32. Cinta dan Cita

200 14 3
                                    

Semua masih terjebak basa basi.

“Tambah kasep cucu Nini"
Puji Nenek sambil menyungging senyum ke arah Adam.

“Farhan mana Is?"
Tanya Nenek ke arah Mama.

“Tuh baru datang,"
Ucap Mama seraya menunjuk kehadiran Farhan.

Farhan turun dari motor maticnya, dia tersenyum melihat ke arah mereka dan langsung menyalami Kakek dan Nenek.

“Yaudah Farhan masuk dulu mau ganti baju," pamit Farhan seraya pergi ke dalam rumah.

“Kalau udah lulus Adam mau jadi apa?" tanya Kakek pada Adam.

“Belum tau sih ki, tapi inshaallah Aku suka membaca dan menulis, ya intinya sih 2 hal itu juga yang pengen Adam kembangin"

“Jadi kamu pengen jadi penulis!"

"Nya kitu we Ki(Ya gitu deh Kek).”

“Setelah mondok kamu harus sekolah dan kuliah lagi, jangan kayak Kakak kamu, ngeyel di bilangin"

Kak Farhan Hadir seraya menimpali ucapan Kakek, “Habisnya kan gak minat Ki, gak papalah yang penting usaha yang sungguh-sungguh."

Dia menambil duduk di kursi kosong sebelah kiri Adam.

“Sungguh-sungguh tapi males belajar," sindir Kakek sembari mendengus pelan, melihat prilaku Farhan

Farhan hanya bisa menggaruk kepala bagian belakangnya yang tak gatal.

“Udah-udah, gak papalah cucumu mau jadi apa ya terserah dia, asal halal, jujur berbakti sama orang tua itu point paling penting," terang Nenek memberikan harapan pada Farhan, kini Nenek beralih rupa menjadi malaikatnya ketika dia selalu tertohok oleh Kakeknya.

“Bener banget tuh Ni"
Setuju Farhan membenarkan ucapak Nenek.

“Farhan, Farhan"
Mama hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat prilaku Anaknya yang satu ini.

“Tapi harus cepat nikah"
Ucap Nenek menyindir Farhan. Membuat senyumannya kian memudar. 

Mendengar itu dari Nenek, semuanya tertawa.

"Kini mereka bukan lagi orang yang kata Mama seram, kini mereka menjelma menjadi orang lembut dan penyayang, apalagi kepada cucunya." Pikir Adam dalam hatinya. Waktu merubah semuanya, api cinta melelehkan hati beku, hingga ia sedia kala,   tidak lagi kedinginan dan mengeras dis selubungi kesengsaraan ada kehangatan yang kini menggantikan dan mengisi hidupnya.

Kini siratan tawa, canda, dan bahagia yang kian melukis di sudut bibir mereka pertanda usainya mendung dan pelangi mewarnai.

Setelah beberapa saat mengobrol, tiba-tiba terlihat dari jalan kehadiran Bi Ijah, Umi dan adiknya Billa yang berusia 3 tahun.

Bi ijah tersenyum ke arah orang-orang yang duduk di teras rumah, Adan melihat Umi dengan senyum lebar, apalagi lambaian tangan sebagai ciri khasnya, dari jauh orang sudah tau siapa orang itu yang tak lain pasti Umi. Yang melambai penuh semangat 45, dia membawa sebuah tas jingjing, sedang Bi Ijah menggandeng Billa di sebelah kirinya.

"Asalamualaikum"
Salam Bi Ijah.

"Waalaikumsalam"
Jawab mereka kompak.

“Hai Ninek, hai Kikek"
Salam Umi pada Kakek dan Nenek seraya melangkah menyalami dan merengkuh mereka berdua dengan akrabnya.

“Hai juga Ua Tante”
Sembari menyalami dan memeluk Mama. Itulah Umi  kekanak-kanakan dan polos.

“Hai juga Aaaaaaa Adam." Umi kadang  menyebut Adam dengan huruf A nya begitu panjang, kata Umi sulit sekali menyebut Aa pada Adam karena namanya di awali kata A. Kadang ia juga menyebut A Dam.

Kitab mimpi pesantren [on going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang