Uni's Pov
Usai buka puasa dan cuci piring, aku ke ruang tamu beristirahat. Kulihat Gea yang duduk di seberang sofa tampak serius dengan bacaannya, aku meraih buku yang tergeletak bebas di atas meja. Itu adalah buku bacaan yang dipinjamkan Gea padaku yang belum juga tamat-tamat kubaca. Aku membuka buku itu dan melanjutkan bacaanku.
Sesaat kemudian, aku mendengar suara sesegukan. Aku menghentikan bacaanku, kulihat Gea sibuk menghapus air matanya.
"Kamu kenapa, Dik?"
Bukannya menjawab, Gea semakin sesegukan dan membuka halaman berikutnya dari buku yang ia baca.
Aku mengerutkan dahiku, heran melihatnya.
"Aku kasihan, Kak, sosok yang ia perjuangkan ternyata udah nikah," ucapnya kemudian.
"Eh? Maksudnya?" Aku semakin tak mengerti dengan ucapan Gea.
"Arrgghh, pokoknya ceritanya keren, Kak. Nanti kalau Gea selesai baca, Kakak wajib banget bacanya."
Aku pun mengerti, ternyata ia menangis gara-gara alur cerita dari buku itu. Kirain apaan.
"Boleh deh, nanti kalau buku ini selesai aku baca, Dik," aku memperlihatkan buku yang kubaca.
"Emang udah sampai mana, Kak?"
"Baru setengah sih, hehehe."
"Kirain udah selesai."
"Ya, belum sih. Habisnya tebal banget."
"Kalau Gea mah, tiga hari udah kelar itu mah."
"Itu mah kamu, Dik. Bukan Kakak."
Kami pun tertawa.
Tak lama kemudian, Fung Anna dan anak-anak lainnya sudah siap-siap berangkat ke masjid.
"Kalian jaga rumahnya," ucap Fung Anna seperti biasanya. Membuat aku dan Gea sudah hafal kalimat beliau saat sebelum berangkat ke masjid.
"Iyye, Fung," aku dan Gea hampir bersamaan.
Mereka pun berlalu menuju masjid, tinggallah aku dan Gea menikmati kesibukan masing-masing. Tapi tunggu dulu, sepertinya bukan hanya aku dan Gea yang tinggal di rumah deh.
"Kamu gak ke masjid, Dik?" tanyaku melihat Narti keluar membawa sisa menu buka puasa tadi dengan air minum.
"Enggak, Kak. Habis salat tadi, ternyata Narti halangan," jelasnya duduk di sampingku.
"Ohh." Aku melanjutkan bacaanku.
"Eh, Gea baca apa kok sampai nangis gitu?" tegur Narti melihat bekas air mata Gea.
"Filosofi Penantian karya Sri Wahyuni," aku yang menjawab.
"Kayaknya seru tuh, habis kamu baca pinjamin aku ya."
"Enak aja, udah dipinjam sama Kak Uni tahu," protes Gea menatap Narti kemudian melanjutkan bacaannya.
"Yaaa, gak apa-apa deh," kecewa Narti.
"Udah, nanti Nanrti yang pinjam. Bacaan Kakak masih banyak," ucapku menghibur Narti.
Seketika mata Narti berbinar, "Serius, Kak?"
Aku menganggukkan kepala.
"Ahh, terima kasih ya, Kak," girangnya hingga memelukku, aku pun membalas pelukannya.
"Kakak mau juga?" tawar Narti begitu melepas pelukannya.
Aku menggeleng, "Adik saja yang makan, Kakak masih kenyang," tolakku.
"Oh, iya, Kak." Narti melanjutkan makannya membiarkan kami terhanyut dalam bacaan masing-masing.
"Aku mau dong," tiba-tiba Gea berseru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taaruf dalam Doa || SELESAI
Teen FictionUni gak pernah tahu alasan ayahnya mengirim ia ke pondok. Pun dengan Radi, tak pernah tahu bahwa pertemuannya dengan seorang wanita di halte membawa pengaruh besar dalam hidupnya. Mereka hanya tahu bahwa apa yang diperintahkan adalah tugas yang haru...