Uni's Pov
Aku hanya diam menyimak percakapan para orang tua di rumah ini, bahkan Etta yang ada di sampingku ikut larut dalam perbincangan yang tidak kumengerti. Sementara lelaki yang kutahui namanya Ayyas sesaat yang lalu keluar entah kemana. Bukankah kami akan diperkenalkan dan membahas rencana perjodohan? Kenapa orang-orang di dalam rumah ini tak satu pun yang membahasnya? Justru larut mengenang masa-masa muda mereka. Apa cara perkenalannya memang hanya seperti itu tadi, setelah itu selesai?
Aku melirik jam tangan yang melekat di pergelangan kiriku, sudah lebih setengah jam mereka berbasa-basi dan sudah selama itu pula Kak Rehan belum menampakkan diri. Kak Rehan kemana sih? Dia tidak tahu saja kalau di sini aku sedang terjebak dalam kenangan masa muda para orang tua. Ini membuat aku bosan, sebenarnya aku hendak mengeluarkan ponselku tapi urung mengingat saat ini aku berada di rumah orang lain tentu segala sikapku akan menjadi penilaian mereka.
"Makan ki, Nak!" tegur Fung Mina sekali-kali bila melihatku tampak bosan seperti sekarang.
"Iyye, Fung."
Sesaat beliau pun kembali larut dalam kenangan masa muda, hingga suara salam memberhentikan mereka.
"Waalaikumussalam," kami menjawab salam hampir bersamaan.
"Baru balik, Rey?" tanya Etta saat melihat Kak Rehan muncul di ambang pintu.
"Iyye, Fung. Keliling ka sebentar liat-liat kawasan pondok."
Aku mendongak melihat Kak Rehan saat menjawab pertanyaan dari Etta. Apa katanya? Jalan-jalan? Isshh, enak banget ya jadi Kak Rehan bisa jalan-jalan. Terus aku? Terjebak di sini bersama kenangan para orang tua.
"Mari masuk, Nak!" ucap lelaki seumuran Etta yang sejak tadi sangat akrab dengannya, kemungkinan beliaulah sahabat Etta.
"Iyye, Fung."
Kak Rehan akhirnya masuk dan duduk di sebelah Etta, bersamaan dengan aku menunduk—kembali menatap jari kakiku yang terbungkus kaus kaki.
"Eh, Di. Kau juga baru balik?" suara lelaki tua yang menyuruh Kak Rehan masuk kembali terdengar dari luar.
"Iyye, Fung. Kutemani tadi Rehan jalan-jalan," jawab seseorang. Dari suaranya aku dapat menerka kalau itu laki-laki dan sepertinya tidak asing.
"Ayo masuk, Nak!" ajak lelaki tua itu.
Aku masih menatap kakiku yang kelihatannya lebih menarik dibanding mendengar ocehan-ocehan Etta dan teman-temannya, sampai suara lelaki tua itu kembali terdengar yang mana ucapannya membuat jantungku berdetak puluhan kali lipat dari biasanya.
"Ini dia, keponakanku yang ingin aku jodohkan dengan anakmu, Anwar."
Sontak saja kepalaku mendongak dan mengarah ke arah beliau dan sosok lelaki berdiri tepat di sampingnya yang katanya akan di jodohkan denganku.
Deg!
Debaran dadaku semakin menjadi-jadi, bahkan lebih gila saat aku berkenalan dengan Ayyas tadi.
Ya Allah!
Dia?
Aku seakan gak percaya!
Aku gak pernah menduga kalau sosok yang berdiri di sebelah lelaki tua itu dia.
Aku merasa seperti bermimpi.
Ini gila, tahu gak?
Apa memang aku gila? Sebab akhir-akhir ini aku sering kepikiran dia sih.
Makanya aku berhalusinasi kalau dia bakal jadi jodohku, padahal kan nyatanya enggak.
Namun sepertinya aku salah saat Etta menyebut namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taaruf dalam Doa || SELESAI
Teen FictionUni gak pernah tahu alasan ayahnya mengirim ia ke pondok. Pun dengan Radi, tak pernah tahu bahwa pertemuannya dengan seorang wanita di halte membawa pengaruh besar dalam hidupnya. Mereka hanya tahu bahwa apa yang diperintahkan adalah tugas yang haru...