18.Janji Mimpi Sahabat

249 55 11
                                    

Daun-daun terjatuh di terpa angin malam, tarian pohon kian memadu dalam orkestra yang di pandu sang angin, melodi syahahdu menemani untaian hafalan juz Amma di bawah pohon rindang di malam hari bercahayakan lampu di atasnya, becanda gurau ke empat wanita bertekad sayidah jannah duduk termenung menatap khatulistiwa, di sebuah pondok depan Asrama.

Rentetan mimpi-mimpi itu tercuat ke permukaan, melafalkan lewat lisan, karena ucapan adalah doa, hanya itu yang terpikir di benak mereka, cita-cita atas nama Allah yang selalau terpendam di lubuk hati yang paling dalam.

Di hari yang sama ketika Adam dan dua sahabatnya bermimpi.
Rabi, Hafidzah, Umi dan Zahra.
Yang juga mengungkapkan impian-impian mereka setelah selesai hafalan juz Amma-nya di sebuah pondok depan Asrama.

Rabi menatap langit pancaran bulan jelas menerangi negri cahaya, desir angin berbisik lewat daun telinganya, ada rasa dingin yang menyapa kulit di malam ini, tapi sweter berwarna pink kesukaannya mencegah udara untuk ikut bermain di sekitar tubuhnya.

Zahra malah membawa selimut sebagai penghangat tubuhnya.
Hafidzah masih sewajarnya dengan jaket berwarna biru, tapi kehangatan juga bertambah dengan cadar dan jilbab panjang yang menutupi tubuhnya.
Tapi Umi mungkin bisa di bilang antimainstream, sweter kuning bahan rajut, selimut plus olesan aroma minyak bayi yang ia pakai menyengat harum khas bayi, minyak yang juga selalu di gunakan parfum bagi santriah.

Rabi menggigit bibir dalamnya, pandangan sekilas pelan melihat sisi kiri para sahabatnya yang tertawa, Rabi yang memilih diam menikmati cahaya bulan dan udara segar khas pegunungan.

Uap dingin terhembus dari mulutnya, Ke tiga sahabatnya menatap Rabi penasaran.

"Lihat tuh, ngelamunin apa coba.?"
Ucap zahra melihat Rabi yang juga memalingkan pandangan Umi dan Hafidzah.

"Lamunin Adam.."
Bisik Umi pada kedua sahabatnya.

"Boleh jadi..!"
Ucap Hadidzah membenarkan, tapi ia kepikiran sesuatu, yaitu tidak boleh berprasangka buruk pada orang lain.

"Is.., kita gak boleh Seudzon lo"

Umi yang sudah gemas melihat Rabi langsung menyasarkan tangannya dengan mencubit pipi Rabi.

Sontak Rabi yang sedari tadi anteng teralihkan oleh cubitan pipi yang mengenainya, matanya menelusuri tangan itu dan melihat Umi yang tersenyum lebar dan dua sahabatnya.

"lagi mikirin apa sihh....? Ngelamun gitu..! Entar kerasukan lagi"
Tanya Zahra penasaran

"Ih amit-amit cabang olahraga"
Rabi dengan kedua halis tersentak dan menekuk menatap Zahra.

"Terus apa dong..?"

"Kepo..!"
Jawab Rabi singkat

"Mikirin Adam dia tuh..!"
goda Umi bercanda.

"Enggaklah... Ngapain juga mikirin dia gak penting...!"

Hafidzah hanya tersenyum melihat Rabi, jelas dari matanya yang menyipit dan lekuk cadar yang menutupi wajahnya.

"Terus..terus...!"
Tanya Zahra berkali-kali

Rabi tidak mengubris pertanyaan Zahra dan malah mengalihkan topik pembicaraan.

"Oh iya mungpung mengpeng kita kumpul nih ya..."

"BTW mimpi kalian apa..?"

"mimpi ya..!"
Umi dengan memicingkan matanya.

"Oh iya Umi tau..Umi tau..!"

Rabi menyimak Umi dengan pupil mata membesar berbinar-binar dan sudut mulut muncul.

Kitab mimpi pesantren [on going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang