35.Rabi'ah kisah di kala senja.

209 15 8
                                    

Daud membuka pintu, ia keluar dari ruangan yang membuat hati dan tubuhnya begitu penat, pintu di bantingnya dengan keras bukan main, semua mata memandang kaget pada Daud. Ia keluar dengan wajah merah matanya tajam wajahhnya begitu sangar, aura amarah menyelimuti dirinya. Dia berjalan cepat. Rian yang melihat Daud dilundung amarah melangkah pergi. "Uud..!" teriak Rian di belakang Daud, Daud tak hiraukan Rian.

Mata Rian tenggelam, ia bernafas berat sembari berkacak pinggang, pastinya bukan nasib baik untuk Daud kali ini. Rian tau kalau Daud punya sisi amarah yang bergejolak dibalik sifat teratainya, Daud memang jarang marah dan akan marah jika ia tak bersalah, emosinya tak terkendali ketika ia membela yang benar.

Rian mengejar Daud dari belakang, ia takut Daud kenapa-napa.

Rabi keluar dari ruangan itu, dengan air mata yang menggenang. Tetes demi tetes air mata terjatuh tak berdosa, mungkin kelak tetesan bening itu akan jadi saksinya kelak perihal luka dan fitnah yang hari ini ia derita, Rabi melangkah lemas, jemarinya beberapakali menahan laju derasnya aliran mata.

Dia masih sesenggukan dengan mata berkilau dan wajah memerah, kedua sahabatnya melihat Rabi dengan iba, Atun dan Cut tak bisa membendung air mata mereka yang coba mereka sabarkan agar tidak terjatuh. Tapi hati yang mulai menyuarakan soal cinta dan persahabatan lagi-lagi tak kuat menahan luka yang di derita sahabatnya.

Mereka dengan cepat memeluk Rabi, dengan tangis kasih sayang dan persahabatan, Cut menyandarkan kepala Rabi di  dadanya, dia benar-benar berperan menjadi seorang Ibu bagi Rabi. Atun sudah menangis sejadi-jadinya memeluk Rabi dari belakang.

Hari ini tak bisa Rabi lupakan, ini kisah luka yang sudah sedalam palung rasa, mungkin ada saatnya Allah akan memberikan senyuman dan candaan lagi untuk persahabatan mereka. Harap Rabi di ujung sedihnya.

°°°

Hari ini hari dimana taziran di laksanakan hari kelam bagi pelaku yang di nyatakan bersalah, hari yang membuat Rabi begitu malu dia hanyalah bagian Fitnah bukan seperti yang lainnya. Ada sandiwara yang di mainkan oleh penyihir dusta dengan mantra kekuasaannya menghipnotis semua berdasarkan titahnya.

Semua santriawan dan santriawati berjejer di jalanan pesantren, semua melihat hukuman di selenggarakan. Semua bersiap mencaci maki para pelaku, tapi Rabi dan Daud hanyalah bagian fitnah, semua marak mengisi pinggiran jalan. Daud dan Rabi begitu malunya, banyak yang tidak percaya kalau Rabi dan Daud berpacaran di pesantren, siapa yang tak kenal 2 santri dan siswa hebat di pesantren. Semua tau seluk beluk mereka tiap harinya, tapi apalah daya nasi sudah jadi bubur, mereka tak bisa berbuat banyak walau mencoba menyuarakan kebenaran.

Mereka di kalungkan sebuah tulisan Ummi dan Abbi, sejenak Daud tersenyum ke arah Rabi, Rabi dengan wajah sembapnya menatap Daud dengan nanar, "tersenyumlah kita tak bersalah," ucap Daud membuat Rabi terkesima, dengan sengajanya para pengurus menempatkan mereka di jajaran depan agar mudah terlihat. mereka mulai melangkah bersamaan.

Rabi dan Daud melangkah dengan surakan-surakan terlontar pada mereka, ada juga umpatan tak senonoh yang mereka terima, bagai belati yang meremukan dan membuat hati terpecah-pecah. siapa lagi mungkin yang memobilisasi semua kalau bukan sang Putri Ning Zulfa, semuanya jadi berani mengata-ngatain mereka.

HUUUUUUUUH

"PINTER PINTER KALAU MAKSIAT"

HUUUUUUUUH

"Modal tampang doang."

HUUUUUUUUH

"Cowok modus."

"Pasangan serasi cowok so kecakepan dan tuan putri so kepinteran."

Banyak umpatan-umpatan yang terlontar pada mereka, pandangan Daud begitu sayu tapi ia tetap memaksa tersenyum. Rabi di sampingnya melihat Daud sekilas, lagi-lagi matanya tak bisa menahan tangis ini. Tapi Daud menyuruhnya agar tetap tabah dan kuat, ia tak boleh menangis karena ia tak bersalah, biarkan manusia membencinya asal sang Rabb tak membencinya.

Kitab mimpi pesantren [on going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang