"Barangsiapa yang berbuat kebaikan (sebesar biji dzarrah), niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang berbuat kejahatan (sebesar biji dzarrah), niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula"
QS. Az-Zalzalah: 7-8Adam ngabuburead duduk di bangku pasar dengan buku di genggaman tangannya. Selang beberapa saat, ada seorang anak kecil perempuan berkuncir 2, kira-kira berusia 4 tahun datang menghampiri mereka, melihat dagangan mereka. Amir sibuk menghitung uang dengan peci terkipas, dan Fadli juga melayani pembeli seorang kakek.
Adam menatap anak itu, dia melihat dagangan Adam, jari telunjuknya ia gigit-gigit di mulutnya yang mungil, Adam membungkuk dan tersenyum lebar ke arahnya, "Ade mau beli?"
Tanya Adam ramah.
Ia tidak menjawab dan hanya memutar-mutar badannya.Adam sekarang berjongkok di hadapannya, "Mamanya mana?"
Dia hanya membalas menggeleng, "Kamu mau?" tanya Adam menatapnya malu-malu.
"Mau."
Ucapnya pelan."Tapi Kakak mau tau namanya siapa?" tanya Adam gemas.
"Ha..wa Fi..lah."
Ucap mulut mungilnya terbata."Kok sama ya kayak nama Kakak," Adam dengan penuh semangat. "Kalau kamu Hawa Fillah. nama Kakak Adam Fatahillah."
Adam menyeringai senang hingga gigi putihnya terlihat ke arah anak kecil itu.
Adam membungkus Bubur dan beberapa gorengan yang ia masukan dalam 2 kresek yang terpisah.
Amir dan Fadli akhirnya menatap anak itu dengan wajah senang melihat prilakuan Adam padanya.
Adam memberikan 2 bungkusan makanan itu padanya, tangan mungilnya meraih kresek itu.
"Uangnya mana dek?"
"Gak gak usah Mir dia aku yang bayarin."
Amir mengangguk paham.
"Kamu tunggu di sini ya sampai Mama kamu datang." Ucap Adam sembari mengusap puncak kepalanya.
"Iya!"
Ucapnya pelan dengan wajah menggemaskan.Tiba-tiba Adam melihat seorang Ibu berjalan cepat ke arahnya, dia memegang kain lap jualanya di tangan, dan beberapa menyandar di pundaknya.
Hawa yang sedang anteng makan gorengan di samping Adam sembari duduk di atas bangku pasar.
Ibu itu cepat-cepat merengkuh dan menggendong anak itu, ia menatap Adam ada seberkas kecemasan di lukis wajahnya yang mulai kusam, "Terima kasih ya kalian sudah jagain anak saya."
"Tak apa bu, Hawa juga merasa senang. iyakan Hawa." Jelas Adam.
Angguk Hawa ke arah Adam.
"Kamu makan apa?, kamu belum bayar yah?" Tanya Ibu itu pada Hawa yang di gendongnya.
Ibu itu membuka dompet kecil di kantong gamisnya, dan mengeluarkan uang Rp.20.000 dan menyerahkannya pada Adam. "Tidak Apa Bu, saya ikhlas ngasih buat Hawa." Adam menatap Hawa sembari mencubit pipi mungilnya.
"Makasih banyak ya de."
Ibu itu penuh rasa syukur pada Adam."Coba Hawa bilang apa sama Kakak."
"Makacih!" Hawa dengan penuh semangat ke arah Adam. Hingga membuat Adam tersenyum ke arahnya.
"Dadah Hawa."
Ucap Amir, seraya di ikuti Fadli mendadahi Hawa.Hawa membalas melambai ke arah mereka.
Hawa dan ibunya pergi seraya mengucap salam.
Ada setitik haru yang berhasil bebas di pelupuk mata Adam, tetesan yang mengingatkannya soal kerja keras Mama menghidupinya, sebuah kisah yang sama persis seperti apa yang ia rasakan dahulu, sebuah kisah yang tak bisa ia lupa.
Peluh orang yang di sayanginya, hingga berjalan di lorong-lorong pasar bersama Mama, di gandeng dan di gendongnya, tiba saja air mata berlinang mengalir melewati pipi. Adam mengusapnya hingga tak tersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kitab mimpi pesantren [on going]
Teen Fiction(Proses Revisi tapi ngalem. 😊) Ketika dia pertama kali masuk pesantren, rasa ingin kembali pulang kadang muncul di benaknya, tapi dengan waktu dia mulai bisa memahami impiannya disini. Kisah ini di mulai di dunia cahaya, yah tepatnya dunia cahaya...