Kotak Rahasia Riani

1.6K 48 8
                                    

"Mas Albra ada paket buat Mas."

Aku menoleh kepada Office Boy sesaat setelah membuka pintu akses ruanganku. Aku menerima paket tersebut setelah mengucapkan terima kasih, meski sempat bertanya-tanya siapakah yang mengantar paketnya. Seingatku, aku tidak pernah pesan barang di Online shop, bahkan aku tak ingat kapan terakhir aku belanja barang.

Aku menatap paket itu lekat-lekat, tak ada nama pengirim. Hanya sebuah kotak dibungkus oleh kertas pembungkus berwarna coklat. Aku membuka paket itu dengan gunting. Paket tersebut tidak banyak perekat, sehingga mudah aku membukanya. Kotak itu cukup besar, namun, berisi serpihan kertas kecil dan sebuah buku yang tidak tersampul plastik.

Aku menatap heran buku itu dan mengambilnya, lalu membukanya dengan cepat. Mataku tertangkap tulisan yang distabilo, lalu halaman selanjutnya, dan halaman-halaman lainnya. Tulisan-tulisan yang terstabilo itu acak. Entah kenapa intuisiku kuat soal itu. Aku duduk di kursi, menandai tulisan yang terstabilo, entah itu angka atau huruf. Lalu, aku menggabungkan kata-kata itu menjadi sebuah kalimat yang aneh.

Malam ini terlalu dingin

Aku tidak mampu memikirkanmu dengan jendela terbuka

Tugas sekolah sedang dikoreksi untuk dikembalikan.

Aku membaca ulang kalimat-kalimat itu satu per satu, lalu ku jabarkan pula. Sudah lama aku tidak dapat kiriman kode seperti ini, sehingga kemudian aku cerna meski lambat. Dua baris pertama kata-kata itu adalah sajak Aan Mansyur, aku mencari buku-buku Aan Mansyur dengan sajak yang sama. Halaman 10, baris kelima. Bisa jadi, bertemu pukul 5 sore dengan target arah pukul 10, dengan tempat duduk tidak dekat jendela. Lalu petunjuk ketiga soal tugas sekolah. Tugas sekolah? Aku merenung dan beberapa saat dadaku berdesir. Mungkin kah, BIN memanggilku kembali?

Dan aku baru sadar. Kode-kode ini tidak mungkin datangnya dari Bos Besar. Bahuku merosot. Persembunyianku sudah terbongkar.

***

"...Al? Al? Hei!"

"I-iya?" aku tersentak dari lamunanku. Aku menoleh, menatap Riani yang menggoyang lenganku pelan. "Iya? Maaf saya tidak dengar." Aku menegakkan posisi dudukku yang tadinya bersandar pada jendela kaca mobil dan fokus menyetir. Pikiranku resah memikirkan panggilan BIN soal 'tugas sekolah yang akan dikembalikan'. Maksudnya? Apakah ada kaitannya dengan kasusnya Dave?

"Lagi ada masalah ya?" tanya Riani lembut dan aku buru-buru tersenyum lalu menggeleng. "Lalu?"

Aku menggeleng lagi. "Tidak ada. Hanya masalah kerjaan."

"Al..."

"Hmm..."

"Kenapa kamu percaya sama saya?" tanya Riani tiba-tiba.

Keningku berkerut dan menatapnya. "Kok kamu tanya begitu?"

"Ya kamu pikir, kenapa kamu mau menerima saya tinggal di rumah kamu?" tanyanya lagi.

Aku mengedikkan bahu. "Saya nggak tahu."

Wait, benarkah kamu tidak tahu, Al? Ku lirik Riani yang diam, tidak menanggapi. Saat pertama kali ketemu, dia bilang ingin aku mematahkan hatinya. Wanita mana coba, yang mau dipatahkan hatinya begitu saja? Tiba-tiba saja kecurigaanku muncul. Pertama, aku tak pernah percaya orang begitu saja, tapi, kenapa Riani pengecualian? Dia bertingkah normal di rumah, tapi, dia seperti tahu banyak hal soal bagian rumahku, kebiasaanku, seolah mengenalku begitu lama. Aku jadi ingat, beberapa waktu lalu ponselku rusak entah kenapa, lalu aku tahu ponselku disadap dan aku segera membuangnya. Pikiranku waktu itu, siapa tahu orang-orang GetTechno yang menyadapnya. Masalahnya, memang bagaimana cara mereka menyadap ponselku kecuali orang-orang terdekat?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Senior DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang