17.Kitab Mimpi Pesantren

269 53 7
                                    

Menatap langit, sepi yang menyeruak bathin ketika jiwa ini seakan tak mengingat sang illahi, hanya orang picik yang merasa sendiri di kegelapan, hanya ambigu yang kian menjauh dari sujudnya, hingga lupa ada cahaya sang pemilik jiwa.

°°°

Di sejuta butiran cahaya malam yang coba menghibur di setiap keluh, terpukau indah hiasan malam, mata tertuju dan tertegun padanya, menikmati alam bersama lunar di tanggal 15, tafakur cinta seorang hamba melihat gugusan bintang bimasakti nan indah.

Di menara tertinggi, di gelap malam berhias bintang disitulah ia menikmati ciptaan Allah sembari mengutarakan mimpi, dengan sejuta khayalan ingin menggapainya.

Beribu kisah di malam itu bersama sambil bercengkrama bersama sahabat karibnya, mereka duduk termenung dengan menyaksikan saksi malam yang indah dengan melontarkan impian-impian.

Dengan harapan bisa bersama bintang dan langit.
Harapan yang membangkitkan jiwa di atas langit.

°°°°

Suhu dingin pegunungan menampar kulit, mereka duduk menekuk lutut, sesekali menggosokan kedua telapak tangannya, tapi kehangatan dan kebersamaan juga menghiasi gemerlap malam.
Adam berpikir menatap hiasan langit malam.

"Kalian lihat bulan dan bintang yang jauh itu, kita anggap itu mimpi kita, seakan ia begitu dekat dan mudah untuk menggapainya!"
Tangan Adam seakan mencoba menggengam bulan.

"Tapi itu hanya palsu, untuk meraihnya begitu sulit tapi jika kita yakin impian itu akan mulai mendekat, kokoh dan nyata dengan sendirinya, kita dengan mudah akan mencapainya"
Adam berdiri dengan keyakinan menatap langit dengan pelupuk mata penuh percaya.

Fadli dan Amir ikut berdiri bersama menghampiri adam di sampingnya.

"Aku juga akan meraih impian itu dan mencapainya"
Seru Amir.

"Gue juga, akan menggapai mimpi itu walau banyak kesulitan yang harus gue lalui, dan ingat gue akan berdiri di sana"
Fadli dengan penuh semangat, menunjuk ke arah bulan.

Mereka berdiri di atas rooftop masjid denga mimpi yang terukir di malam itu.

"Aku punya ide"
Adam kembali kebelakang mencari sesuatu di tas cantong yang selalu ia bawa.

Dia membawa sebuah buku catatan berwarna coklat dan sebuah bolpoin.

"Dengan ini kita tuliskan mimpi kita.!" Ajak Adam dengan penuh keyakinan membuka lembar bukunya.

Mereka kembali terduduk.

"Di mulai dari aku dulu!"
Seru Adam mulai menekan bolpoin menuliskan mimpinya merangkai huruf hingga membentuk sebuah kata impian.

"Sekarang kalian..!"

Adam menyerahkan buku itu pada Amir dan Fadli.

Fadli menggenggam buku itu, mengoreskan kalimat mimpinya hingga membentuk kata.

Fadli meneyerahkannya pada Amir, mata Adam mengikuti ketika Fadli menyerahkan bolpoin dan buku itu.

Amir termenung, ia sedikit kebingungan, Adam dan Fadli hanya mentap Amir dengan heran.

"Kenapa lo bingung Mir"

"Aku gak tau mimpiku apa..?"
Amir terlihat kebingungan ada beberapa impian yang terlintas di otaknya, tapk mana yang benar-benar ia senangi dan kuasai.

"Masa kamu gak tau mimpi kamu apa..?"

"Oh iya...?"
Amir seakan teringat sesuatu, matanya terangkat, telunjuknya menunjuk sembarang.
Pikirannya seakan terilhami.

Kitab mimpi pesantren [on going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang