Bab 7 - Awal Jumpa

305 18 2
                                    

Siapa sangka sampai di rumah kedua orang tuanya telah pulang dari luar negeri--Australia, semua orang di dalam rumah menyambut kepulangannya dari sekolah.

Keyana sangatlah merindukan kedua orang tuanya.

"Key sayang, ah... Mama kangen banget sama kamu," ujar Sheirena--ibunya yang berkali-kali mencium puncak kepalanya yang akhirnya di balas pelukan hangat darinya.

"Key juga kangen sama Mama,"
"Key kamu dapat surat kan dari sekolah, mana Papa ingin lihat," ujar Jimin--ayahnya.

Keyana menelan salivanya bagaimana bisa Papanya tahu mengenai surat itu, Astaga! Keyana lupa Papanya itu salah satu donatur terbesar di sekolahnya pastilah kepala sekolah memberitahukan kejadian tadi siang.

"Key, Papa tahu semuanya, kamu ini nggak pernah berubah bukannya berubah jadi lebih baik justru bertambah!" ujar Jimin seraya berteriak keras.
Keyana meringis, "Maaf Pa,"
"Ada apa sih Pa?" tanya Sheirena.
"Keyana bolos sekolah, Papa dapat kabar dari pihak sekolah," jawabnya.
"Aku enggak bolos Pa tapi telat," ucapnya membela diri.
"Kalau telat ya kamu pulang bukannya malah nongkrong!" nada suara Jimin naik satu oktaf.
"Pa sudahlah Keyana kan baru pulang sekolah," titah Mamanya.
"Kamu tahukan Papa ini salah satu donatur di sekolahan kamu, kamu jangan bikin malu Papa masa anaknya seorang Jimin Alaskah membolos!" ujarnya semakin kesal.

Keyana berlari menaiki tangga malas meladeni Papanya itu, ia lebih memilih mengurung diri, menangis di dalam kamar.

"Keyana! Papa belum selesai bicara!" teriak Jimin keras.

Bryan yang sedari tadi duduk diam di sofa melihat Papanya marah-marah ia sudah tidak tahan, dia menatap Jimin dengan tajam, "Pa! Enggak seharusnya Papa marah-marah sama Key, Papa pergi dan sekarang pulang marah-marah?! Sebaiknya Papa nggak usah pulang sekalian!" ujar Bryan.

"Bryan!" teriak Jimin.

Prang! Bryan sengaja menyenggol vas bunga melampiaskan kemarahannya, ia memilih menyusul Keyana ke kamar, dia tahu adiknya itu tidak seperti apa yang di katakan Papanya.

Bagaimana mungkin Papanya seenak jidatnya berbicara tanpa mendengarkan penjelasan dari Keyana sama sekali, selama ini Papa dan Mamanya selalu sibuk dengan pekerjaan di luar negeri mereka tidak tahu bagaimana perkembangan Keyana di rumah dan di sekolah selama ini yang selalu menghandle Keyana ialah
Bryan bukan kedua orang tuanya.

Di balik pintu, "Key, ini gue buka pintunya," kata Bryan.

Tidak ada respon Keyana lebih memilih diam, mengunci pintu kamar rapat, ia menangis membenamkan wajahnya di balik bantal.

Bryan mengerti adiknya butuh waktu. Keyana kecewa pada perkataan-Jimin barusan, tiga bulan lamanya ia merindukan Papa dan Mamanya tapi ketika waktu itu tiba semuanya tidak seperti apa yang dia harapkan.

***

Arga kini tengah bersama dengan Dina Fajrina, Gilang Anggara dan Sriti Aisyah jujur saja Arga kira pertemuan kali ini hanya dengan Dina dan Gilang nyatanya Aisyah ikut juga, mereka kini sedang berada di kafe membahas tugas dari Dosen dan sekarang seorang Arga di buat nervous di hadapan Aisyah bagaimana tidak ini pertama kalinya ia berhadapan langsung dengan Aisyah.

Disela-sela pembahasan Arga sering melempar senyum kepada Aisyah yang di balas senyum manis  oleh lawannya.

Arga tidak salah mengagumi seorang Aisyah dia benar-benar wanita sempurna berbalutkan gamis dan hijab syar'i, nada bicaranya yang lembut pria mana yang tidak mengaguminya sangatlah berbeda dengan teman wanita lainnya.

"Ehem.. Ga lo di tanya Dina tuh,"
"Hah apa?"
"Fokus dong Ga," sindir Dina
"Iya sori jadi gimana," katanya seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tak terasa gatal.

Kedua temannya tertawa renyah dan kini Aisyah juga tersenyum diiringi tawa kecil.

"Jadi gimana nih Pak guru, di terima enggak nih ide-ide kita bertiga," tanya Gilang
"Apaan sih Lang, Iya ide kalian lumayan bagus juga, sangat bagus  tema anak zaman sekarang," ujarnya.
"Gue yakin Ga, kalau kita kompak kita bisa menangkan presentasi minggu depan." kata Gilang kembali.
"Bukan hanya itu Lang, kita juga pasti dapat nilai A plus dari Pak Dosen," sambung Dina.
"Bagus atau enggaknya nanti yang terpenting kita udah usaha dan memberikan yang terbaik di presentasi nanti," ujar Aisyah.
"Benar apa kata Aisyah yang terpenting kita sudah berusaha memberikan yang terbaik." balas Arga menyetujui perkataan Aisyah.

Serempak Gilang dan Dina saling tatap melihat Arga menyahuti ucapan Aisyah.

Permusyawaraan selesai saat hendak pulang sengaja meminta Gilang mengantarkannya pulang dan yang lebih parahnya Dina menyarankan Arga untuk mengantar Aisyah pulang, keadaan seperti ini ingin rasanya agar menolak tapi ini peluang agar ia bisa lebih dekat dengan Aisyah.

"Enggak usah aku bisa pulang sendiri,"
"Udah syah biar Arga yang nganterin di jalan banyak orang jahat apalagi ini udah mulai sore," kata Dina.
"Iya Syah tenang aja Pak guru kita ini orangnya baik," Gilang berjenaka.
"Iya kalau gue sih terserah Aisyah nya aja," ucap Arga.
"Enggak ngerepotin apa ini Ga?" tanya Aisyah.
"Santai aja." katanya.

Gilang dan Dina saling lempar senyum, usaha mereka berhasil, "Ya udah kalau gitu gue sama Gilang balik duluan ya." kata Dina.

Kini tinggalah Arga dan Aisyah yang masih menundukkan kepalanya.

"Ayo Aisyah,"

Ini untuk pertama kalinya ia mengantar Aisyah pulang, perasaanya benar-benar di buat gugup di dalam perjalanan tidak ada percakapan diantaranya itupun hanya beberapa kali mereka bersuara tentang jalan menuju rumah Aisyah.

Sampai di rumah Aisyah disana Arga di sambut hangat oleh kedua orang tua Aisyah mereka tengah duduk di teras depan menikmati suasana sore hari.

Rumah Aisyah ternyata dekat dengan masjid, pekarangan rumahnya lumayan luas di tanami beberapa bunga menambah keasrian tersendiri.

"Ibu, Ayah kenalin ini Arga teman kampus Aisyah," ujarnya.
"Arga, Bu Pa." katanya seraya menyalami tangan kedua orang tua Aisyah.
"Terimakasih ya nak Arga sudah mengantarkan Aisyah sampai rumah," kata ayah Aisyah.
"Sama-sama Pak kalau begitu saya pamit pulang,"
"Enggak mau mampir dulu," tawar ibu Aisyah
"Terimakasih bu lain kali saja, ini udah sore,"
"Jangan lain kali, secepatnya main ke rumah," ujar Ayah Aisyah kembali.
"Iya Pak saya permisi Assalmu'alaikum,"
"Wa'alaikum Salam,"

Arga senang bisa bertemu dengan kedua orang Tua Aisyah apalagi kedua orang tua Aisyah sangatlah ramah, ia berharap perkenalannya ini bisa semakin dekat, ia ingin mengenal lebih jauh Aisyah dan kedua orang tuanya.

***

Motornya telah sampai di depan kontrakannya seperti biasa Arga melakukan rutinitasnya sendiri mulai dari masak, bersih-bersih dan semuanya ia lakukan sendiri nasib seorang bujangan.

Arga yang kini tengah fokus ke laptopnya tiba-tiba retinanya beralih menatap ponselnya, ia membuka aplikasi berwarna hijau, ia mendapati pesan dari Gilang dan Dina yang meledeknya di grup.

"Cie yang udah mulai deket." kata Dina.
"Ehem! Ga cepet nyebar undangan biar gue bisa nyusul lo." Gilang ikut bersuara.

Arga hanya tersenyum tapi ia tidak membalas ledekan kedua temannya, matanya tertujuh akan kontak yang belum ia simpan sama sekali nomornya, ia membuka history chat di kontak itu terakhir pesan yang dikirim dan Arga tidak membalasnya.

"Pak Arga lupa ya malam itu! Imbalan traktiran makan baksonya," pesan itu dari Keyana.

Sebelumnya masih banyak dan sama ia hanya membacanya, tidak membalasnya. Anehnya dari kemarin sampai malam ini Keyana tidak mengirimnya pesan sama sekali padanya.

Biasanya muridnya itu hampir setiap hari mengirimkan pesan seperti menanyakan kabarnya, menanyakan apa yang ia lakukan, menanyakan apakah ia sudah makan, ngebucin dan masih banyak lagi dan terkadang Arga membalas hanya di awal pertanyaan jika pertanyaan yang kedua dan seterusnya ia tidak akan membalasnya lagi di karenakan malas chattingan dengan murid alay seperti Keyana.

TBC.

My Sweetie Teacher (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang