Bangku Belakang

913 43 0
                                    

Kalau aku adalah buku yang usang, yang menunggu untuk diungkap rahasianya, bolehkah aku bersembunyi di rak-rak itu, hingga kau tak perlu menemukannya lagi?

***

Ulin tampak tidak minat menatapku makan seperti tidak pernah makan 3 hari. Suasana di kantin markas tampak ramai. Banyak mata yang menatap kami penasaran. Tentu saja Ulin tidak nyaman dengan suasana itu. Saat kami keluar dari klinik markas, beberapa kepala melongok dan berbisik-bisik. Ya, Nona Muda akhirnya kembali! Mungkin begitu bisik mereka. Semua bodyguard memang tahu cerita soal Ulin dan ayahnya, dan Ulin yang disembunyikan secara sengaja. Itu ketika Ulin masih berumur 13 tahun. Lihatlah dia sekarang, wanita dewasa yang tidak manja dan seakan tidak nyaman dengan suasana yang pernah dia rasakan sebelumnya.

"Kamu jalan duluan," kataku pada Ulin saat kami keluar klinik.

"Kenapa? Memang kita mau kemana?" tanyanya panik.

"Jalan saja di depan. Biar aku kawal di belakang."

Dia berjalan tenang di depanku, meski dia sendiri tidak dapat menyembunyikan rasa risihnya menjadi pusat perhatian. Beberapa bodyguard yang melintas menyapa atau memberi hormat dengan membungkukan badan kepada Ulin karena memang Ulin adalah majikan mereka.

"Kok pada bungkuk badan gitu ya? Awkward banget!" bisik Ulin dari depan.

Aku mendengus kecil. "Kan memang kamu anak ayah kamu, Lin. Mereka itu bawahan kamu. Termasuk aku juga. Mereka harus kasih hormat sama atasannya. Itu SOP-nya." Kataku menjelaskan.

Ulin menghelas napas keras dan aku menghentikan makanku. Mendongak dari piringku.

"Kenapa?" tanyaku.

"Makanmu berantakan banget," katanya dengan ekspresi jijik.

"Biasanya juga begini," belaku sambil masih mengunyah ayam. "Tadi kan baru berantem? Memangnya nahan sakit itu nggak bikin laper?"

Ulin hanya menyengir mendengar pembelaanku.

"Kamu mau tanya apa, Lin?" tanyaku akhirnya setelah menyelesaikan makanku dan minum es kopi dengan brutal.

Ulin berdehem. "Aku nggak tahu mau mulai darimana. Kepalaku banyak pertanyaan," katanya bingung.

Aku mengangkat alisku dan mengangguk-angguk kecil.

"Kok aku bisa dekat sama kamu, Al?"

That question! Pertanyaan pertama dari Ulin justru kenapa aku bisa dekat dengannya. Dia tidak menanyakan tentang Bos Besar! Ah, aku harus menunggu dan bersabar terkait pertanyaan dengan Bos Besar dari Ulin. Ah, tapi mungkin dia penasaran kenapa aku yang rendahan begini bisa dekat dengan majikannya sendiri layaknya teman.

"Terjadi begitu saja," jawabku singkat dengan senyum misterius.

"Ish, bohong!" decak Ulin sambil melirik kepadaku.

Aku tergelak. "Oke oke..." aku berdehem sebentar. "Jadi, ketika pertama kali bekerja untuk Bos Besar aku sudah dapat mandat untuk jadi bodyguard kamu."

Wajah Ulin terlihat bingung dan mungkin surprised dengan pernyataan itu.

"Jadi, aku memilih bodyguard-ku ya saat itu?"

Aku menggeleng cepat. "Oh nggak. Semua yang mengurus kamu ya Bos Besar, sekolah, kursus, yang ngasuh, bahkan yang melindungi kamu. Aku paling termuda saat itu. Umurku 21 tahun dan kamu 13 tahun. Bos Besar menganggap semakin muda yang melindungi kamu, semakin terjamin juga perlindungannya. Jadi, ya, aku menerima saja saat itu."

Ulin menyandarkan punggungnya pada kursi.

"Kamu? Kerja umur 21 tahun? Memangnya nggak kuliah dulu?" tanya Ulin heran dan dengan alis terangkat.

My Senior DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang