27

399 12 0
                                    

Dhiya sedang berada di dalam kelas dengan earphone yang terpasang jelas di telinganya. Menatap lurus kedepan dengan pandang kosong.

"Apa salah gw sampai gw diginiin?"

"Segitu benci mereka sama gw,bahkan semesta pun tak berpihak sama gw."

"Apa sakit gw,air mata gw belum cukup?"

"Gw benci!!!!" ucap Dhiya dalam hati.

Mata Dhiya memanas,Dhiya langsung menunduk kepalanya,punggungnya bergetar. Seseorang dari luar melihat Dhiya dengan sedih.

"Dhiya." panggilnya dengan mengusap punggung Dhiya.

Dhiya mengangkat kepalanya dengan mata merah dan sembab melihat siapa yang memanggilnya. "Jangan nangis ya."

Dhiya tersenyum bersama dengan turunnya air matanya Dhiya memperlihat senyum yang selalu ia tampilkan. Menipu semua orang dengan senyum manisnya. Yang nyata Dhiya hanya perlu seseorang.

Orang tersebut lalu duduk,merentangkan tangan seakan memberi isyarat untuk memeluknya. Dan Dhiya yang mengerti itu langsung menghambur peluk,untuk sekarang Dhiya perlu itu.

"Jangan nangis gw sedih liat nya."

"G...ww capek Alif." ucap Dhiya sesegukan.

"Setiap kesedihan yang diberikan akan selalu ada hikma dan pelajaran untuk kita,hidup itu tak selalu mulus. Loh hanya perlu bersabar."

"Mau sampai kapan gw bersabar terus?"

"Sabar itu ngak ada batasnya Dhiya." ucap Alif menangkup wajah Dhiya.

Alif memperhatikan setiap inci dari wajah Dhiya. Matanya sembah merah,hidung kecil,bibir yang mungil. Andai ia memiliki semua itu.

Tiba-tiba ada yang menarik tangan Dhiya dengan kasar lalu menampar pipinya. Dhiya kaget begitu pun Alif.

"Loh itu apa-apasih udah ada David juga ngapain masih sama Alif? Serakah banget loh jadi orang." ucap orang tersebut.

Dhiya memengan pipinya yang panas akibat tampar tersebut,Alif menatap tajam orang tersebut.

"Itu alasan gw kenapa gw lebih pilih Dhiya dari pada loh,karena sikap loh yang terlalu sok." ucap Alif.

"Stop bersikap seolah-olah loh pacar gw,yang nyata kita ngak punya hubungan apapun." lanjutnya.

"Apa kurangnya gw?" tanya lesuh.

"Loh ngak bisa jadi diriloh sendiri."

Setelah mengucapkan itu Alif pergi sambil menarik Dhiya meninggalkan Dini dengan tega. Dini yang melihat perlakuan Alif ke Dhiya tampak beda saat bersamanya.

"Kalau gw ngak bisa dapatin loh,Dhiya pun ngak bisa." ucap Dini menghapus jejak air matanya dengan menyeringai lalu keluar dari kelas.

Alif membawa Dhiya ke rooftop,Dhiya masih shock dengan apa yang terjadi,Alif yang melihat itu menangkup pipi Dhiya dengan lalu mengusapnya dengan ibu jari. Mata mereka bertemu, Dhiya suka mata yang menantapnya begitu pun Alif. Namun Dhiya yang sadar akan situasi langsung memutuskan kontak mata.

"Gw udah baikan,gw kekelas dulu." pamit Dhiya namun belum juga berapa langkah tangannya sudah di tahan.

"Loh kenapa ngehindari gw segitu?"  Tanya Alif.

"Gw ngak ngehindarin loh kok."

"Jujur sama gw loh kenapa?"

"Gw hanya menjaga perasaan Dini."

"Tanpa perdulin perasaan loh?" Dhiya diam,entah apa yang harus Dhiya balas.

"Gw tau loh orang baik,tapi ngak sampai nyakitin perasaan loh juga. Gw tau loh sayang sama gw. Tapi karena adanya David loh lebih pilih dia dari pada gw." jelas Alif membuat Dhiya terdiam.

"Maaf." Ucap Dhiya sambil menunduk kan kepalanya.

Alif mengangkat dagu Dhiya menatap dalam dua bola mata Dhiya. "Gw sayang loh,kalau loh mau gw tinggalin loh bilang sekarang." ucap Alif sambil terus mentapa mata Dhiya.

"Gw bingung. gw ngak bisa memilih." ucap Dhiya menutup mata menghindari kontak mata dengan Alif.

"Buka mata loh." suruh Alif. Dhiya menggelengkan wajahnya sebagai jawaban.

"Bukan gw bilang,atau gw cium." Ancam Alif.

"Emang loh berani?" tanggang Dhiya.

Dan Alif langsung mencium kening dan kedua mata Dhiya yang membuat Dhiya membeku karena serangan Alif secara tiba-tiba.

"Masih mau nantangin gw?" tanya Alif dengan Alis yang terangkat satu.

Dhiya menggeleng kepala.

"Pintar. loh kekelas sana." Suruh Alif.

"Ngak mau nganterin ke kelas?" Tanya  Dhiya.

"Ayok." ucap Alif sambil memengan tangan Dhiya.

Saat melewati koridor,banyak yang memperhatikan Dhiya menatap nya dengan berbagai tatapan yang membuat Dhiya risih. Dhiya langsung meremas tangan Alif dan Alif yang mengerti itu langsung mengusap tangan Dhiya memberi kenyamanan.

Sesampai dikelas Dhiya,Alif langsung mengusap kepala Dhiya. "Loh belajar yang pintar ya." ucap Alif.

"Loh kira gw bodoh banget." ucap Dhiya sedikit ngegas.

"Lah? Loh kan suka bolos kan? Gimana pelajaran mau masuk dikepala loh kalau kerjaan cuman bolos." ucap Alif.

"Yah mau gimana lagi,orang capek belajar."

"Ehh bambang,itu bukan alasan buat loh bolos."ucap Alif sambil menoyor kening Dhiya.

"Ihsss,rese banget." ucap Dhiya kesal.

"Udah sana masuk belajar yang pintar, gimana anak gw mau pintar kalau mamanya aja ngak pintar." ucap Alif membuat Dhiya salting.

"Ihss apasih ngomong kayak gitu." ucap Dhiya meninggalkan Alif yang tersenyum geli melihat tingkah Dhiya yang salting.

Alif menggelengkan kepala. "Untung gw masih waras kalau ngak udah gw bawa pulang tuh anak."

***

WHERE MY HOME? (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang