2.Shaff persahabatan.

613 92 3
                                    

Semua calon santri berbondong-bondong masuk lapangan mereka tidak segan-segan berdesakan antara pria dan wanita, dunia mereka masih polos, dunia perbucinan masih melekat dalam diri mereka, dunia yang masih tidak kenal mahrom, tapi sebagian yang tau memilih menepi, mengalah,  mereka mengetahui sisi Furqon bagi seorang muslim.
Termasuk Adam dan Umi.

Mereka melangkah menuju asal suara, pukul 09.00 waktu dimana matahri mulai tidak bersahabat lagi dan mulai menampilkan teriknya, cahaya yang mulai menampar kulit, panas yang yang menyapa manusia sudah mulai terasa mengganas.

Ada pembatas antara santri putra dan santri putri di tengah lapangan. Budaya syariat islam di pesantren memang sangat tertata rapih, melihat panitia putra dan panitia putri sibuk membariskan mereka.

Barisan putra di bagi 2 kelompok ada yang tamatan SD/MI berbaris di sebelah kiri sedang tamatan SMP/MTS di sebelah kanan.

Adam berbaris di sebelah kanan, karena dia masuk pesantren lulusan MTS dan melanjutkan Aliyah di pondok pesantren.

Adam berbaris paling pinggir sebelah kanan, walau ada pembatas dan ada jarak, tetap saja dari jauh terlihat jelas sekali barisan santri putri.
Dan kejadian itu terulang kembali di mana Adam menjadi pusat perhatian kaum hawa.

Adam menoleh ke sebelah kanan,  dan tidak sengaja melihat para wanita itu memperhatikannya, cepat-cepat ia memalingkan wajah. Mungkin terlalu dini untuk Adam di nobatkan sebagai pangera pesantren, khayalnya.

Seorang wanita melihat Adam dari kejauhan, tatapannya terlihat sebal melihat Adam sebagai objek pandang santri putri. "Siapa sih dia?" sembari berdecak sebal.

Umi datang menepuk pundaknya, "Hai aku Umi," Umi memperkenalkan namanya tiba-tiba pada wanita itu. Ya memang sifatnya ceria dan tidak kenal malu.

°°°

Pengurus pesantren mulai mengungumkan pembagian kamar dan asrama untuk santri baru yang juga di lihat oleh orang tua dan wali murid di pinggir lapangan.

Pengunguman di buka oleh seorang pengurus pesantren berbaju putih berpadu jas hitam, yang nantinya Adam akan mengenalnya sebagai seorang Ro'is pesantren alias ketua dari seluruh santri di pondok pesantren.

Pengunguman tersebut di mulai dari asrama putri, karena ditakutkan mereka kepanasan sampai pingsan. Apalagi hari yang mulai petang. Kejadian seperti ini juga tidak sekali duakali hampir di setiap acara baris-berbaris sering kali terjadi.

Pengunguman di mulai dari asrama Khadijah al-kubro sampai 5 kamar dan seterusnya sampai asrama yang terakhir. Pengunguman santri putri selesai, lalu mereka di bubarkan
dan dibingbing masing-masing pengurus Asramanya.

Air asin mulai mengalir deras dari kulitnya yang putih, seluruh tubuhnya bermandikan keringat, gerah, panas, itulah yang Adam rasakan. Cahaya matahari sudah bukan konsumsi bagi kulitnya untuk merombak vitamin D, pecinya berkali-kali di alih fungsikan menjadi kipas.

Hingga akhirnya sampailah pengunguman santri putra di awali oleh Asrama Abu bakar as-sidiq terus berlanjut sampai asrama selanjutnya, hingga akhirnya pengunguman Asrama Umar bin khatab.

"Asrama Umar bin khatab."
Ucap Ro'is itu memberitahu pembagian kamar slanjutnya.

Terdengar suara pengunguman menyebut nama Khalifah rasyidah islam ke dua.

Lanjut ke pengunguman kamar,
kamar 1 dan akhirnya kamar 2.

"Kamar 2: Ilham Adi Wijaya, Yuda Hoerunas, Abdurahman, Amir Muslimin, Fadli Haikal, dan Adam Fatahillah."

Kitab mimpi pesantren [on going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang