menjaga Arani dan kandungannya. Tapi sekarang, dinding yang Arani bangun diantara mereka semakin tebal dan tinggi. Sehingga Leo tidak bisa lagi menyentuhnya barang sedikit. Tapi, disisi lain. Ia harus mengambil keputusan ini meskipun sangat berat. Ia tidak bisa lagi pertahankan pernikahannya. Hatinya benar-benar sakit. Apalagi ketika menahan diri untuk melindungi Arani untuk tidak mengatakan soal hubungannya dengan Nevy. Padahal sejak awal Arani yang berani bermesraan dirumahnya jauh sebelum dirinya dijebak Hima. Tapi, sekarang dirinya lah yng harus mundur. Selama ini pun ia sudah selalu mengalah dan bersabar. Ia sudah melakukan semua yang Arani pinta, ia pun menerima setiap kali Arani berkata dan beesikap kasar. Tapi ini kenyataan yang ia dapat. Ia benar-benar muak.

Leo telah selesai mengemas barang-barangnya. Tidak banyak yang ia bawa. Yang penting ia bawa foto dirinya dan Arani.

Leo keluar dari kamarnya. Dan ia berdiri didepan kamar Arani yang tertutup rapat.

Tok Tok Tok

"Ra. Bisa keluar sebentar?" Kata Leo dengan lembut.

Tak lama Arani keluar dari kamarnya. Matanya sembab dan rambutnya berantakan. Leo tersenyum getir.

"Apa lagi?" Tanya Arani ketus.

"Ra. Saya cuma mau pamit"

"Yaudah pergi tinggal pergi"

"Eum saya mau minta izin buat ngomong sama anak kita" Kata Leo. Arani tak menjawab. "Boleh Ra?" Tanya Leo sekali lagi. Arani mengangguk samar.

Leo berdiri dengan lututnya menyetarakan wajahnya dengan perut Arani.

"Ra? Saya boleh pegang perut kamu? Sekali ini aja". Arani tak menjawab. Dan ia sudah mulai menangis lagi. Setelah itu ia kembali mengangguk. Leo senang bisa mendapat izin memegang perut Arani. Tanpa ragu ia punengusap perut Arani dengan lembut dan hati-hati.

"Sayang. Jagain Mama ya, Nak. Papa pergi dulu. Kamu nggak boleh nakal ya. Kamu harus jadi anak yang kuat. Maafin Papa karna sering bikin Mama kamu sakit. Tapi Papa janji akan tetap jaga kamu meski Papa nggak tinggal disini lagi. sehat terus ya sayang. I love you my baby" Tutur Leo lalu mengecup perut Arani sekilas. Leo mengusap air matanya lalu berdiri dan kembali menatap Arani.

"Saya berharap kebenaran akan segera terbukti sebelum kita benar-benar cerai. Maafin saya selalu buat kamu tertekan selama ini. Dan terima kasih udah mau saya nikahi. Terimakasih udah mau seatap dengan saya. Sekarang silahkan kamu terusin hubungan kamu dengan Nevy. Saya nggak akan ganggu kalian lagi. Saya udah kalah. Dan saya sadar. Semoga kamu selalu bahagia setelah saya pergi ya Ra. Semoga dunia kamu yang dulu kembali cerah setelah saya nggak ada. Saya titip anak kita sampai dia lahir. Setelah itu aaya janji akan kembalikan hidup kamu yang normal. Tanpa suami dan anak. Dan kamu bisa capai semua impian kamu dari harta yang akan saya kasih ke kamu. Yaudah kalo gitu. Saya pamit ya" Tutur Leo panjang lebar.

Leo menuruni anak tangga dan menghampiri Kakek Dafa yang sedang duduk manis di sofa ruang keluarga.

"Kamu udah mau pergi Leo?"

Jodoh Untuk LeoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang