Episode 8

360 47 0
                                    

Radi's Pov

Hari ini, sama seperti kemarin. Aku ke rumah Rehan, entahlah aku juga tidak tahu alasanku ke sini. Dari pada bosan tinggal di rumah Pak Irwan sendirian karena beliau sibuk di kantor bersama istrinya lebih baik aku ikut dengan Rehan ke rumahnya. Eh, maksudku rumah Fung Anwar (Rehan kan belum punya rumah).

"Kamu suka baca buku gak, Rad?" tanya Rehan sesaat kami belok masuk lorong.

"Kamu serius bertanya atau pura-pura, Rey?"

"Hahaha. Jadi masih suka kan ya?"

"Menurutmu?"

"Ah, kalau gitu kita ke kamar saja nanti. Di sana ada banyak buku."

"Wah, serius nih? Udah suka baca buku?"

Bukannya menjawab Rehan malah mempercepat langkahnya. Aku pun diam, meski masih berharap dia menjawab pertanyaanku. Karena setahuku, ia dulu tak suka membaca. Cara belajarnya pun berbeda dengan diriku, dia lebih banyak menggunakan pendengarannya ketimbang yang lainnya.

"Assalamualaikum," ucap kami hampir bersamaan.

Sedetik kemudian.

Namun tak ada yang menyahut dari dalam. Aku dan Rehan berpandangan.

"Sepertinya Fung Anwar belum balik," ucapnya.

"Oh."

"Ayo, masuk!" ajak Rehan langsung berjalan masuk ke sebuah kamar. Aku mengikutinya tanpa memperhatikan dengan jeli.

"Kalau kamu mau baca, kamu bisa pilih-pilih di rak tiap sisi kamar. Aku mau rebahan dulu," ucap Rehan merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Aku mengitari pandanganku ke segala arah, melihat-lihat setiap sudut kamar. Benar kata Rehan, setiap sisi kamar ini berisi rak-rak buku. Sesaat aku tertegun, kamar ini tidak menggambarkan diri Rehan dengan kata lain kamar ini tidak mencerminkan diri Rehan. Kamar ini cocoknya dimiliki oleh seorang perempuan. Seketika aku balik ke arah Rehan setelah menyadari sesuatu.

"Ini bukan kamarmu, kan?"

"Yang bilang kamarku siapa, Rad?" tanya balik Rehan setelah mengubah posisinya dari tengkurap menjadi telentang.

"Coba pikir lagi deh, aku bilang kita ke kamar saja nanti bukan ke kamarku, kan?"

"Iya sih, tapi ini kan kamar perempuan, Rad. Jangan-jangan kamar sepupumu lagi."

"Ya, emang apa salahnya sih? Tiap aku bermalam juga tidurnya di sini, kecuali kalau ada adik sepupuku baru deh gak tidur di sini."

"Emang gak masalah gitu?"

"Yang punya kamar saja gak masalah."

"Udah, di sini mah aman. Gak usah mikir yang gimana-gimana, fotonya aja gak ada, Rad."

"Iya sih."

"Udah, kalau mau baca pilih sana buku yang menurutmu bagus. Kalau gak, ya ngulangin aja hafalanmu atau rebahan sini. Aku mau tidur dulu. Dah!"

Aku menghela napas, tak butuh waktu lama untuk membuat Rehan terpejam. Aku duduk di tepi kasur, memperhatikan kembali isi kamar ini. Benar kata Rehan, di sini gak ada foto sepupunya, lemari pakaian pun gak ada. Hanya berisi rak-rak buku yang berjajaran di tiap sisi kamar dan sebuah meja belajar.

Aku beranjak ke salah satu rak yang ada di depanku, membaca setiap judul bukunya. Kalau aku tidak salah, sepupu Rehan ini sangat menyenangi sastra. Terbukti dari jenis buku-buku yang beberapa kubaca ini adalah novel dan puisi, sebuah kesenangan yang banding terbalik denganku.

Harus kuakui, aku memang tidak menyukai jenis bacaan sastra. Bagiku, sastra itu hanyalah fiksi, omong kosong belaka, cerita atau tulisan yang dikarang-karang oleh penulisnya dan tentu saja tidak bermanfaat sama sekali, hanya membuang-buang waktu.

Taaruf dalam Doa || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang