38.Semua bersama sahabat.

207 15 1
                                    

Dan akhirnya mereka di giring menuju masjid untuk di hukum, sudah kebiasaan pesantren, menghukum santri yang tak mengaji, hukumannya adalah berdiri di depan, di saksikan ratuasan santri dari awal mengaji sampai selesai, dan bukan hanya itu masalahnya mereka harus berdiri di depan kerumunan santri putri, begitupun sebaliknya.

Di tengah masjid ada hijab/tabir (penghalang) antara santri putra dan putri, di tengah-tengah hijab ada meja pak Kiyai, ramai sekali suasana masjid. Kajian tafsir malam hanya di peruntukan untuk anak sekelas Aliyah sedang kelas Tsanawiyah di kelasnya masing-masing.

Adam di giring ke depan oleh Kang Ayub, Adam melihat pak Kiyai belum datang di mejanya, para santripun masih asik bergemuruh di masjid. Adam merasa lelah sekali hari ini, sungguh banyak kejadian yang ia hadapi, ada kebaikan ada cobaan, semua terpadupadan.

Para santri putra ada yang meledek dan mencemooh mereka, menyuaki kehadiran mereka yang sebentar lagi di hukum.

Ketika Adam akan melangkah melewati perbatasan hijab ia terdiam dan mundur beberapa langkah, jantungnya berdebar cepat. Kang Ayub menyuruhnya melangkah cepat.

Tapi ia hanya bisa pasrah soal kejadian yang menimpanya.  Adam melangakah melewati perbatasan hijab bersama Amir dan Fadli, Kang Ayub berperan mengkordinir mereka dari belakang.

Surakan santriawati sudah terderangar bising di telinga Adam, ketika yang mereka lihat adalah Adam surakan itu bwrubah menjadi ketakjuban "Wow." Itulah kata yang mewakilinya.

Kini terlihat gamblang dan jelas Adam di hadapan para santriah, sedang Amir dan Fadli hanya bisa menunduk malu. Para santriah mulai berbisik-bisik, ada sebagian tersenyum dan terlihat girang karena ada tontonan Adam and friend, tapi tentu objek curi-curi pandang mereka hanyalah Adam.

Apalagi santriah paskil yang dari sekolah luar, berbagai tanggapan soal Adam ada yang berkata.
"Ini sih cakep banget." dengan tangan menyentuh dada.

"Ih gak boleh loh maksiat."
Salah seorang santriah memperingati temannya.

"Tapi iya sih di cakep," lanjutnya lagi memuji.

Dan ada juga.

"Wah ini sih calon imam aku."

"Ngayal kamu!" ucap temannya mengingatkan

Afifah dan Umi yang sedang asik mengobrol, mereka mendengar gaduh para santriwati di sekitar mereka.

"Ada apa sih ribut-ribut?"
Umi kebingungan melihat sekitar.

Afifah berkelabat menelusuri apa yang menyebabkan mereka berisik. Ia melihat para santriah melihat lurus ke depan yang rupanya ada Adam.

"Itu mungkin Mi."
Afifah menunjuk memberitahu Umi untuk melihat ke depan.

"A Dam."
Ucap Umi.

"Itu Adam?"
Tanya Afifah memastikan.

"Iya!"
Angguk Umi singkat.

"Kamu kenal sama dia?"

"Adam itukan sepupu Umi Fifah, kok kayaknya Fifah kenal sama A Dam."

"Iya kami pernah bertemu di pasar, soalnya Amiku langganan sayur sama Mamanya."

"Berarti benar emang Uwa Tante jualan sayur di pasar." Umi membenarkan seraya jari telunjuknya terangkat ke atas.

"Ih kalian lihat siapa tuh di depan!" Seru Umi memberitahu Hafidzah yang sedang mengahafal kitab, Rabiah yang sedang menulis, dan Zahra bersama Aish latihan Qiraat.

Zahra menatap ke depan atas intruksi Umi.
"Adam," Zahra terkekeh melihat Adam.

Aish yang pertamakali melihat mereka. "Adam yang mana?"

Kitab mimpi pesantren [on going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang