TigaPuluhTujuh

176 33 2
                                    


Happy Reading...

₩₩₩

Konsentrasi pembunuh berdarah dingin kini terbelah menjadi dua karena hilangnya sang kekasih tanpa jejak maupun kabar.

Dimas berfikir, mungkinkah seseorang membawa pergi gadisnya itu?

Karena selama bertahun2 menjalin cinta dengan gadis itu, sekalipun Dimas tidak pernah mengalami hal ini. Nia bukanlah gadis yang suka pergi tanpa memberi kabar padanya. Tapi kalau urusan ikut campur dalam rencananya secara diam2 memang iya. Hanya saja itu dulu. Dan terakhir kalinya adalah pengeroyokan terhadap targetnya (Vino dan Zoya), yang menyebabkan sang bodyguard celaka.

.
.
.

Dorr!

Dorrrr!!

"Loe semua gak becus!" Bentak pemuda itu pada dua jasad dihadapannya.

"Aaarrgghh!!" Erangnya, sembari menendang dua tubuh tanpa nyawa itu.

Entah sudah berapa anak buah yang ia habisi hanya karena amarah atas kegagalan mereka mencari gadisnya. Padahal ini baru berjalan satu hari pencarian. Bahkan kedua sahabatnya yang ikut menyaksikan hal itu merasa ngeri dengan perilaku Dimas.

Teman mereka satu ini sudah benar2 menjadi monster. Hati dan fikirannya tertutup sudah dari yang namanya ampunan, serta belas kasih. Tapi itu tak mengurangi kesetiakawanan mereka berdua.

"Kalo sampe gue tau siapa yang bawa pergi Nia, gue gak akan kasih ampun orang itu. Liat aja nanti." Geram Dimas, menggenggam erat senjata ditangannya.

Kedua mata elangnya menatap tajam dinding dihadapannya, seakan musuh sudah didepan mata. Beraninya orang itu bermain2 dengan seorang pembunuh berdarah dingin sepertinya, fikir Dimas.

Kalau saja ia tau kekasihnya pergi atas kemauan sendiri dan bertujuan melindungi ayahnya, mungkin kemarahannya akan terpacu pada Nia. Sayangnya sampai sekarang, kecurigaannya tidak sampai kesana.

Bukan hanya itu. Dimaspun belum menyadari kalau barang bukti yang akan ia jadikan senjata untuk menjatuhkan Zoya, telah berpindah tangan.

¤¤¤

Sementara ditempat pelariannya, gadis ayu dan kedua orang tuanya akhirnya bisa bernafas lega. Mereka sudah berada ditempat yang bisa dipastikan tidak akan terjangkau oleh kekasihnya. Karena Dimas hanya tau tentang dua tempat saja untuk mencari keberadaannya. Yaitu, dikota kelahirannya (Jerman) dan tempat ia berdomisili selama ini. Negara Indonesia tentunya.

"Apa kamu yakin, nak.. Dimas gak akan tau kita disini.??" Tanya sang ayah.

Sedari awal mereka sampai ditempat itu, pria paruh baya yang tak lain adalah ayah kandung Nia merasa resah. Pasalnya, ia mengetahui kabar dari putrinya kalau Dimas mengincar nyawanya. Rupanya pemuda itu masih menaruh dendam didasar hatinya yang mengeras sekeras batu.

"Papa jangan khawatir, ya.? Nia yakin, kita bakalan aman disini. Lagipula, ini kan bukan tempat yang biasa Dimas datengi bareng aku. Dia taunya aku cuma bakal pergi ke Jerman sama diJakarta aja." Bujuk Nia.

Ia mencoba menenangkan hati orang tuanya, khususnya sang ayah. Padahal, hatinyapun kini tak jauh beda dengan mereka berdua. Sama2 resah dan dipenuhi rasa takut.

That Is NOT LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang