Episode 11

264 34 1
                                    

Uni's Pov

"Namamu Sri Wahyuni kan?"

"Iya," jawabku mantap.

"Siapa yang ngasih nama?"

"Ummi aku."

"Artinya?"

"Hmmm..." Aku berpikir keras mengingat-ingat arti dari namaku. Dulu Ummi pernah ngasih tahu sih, tapi apa ya? Kok lupa gini?

"Putri yang ayu dan karunia, gembira? Itu kan?" terkanya.

"Eh, kok Kakak tahu?" tanyaku heran.

Dia tertawa.

Aku semakin bingung dibuatnya.

"Nama kita kan sama, persis sekali tanpa embel-embel. Sri Wahyuni. Dulu aku juga risih dengan namanya, soalnya pasaran, banyak yang sama, waktu sekolah tiap angkatan ada aja yang namanya Sri Wahyuni," katanya mulai bercerita.

"Hehehe, iya, Kak. Uni juga gitu," aku menambahkan.

"Oh iya, kamu udah baca bukunya? Definisi Patah Hati?"

Aku menggeleng pelan. "Itu buku apa, Kak?" tanyaku.

"Kumpulan cerita pendek, buku pertama Kakak sih. Kamu harus baca, kebetulan Kakak bawa dari rumah. Insyaallah, besok Kakak bawain buat kamu."

"Waah, makasih ya, Kak. Jadi ngerepotin deh."

"Ah, gak apa-apa kok, santai saja."

"Kak-Kak, kunci biar jadi penulis itu apa, Kak?" tanya Gea ingin tahu, sejak tadi ingin bicara hanya tidak sempat karena Kak Nunii bertanya padaku.

Kulihat Kak Nunii tersenyum menanggapi pertanyaan Gea yang menurutku cukup serius sih.

"Kamu beneran ingin tahu? atau sekadar tahu?" pancing Kak Nunii.

"Ingin tahu, Kak. Gea udah lama pengen jadi penulis, apalagi kayak Kakak," semangatnya.

"Kunci menulis itu ya menulis, Dik. Tulis apa yang kamu suka, bukan karena orang lain suka. Menulis itu karena diri kita, bukan karena ingin seperti orang lain atau malah melebihi orang lain," jelas Kak Nunii bijak.

"Eh? Cuma nulis, Kak?" tanya Gea tidak puas dengan jawaban Kak Nunii.

Kak Nunii mengangguk, "Iya, Dik. Emang maunya gimana? Sederhananya, kalau kita mau jadi pelukis, ya harus pintar menggambar kan? Kita cukup punya keberanian memulai, tentang teori itu akan kita dapat dengan sendirinya. Mengertikan maksud, Kakak?"

Gea mengangguk paham.

"Jadi, kalau mau jadi penulis, Gea harus nulis gitu kan, Kak?"

"Iyalah, masa harus masak? Ntar bukannya jadi penulis malah jadi koki," jawabku asal.

Seketika Kak Nunii tertawa mendengar jawabanku atas pertanyaan Gea, sementara Gea memanyungkan bibirnya membuatku mau tak mau ikut tersenyum. Dasar!

"Bener kata Uni, Dik. Harus nulis, tapi ingat! Nulis yang kamu suka, bukan yang orang lain suka ya."

"Siap, Kak." Gea mengangkat kedua jempolnya, pertanda bahwa ia benar-benar telah mengerti.

"Kak Uni gak mau nyoba?" tanya Gea mengarahkan perhatiannya kepadaku.

"Apaan?"

"Nulis."

Allahu akbar... Allahu akbar...

"Eh, udah azan. Ke masjid yuk!" ajak Kak Nunii.

"Kami halangan, Kak," jawab Gea.

"Oh gitu. Kakak duluan ya."

Taaruf dalam Doa || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang