Tigapuluh lima

1.2K 171 8
                                    

"Nanti kalo udah katanya langsung kasih pak Justin, tapi katanya harus Natasha yang nganterin." Ledek Mira sambil nyenggol-nyenggol lengan gue.

"Ah ya kalian ada hubungan kah? Waktu itu gue gak sengaja loh liat kalian nongki di Cafe sebrang kantor." Timpal mas Adi sambil mainin alisnya.

"Yah jadi Natasha udah gak jomblo?" Sahut mas Julio sambil ngisi air dari dispenser.

"Engga sumpah, aku sama pak Justin cuma temenan aja. Kebetulan temennya pak Justin itu mantan aku."

Hah? Mantan? Gila lo?! Nyebut Harry mantan? Jadian aja kayanya belom geblek.

"Waw!" Mira guncang badan gue.

"Serius?!"

"Udah-udah ayo kerja lagi." Kata gue sambil jalan kearah laci yang nyediain  beberapa perlengkapan kantor.

"Udah nih Natasha!" Seru mas Adi sambil naro berkas diatas meja gue.

"Sekalian nitip buat Sekdir bisa gak?" Tanya mas Julio.

"Bisa mas." Jawab gue ngangguk dan berjalan kearah meja gue.

"Emang gak bisa jalan sendiri?" Cibir Mira.

"Yeuh yang dimintain tolong aja gak protes." Cibir mas Julio sambil ketawa.

"Jangan mau disuruh-suruh sama mas Julio Sha."

"Jangan dengerin kata Mira ya Sha."

Gue geleng-geleng ngeliat tingkah mereka berdua, dan gue bersyukur karna bisa kerja selayaknya ngerasain yang namanya dunia kerja, ketemu sama temen kerja yang asik lagi. Duh nikmat bat.

Setelah gue rapihin beberapa berkas yang harus gue anter ke Justin dan juga Sekdir nya. Gak tau sih kenapa harus gue yang nganter, biasanya nyuruh anak yang magang gitu. Bodolah lagian gak berat ini.

"Jangan lupa ya Sha." Kata mas Julio yang fokus sama komputernya sedangkan tangannya sibuk ngetik tanpa ngelihat ke keyboard, emang hebat.

"Ada yang mau nitip lagi?" Tanya gue basa-basi.

"Nda ada!" Kata mas Adi.

"Okedeh."

Dengan santai gue dorong pintu pake badan karna tenaga satu tangan apalagi tangan kiri gue gak kuat buat dorong ini pintu.

Gue jalan menuju lift dimana berjarak sekitar sepuluh meter dari pintu ruangan gue.

Tiba-tiba mata gue tertuju sama bapa-bapa yang jalan sambil telponan dan masuk lift khusus, biasanya lift itu diperuntukan buat orang-orang penting aja. Bukan masalah lift nya, tapi orang itu kaya gak asing, mirip papa? Ntah lah mungkin halusinasi gue aja, papa mana mungkin kerja disini, lagian juga waktu itu yang gue tau papa kerjanya cuma jadi translate pejabat atau orang-orang penting di Bandung.

Gue buang pikiran itu dan lanjut jalan lagi, btw i miss my father a lot.

Setelah masuk lift, gak lama cowok berkacamata hitam ikut masuk  bareng gue. Dia senyum dan mau gak mau gue harus jawab senyumnya dia biar gak di kata sombong. Tangan gue langsung gapai tombol lift dan ternyata barengan sama cowok ini.

"Oh silahkan." Kata cowok ini mundur dan malah ngasih ruang buat gue yang neken tombol tersebut.

"Engga deh mas aja."

"Gausah gapapa." Ya ampun lembut bat suaranya. Gue ngangguk dan neken tombol 8 dimana ruangan Justin berada, sedangkan ruangan bagian gue ada lantai 5. Digedung ini ada 10 lantai, emang gak segede gedung perusahaan si Harry. Cuma lebih enak disini ekek.

Abnormal // H.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang