28.Dinamika Cinta Pasar.

207 16 14
                                    

Hari ini Adam coba membantu Mamanya di pasar tradisional, pagi buta sekali Adam pergi ke pasar naik angkot dengan Mamanya, sedang Kak Farhan naik motor, biasanya Mamanya pergi dengan Kak Farhan, tapi kali ini karena Adam ikut, maka mereka memutuskan untuk naik angkot bersama dengan pedagang lainnya.

Sesampainya di sana sudah banyak pedagang yang menyiapkan barang dagangnnya masing-masing di kiosnya, hari masih gelap, mungkin baru jam 04.00, masih terasa dingin Adam mengenakan jaket hijaunya agar suhu dingin tidak langsung bersentuhan dengan kulitnya, ia juga harus sholat subuh di musholla yg ada di dekat pasar.

Setelah membuka gudang dan membawa seluruh karung dan keranjang berisi sayuran, Adam membereskan dan menata semua di kios sayur Mamanya.

Sudah terasa suasana mulai meramai perlahan, kehidupan para pedagang mengisi kios-kiosnya, kini suara teriakan-teriakan menjajakan barang jualannya itu mulai terdengar peka di telinga Adam.

Pembeli berdatangan di subuh buta ini, membawa keranjang belanjaan, kebanyakan ibu-ibu pemilik warung yang menyebar di setiap sudut kampung, kadang mereka membawa daftar belanjaan yang sebagian juga barang titipan dari konsumen warungnya, atau hanya sebagai santapan pribadi di rumahnya, ya intinya beragam kebutuhan yang mereka lakukan.

Oh iya Kak Farhan juga berjualan, tapi ia bukan jualan sayur melainkan berjualan Ayam potong di samping kios Ibunya, Adam juga baru tau,
"pantas saja kemarin tidak ada"pikir Adam rupanya kakanya menurunkan Ayam sore itu, kandang Ayamnyapun tidak jauh dari belakang rumahnya tapi masih terpaut jarak.

Hari mulai terang, setelah selesai sholat subuh, Adam mulai membantu ektra Mamanya, celemek telah terpasang di tubuh Adam, ia bersiap melayami pembeli, pelanggan mulai berdatangan dengan ocehan tawaran ala khas ibu-ibu, bibir mereka begitu lancar memacu tawaran-tawaran di setiap pedagang yang kian memfokuskan pandangan Adam untuk memerhatikan hasil dari negosiasinya.

Ia juga menerima pelanggan ibu-ibu dengan celetuk latah dari mulutnya yang kental dengan gincu merah, apalagi bahasa kotor yang tidak sengaja ia ucap, bukan istigfar Adam malah menambah keras tawanya, Mamanya juga bilang kalau nama Ibu itu bu Romlah yang selalu jadi langganan Mamanya, perangainya memang lucu malah ia bercerita tentang cucunya yang baru di sunat.

"Cucu saya kemarin di sunat sama layer"

Mendegar perkataan Bu Romlah yang tak logis Mama hanya bengong menatap Bu Romlah.

Hingga Mama tertawa sendiri dan memahami maksud dari perkataan Bu Romlah yang salah sasaran.

"Buka layer bu mungkin maksudnya laser"

"Oh iya itu, aduh saya lupa, gini kalau sudah tua"
Sembari menepak keningnnya.

Layer adalah makanan ikan, tapi yang ia maksud adalah laser, Mendengar itu Mama sampai terpingal-pingal tertawa.

Ibu-ibu yang yang datang ke kedai sayur Mamanya, membicarakan Adam, alasannya karena wajah Adam yang Tampan, banyak pujian-pujian yang terlontar dalam bahasa sunda.

"Gusti meni kasep budak(Gusti, ganteng sekali anak ini)"

Dan sampai ada yang bertanya.

"Budak saha ie nyi, meni kasep(Anak siapa ini de, ganteng banget)"
Tanya ibu itu penasaran pada Mama.

"Anak tatanga(Anak tetangga)"
Jawab Mamanya bercanda.

"Budak abi atuh(Anak akulah)"
Lanjut ibu menerangkan.

"Suganteh Farhan hungkul budakteh, ie mah meni kasep(kirain cuman Farhan anakmu, inimah ganteng banget)"

Adam yang mendengar itu hanya merapatkan bibirnya melihat ibu itu.

Kitab mimpi pesantren [on going] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang