Uni's Pov
Selesai pesantren, aku dan Gea kembali menyusuri jalanan. Berjalan-jalan santai menikmati suasana sore di kompleks, sambil menunggu anak-anak yang lain sebab mereka lagi menunggu waktu asar untuk salat berjamaah di masjid.
"Kakak pernah dilamar gak?"
"Eh?" Aku kaget mendengar pertanyaan Gea yang tiba-tiba itu, sontak dadaku berpacu tak menentu dibuatnya.
"Kok nanya gitu?" tanyaku balik.
"Ya nanya aja sih, Kak. Kakak kan udah mahasiswa terus sebentar lagi memasuki semester enam, otomatis pasti udah ada yang melamar kan?"
"Eh? Kakak gak tahu juga, Dik," jawabku gugup.
"Kok gak tahu, Kak? Emang gak ada gitu laki-laki yang suka sama Kakak? Atau gak ada lelaki yang Kakak suka?"
Mendengar pertanyaan Gea, seketika wajahku memanas. Malu rasanya ditanya seperti itu.
"Ya, kalau soal melamar sih itu mah Etta yang tahu. Kalau laki-laki yang kakak suka—" Kalimatku terpotong, tiba-tiba saja aku teringat dengan laki-laki yang telah memikatku selama ini.
"Kakak kenapa senyum-senyum gitu?"
"Eh? Nda ji, Ndi," jawabku berusaha menutupi maluku karena ketahuan senyum-senyum sendiri.
"Heeee, ada kita sudah toh, Kak? Hayooo.."
Astagfirullah! Bukannya berenti, Gea semakin kepo dengan perubahan sikapku.
"Cerita maki, Kak!" Gea menarik lenganku dan membuatku duduk di salah satu bangku di bawah pohon beringin pinggir jalan.
"Ada kita suka toh, Kak?" desaknya padaku.
Mau tak mau aku mengangguk malu, kulihat Gea senyum-senyum melihat pengakuanku. Kedua tangannya menyentuh pipinya.
"Eh siapa, Kak? Orang mana? Ganteng kah? Alim kah?"
"Ya Allah, Dik. Satu-satu.."
"Hehehe. Maaf-maaf, Kak, abisnya Gea semangat banget kalau ngebahas soal begini."
"Emang manfaatnya apa?"
"Adalah pokoknya, Kak, makanya cerita maki," desaknya.
"Oke. Pertama dia adalah senior Kakak di kampus," jawabku memulai.
"Terusss.."
"Dia perantau dari pulau seberang, mukanya imut, baby face, punya lesung pipi. Kalau masalah alim kupikir iya, soalnya Kakak pernah salat berjamaah dan dia jadi imamnya," jelasku.
"Aaahhhh, so sweet. Gea pengen juga deh," Gea heboh sendiri saat aku menjawab pertanyaannya.
"Namanya siapa, Kak?" tanya Gea ingin tahu.
⸙⸙⸙
Radi's Pov
Baru saja aku mengambil posisi yang nyaman untuk membaca buku, tiba-tiba HP yang sejak aku tiba di desa ini tak pernah tersentuh berbunyi. Dengan malas, aku meraih HP tersebut, di layarnya dapat kulihat nama kakakku tertera. Hmm, sepertinya ada hal penting nih.
"Halo!"
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam. Ada apa, Kak?" tanyaku langsung, sebab aku tahu jika sudah menghubungi via telepon begini pasti ada hal yang penting.
"Kamu bisa pulang sekarang?"
"Eh, ada apa, Kak?" Aku semakin tidak mengerti dengan ucapan Kak Ayyas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taaruf dalam Doa || SELESAI
Teen FictionUni gak pernah tahu alasan ayahnya mengirim ia ke pondok. Pun dengan Radi, tak pernah tahu bahwa pertemuannya dengan seorang wanita di halte membawa pengaruh besar dalam hidupnya. Mereka hanya tahu bahwa apa yang diperintahkan adalah tugas yang haru...