Episode 6

418 52 4
                                    

Uni's Pov

Di sini gak ada televisi, jadi untuk mengurangi rasa bosanku menjaga rumah sebab yang lainnya pergi ke masjid salat tarawih beberapa menit yang lalu, maka aku memutuskan untuk membaca novel yang kupinjam dari Gea pagi tadi.

Saat ini, hanya ada aku dan Gea yang berada di rumah. Kami duduk di ruang tamu sambil membaca buku bacaan masing-masing. Tak ada suara di antara kami, sepi. Hanya suara dari masjid yang memecah keheningan di antara kami, sebab kami telah hanyut dalam bacaan masing-masing. Jelas kudengar saat ini 'Kakak' penceramah kemarin malam telah melanjutkan dakwahnya. Aku berhenti membaca bacaanku dan memasang pendengaran baik-baik.

Kali ini 'Kakak' penceramah membahas keutaman salat tarawih pada malam kedua Ramadan. Katanya, "Orang yang melaksanakan salat tarawih akan diampuni dosanya dan dosa kedua orang tuanya, jika keduanya mukmin."

Seketika aku merasa lemas, merasa rugi karena tak melaksanakan salat tawarih kedua di bulan Ramadan. Ah, andai saja tamu bulanan ini belum datang.

⸙⸙⸙

Radi's Pov

Pukul sepuluh lewat, salat tarawih dua puluh rakaat berakhir. Satu per satu para jamaah masjid berlalu, pulang ke rumah mereka membuat masjid yang memang sudah sepi karena jamaah yang melaksanakan salat tarawih dua puluh rakaat hanya hitungan jari menjadi semakin sepi.

Aku melangkah keluar masjid begitu sudah tak ada jamaah yang tinggal, Pak Irwan sudah pulang duluan sehingga aku pulang sendirian. Tak mengapa, toh rumah beliau sebenarnya tidak jauh juga.

Baru beberapa langkah aku meninggalkan pekarangan masjid, tiba-tiba....

"Radi?"

"Rehan, ya?"

"Masya Allah, akhirnya kita ketemu," ucap Rehan menjabat tanganku kemudian menepuk bahuku.

"Kamu di sini?"

"Iya, aku tinggal di sini. Lah, kamu yang ngapain di sini?"

"Aku jadi mubalig. Kamu udah gak keluar?"

"Iya, nih. Lagi jagain om aku."

"Om kamu kenapa emang?"

"Ah! Panjanglah ceritanya. Btw, kamu tinggal di mana sekarang?"

"Noh, di rumah Pak Kades," jawabku menunjuk rumah Pak Irwan yang memang kelihatan dari pekarangan masjid.

"Oh, dekat ya. Ya udah, besok ke rumah aja lepas Zuhur. Nanti kita cerita-ceritalah pokoknya, sudah lama juga kan gak pernah ketemu."

"Hahaha. Oke, deh. Jadi, rumah kamu di mana?"

"Besok kita sama-sama aja ke rumah."

"Insyaallah."

"Ya sudah, aku balik dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam warahmatullah."

Aku menggelengkan kepala begitu melihat Rehan telah berlalu dengan motor matic-nya, sudah lama sekali aku tak melihat dia. Terakhir aku melihatnya saat masih mahasiswa baru, itu pun karena kami memilih kampus yang sama. Dan tak lama kemudian aku mendengar kabar bahwa ia terpilih menjadi pertukaran pelajar ke Delhi—India selama setahun. Aku gak nyangka ternyata selama hampir tiga tahun ini tidak bertemu, ia sudah banyak berubah.

⸙⸙⸙

"Ini rumah om kamu, Rey?" tanyaku begitu masuk ke dalam rumah.

"Iya. Ayo, duduk!"

"Emang om kamu gak punya anak?" tanyaku begitu duduk di sofa, sedangkan Rehan duduk berseberangan denganku.

"Punya."

Taaruf dalam Doa || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang