18 tahun lalu...
Kebisingan di aula pusat itu semakin ramai tatkala ratusan siswa-siswi sekolah tersebut mulai memadati tribun-tribun di kanan kiri lapangan basket. Beberapa anak-anak tertawa, berbicara dengan teman-teman di sampingnya. Namun, berbeda dengan perempuan yang duduk di pojok tribun, tampak resah dengan beberapa orang baru di sekitarnya. Bisa dimaklumi karena perempuan itu baru pindah dari sekolah tersebut, mengikuti ayahnya yang sering pindah lain kota untuk bekerja. Dia mulai bosan dengan toleransi ayahnya bahwa ini terakhirnya kalinya ia berpindah sekolah. Sepertinya itu akan bekerja, mengingat dirinya yang sudah masuk bangku kelas 12 SMA. Baginya yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru, itu cukup diapresiasi. Karena dia punya pemikiran bahwa anak pintar di sekolah pasti populer, jadi, caranya bertahan adalah satu : menjadi murid terbaik di sekolah.
Tapi, sepertinya hari ini adalah bagian yang melenceng dari rencana awal untuk menjadi murid terbaik di sekolah seperti sudah-sudah. Hari ini ada acara literasi satu jam di aula, semua murid diharapkan untuk membawa 1 buku bacaan di sekolah, dan tak ada satu pun yang memberitahunya. Ia resah, bagaimana kalau aku dihukum? Pikirnya khawatir.
"Anak baru?"
Sontak ia menoleh dan mendapati dirinya disapa oleh seorang laki-laki dengan earphone di telinganya, sambil tangannya memegang buku yang cukup tebal. Sejenak perempuan itu diam, lalu mengangguk. Oh, bagaimana dia bisa memiliki senyum yang manis? Tanyanya heran.
"Bawa buku apa hari ini?" tanya laki-laki itu seperti sudah kenal akrab.
Perempuan itu hanya menggeleng lemah. Tiba-tiba kebisingan aula pusat itu mereda tatkala seorang guru masuk ke dalam aula dan berdiri di podium.
"Harap kepada siswa yang tidak membawa buku untuk keluar dari Aula, karena syarat untuk mengikuti acara literasi hari ini adalah membawa buku!" Guru itu turun dari podium setelah memberikan pengumuman.
Perempuan itu bersiap berdiri untuk keluar, namun, tiba-tiba ada buku di pangkuannya. Sontak ia menoleh, pria itu tersenyum.
"Sophie's World nggak terlalu berat buatmu kan? Aku keluar cari angin dulu..."
Perempuan itu melongo, menatap pria itu melewatinya dan turun dari tribun, bergabung bersama anak-anak lain yang tidak membawa buku. Perempuan itu menatap laki-laki itu sampai keluar dari aula.
"Hah? Tumben Ari nggak bawa buku? Akhirnya si kutu buku nggak bawa buku juga. Wah rekor nih!" bisik siswa lain terdengar oleh perempuan itu.
Ia menatap cover buku itu. Tentu dia tahu Sophie's World, buku filsafat yang sebetulnya tidak rumit namun dia kurang suka dengan buku filsafat. Perpustakaan Ayahnya menyimpan buku itu, meski covernya sudah koyak. Ia membuka halaman depan judul, di atasnya tertulis
The property of : Ari Raditya
Tanggal beli : 02 Agustus 2002
Harga : 240.000 (akhirnya kebeli juga!)
Perempuan itu tersenyum geli membaca tulisan tangan itu. Seumur hidup dia selalu berkecukupan, soal harga tidak menjadi masalah di kehidupannya, namun, tulisan pria itu, seolah mengartikan bahwa membeli buku impor sebesar 240.000 adalah perjuangan. Suasana Aula Pusat sekarang hening oleh bisikan siswa-siswi yang mulai membaca bukunya. Perempuan itu membuka halaman demi halaman, tampak tulisan pensil tipis di atas kata-kata yang tercetak di buku itu, terkadang coretan-coretan. Perempuan itu membaca jeli tulisan pensil itu, lalu ia tersadar. Itu adalah tulisan terjemahan bahasa Indonesia. Buku itu memang berbahasa inggris, terkadang ada perbendaharaan kata yang tidak dimengerti. Sontak ada rasa geli di hati perempuan itu, bagaimana dia bisa membeli buku impor tapi harus diterjemahkan terlebih dahulu?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Senior Doctor
ChickLitUlinda, dokter spesialis bedah syaraf akhirnya bertemu dengan dokter Ari, seorang dokter spesialis anak di bangsal anak-anak rumah sakit saat mereka internship. Mereka bertemu dengan masa lalu mereka di rumah panti tua sejak mereka masih kecil. Ulin...