Bab 5 - Di pending

329 17 1
                                    

Pukul 14:45 Wib, Arga baru saja selesai dari urusan kampus mulai dari Presentasi yang memakan waktu, bermusyawarah mengenai organisasi karena Arga termasuk mahasiswa yang aktif ia mengikuti beberapa organisasi di kampusnya.

Sekarang ia tengah berjalan di koridor kampus yang keadaanya cukup masih terbilang ramai sekarang ia tengah mengobrol dengan Dina teman sekelasnya.

“Ga minggu depan lo enggak akan bolos organisasi lagi kan,”
“Nggaklah kemarin kan gue ada keperluan di sekolah,”
“Oh iya jangan lupa kirimin file yang gue minta,”
“Siap,”
“Ya udah kalau gitu gue balik duluan ya ga,”
“Oh iya titip salam ya,”
“Buat Aisyah?” kata Dina.
“Iya tapi ingat ya jangan sampe lupa,”
“Ok, Mr. A,” ucapnya seraya mengacungkan jempolnya.

Aisyah wanita yang sekarang tengah dikagumi Arga sampai sekarang ia belum punya keberanian untuk mendekati Aisyah karena ia tahu Aisyah wanita yang sangat sekali menjunjung nilai islami di kehidupannya.

***

Motor Yamaha RX100 membelah jalan di atas sana Senja masih bertengger ia belum menenggelamkan diri, jalanan ibu kota cukup macet jika sore hari di karenakan jam pulang kerja. Jadi Arga memutuskan untuk mampir ke warung angkringan yang biasa di singgahi mahasiswa lain sekedar untuk menghabiskan waktu di jam kosong. Disana ia melihat Beni dan Jugul teman sekampusnya yang tengah asyik menghisap sebatang rokok.

“Hai Ga,”
“Hai,”
Mereka bersalaman ala cowok, Arga duduk di samping Beni, “Mba kopinya satu ya,” pintanya..
“Ga gimana pekerjaanmu, murid-muridnya pada bandel ya?”
“Ya begitulah,”
“Eh Ga tapi pasti ada dong Murid cewek yang cantik,” celetuk Juggul

Arga tak menjawab ia memilih menyeruput kopinya.

“Gue yakin murid-murid ceweknya pasti pada naksir sama lo kan Ga?”
“Nggak ada.”
“Ah! nggak mungkin pasti ada dong Ga salah satu atau dua yang naksir sama lo,” ujar Beni.
“Yang terpenting Ga jangan sampe salah satunya lo pacari,” Juggul tertawa renyah.

Obrolan mereka berdua mengingatkan Arga akan muridnya—Keyana. Ia jadi ingat imbalan yang Keyana mau tadi siang, mentraktir Keyana makan bakso.
Arga menegak kopinya sampai habis ia meraih jaketnya tak lupa membayar untuk satu gelas kopi.

“Ga mau kemana?”
“Balik.”

Arga menancapkan gas motornya meninggalkan area halaman warung. Sepanjang perjalanan Arga kebingungan, mengenai imbalan yang Keyana minta. Murid malasnya itu selalu saja berhasil membuat pikirannya jadi semrawut.

***

Bryan masih menyender di saka pintu kamar adiknya—Keyana, ia masih melihat adiknya yang terus memoles wajahnya bagaikan biduan dangdut.

“Key lo mau pergi kemana sih, sama siapa?”
“Manusia,”
“Iya manusia juga punya nama Key,”
“Kepo deh lo kak,”
Keyana menghampiri Bryan menatapnya, “Jadi cowok jangan kepo,” cibirnya.
“Bibir lu abis makan cabe ha? Merah banget,”
“Bawel, sana-sana.”

Brugh...  Keyana menutup pintu kamarnya malas mendengar celotehan Bryan, di balik sana Bryan masih mengoceh namun tak di gubris Keyana.

Sekarang ia menatap wajahnya di cermin, mengenakan dress berwarna tosca ia terlihat sangat cantik, tidak sia-sia ia menonton tutorial make up dua jam lebih dan hasilnya memuaskan.

Tapi, tunggu dulu sekarang sudah menunjukan pukul 19:20 tapi Arga belum juga menghubunginya. Keyana mengecek ponselnya tidak ada pesan masuk ada sih tapi bukan dari Arga.

“Pak Arga? Jadikan malam ini traktir aku makan bakso?

Keyana masih menunggu jawaban tapi sayang tidak ada centang dua ataupun centang berwarna biru sama sekali.

Apa Arga itu mati atau memang dia lupa akan janji?

Sedangkan disebrang sana...
Arga sengaja mematikan ponselnya ia yakin kalau sekarang ia menghidupkan ponselnya kembali pasti muridnya itu—Keyana telah mengirimkan berjibun pesan dan menagih imbalan yang dia minta.

Sekarang Arga lebih memilih merebahkan tubuhnya di kasur seraya memejamkan mata berharap rasa kantuk menghampirinya.

***

Keyana sudah mengrim berpuluh pesan namun tidak satupun balasan, saat ini ia tengah menatap dirinya kembali di cermin, ia menghapus satu-persatu polesan make up nya.

Mungkin Arga sedang lelah bagaimana pun juga kesibukan Arga sangatlah padat, dia pasti butuh istirahat biarlah malam ini di pending acara makan bakso bersamanya, Keyana yakin suatu saat nanti malam minggu itu akan terjadi. Tapi bolehkan ia sekarang jujur, ia ingin menangis karena Arga tidak meresponnya sama sekali. Seharusnya jika ia tidak bisa memberinya imbalan yang Keyana mau setidaknya dia mau membalas pesan darinya.

Keyana menyentuh dadanya, “Jadi ini namanya jatuh cinta? Sedikit sih bahagia, sakit hati sama kecewanya banyak.” ia merebahkan tubuhnya berharap kekecewaanya membaik, ia juga berharap semoga ia berjumpa dengan Arga di dalam mimpi.

Jika malam minggu dengan Arga tidak jadi Keyana minta kepada Tuhan, malam minggu ini di ganti dengan mimpi—malam mingguan berjalan dengan Arga di alam—mimpi saja.

***

Tbc
Jangan lupa tinggalkan Jejak.

My Sweetie Teacher (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang