Reason to Stay - Kate Vogel
Malam sabtu, aku tidak beranjak sama sekali dari tempat tidur. Di luar, rintik hujan membuat isi kamarku setidaknya sejuk tanpa pendingin ruangan.
Indy menghubungiku beberapa kali-- mengajakku mendatangi bazar SASE. Namun sayangnya tidak bisa kuhadiri karena beberapa alasan.
Apa karena perasaanku yang labil saja, di saat seperti ini aku ingin mengirimkan Adimas pesan. Menanyai kabar bundanya, atau apa dia sendiri masih berada di rumah sakit? Atau bahkan apa kini dia sedang mendatangi bazar kegiatan sekolah?
Adimas sama sekali tidak aktif di media sosialnya. Menonton beberapa aktivitas teman-teman kelasku di Instagram Story, tak kutemukan sosok Adimas. Dan Indy pun memberitahuku memang Adimas tidak bisa hadir karena harus menemani bundanya yang masih di rumah sakit.
Dan keesokan harinya, tim LKBB anak laki-laki itu akan mengikuti perlombaan tahunan mereka.
Adel:
Dim, lo masih di rs?○●○
Aku bergegas mengenakkan hoodie-ku dan beranjak keluar kamar dengan terburu-buru.
"Mau ke mana?"
"Luar, cepet kok."
"Luar mana?" Tanyanya membuatku sebal sendiri pada kakak perempuanku ini.
"Kalau ayah ibu nanyain, aku di komplek kok. Nanti aku text deh, assalamualaikum!"
Aku mengenakkan sendalku asal entah mungkin warna yang tertukar, atau ukuran yang berbeda sebelah.
Adimas sudah menungguku.
Aku berlari sebisa mungkin kala sudah lelah, memilih jalan dengan langkah panjang menuju anak laki-laki itu berada.
"Dim!" Panggilku pelan memastikan dari kejauhan.
Anak laki-laki itu membalikkan badan untuk melihatku.
Aku mendekat dengan sedikit canggung. Akhirnya ... yang kuharapkan terjadi.
Adimas berdiri, menungguku di depan pagar rumah yang telah ia tinggalkan empat tahun lebih usai kepindahannya.
"Hei ... gimana kabar nyokap lo?"
Adimas tidak menjawabku anak laki-laki itu hanya mengangguk menjawab dalam isyarat ragu untuk berkata bahwa bundanya baik-baik saja.
"Lo gak datengin bazar?" Anak laki-laki itu menggeleng.
"Terus yang jagain nyokap lo?"
Adimas menghela napasnya berat dan begitu lelah kala menghembuskannya. "Nenek gue."
"Del...." Kalimat anak laki-laki itu terpotong.
"Bunda gue ... gue gak tau sampai kapan bunda gue bisa bertahan," ungkapnya.
Dan saat itu pun aku melihat jelas Adimas menangis. Anak laki-laki itu terduduk di bangku kayu usang depan rumah-- menangkup wajahnya dengan tubuh membungkuk. Punggungnya gemetar menahan suara tangisannya.
Hatiku tergerak untuk mendekati anak laki-laki itu. Rasanya jantungku celos begitu saja terbukti dengan degupan jantung merespon kalimat Adimas.
![](https://img.wattpad.com/cover/192137960-288-k514921.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bully and The Victim
Teen FictionAda takdir yang mampu diubah oleh manusia, usaha untuk memperbaiki dirinya dan yang diimpikannya. Bagaimana ketika dulu ia yang terburuk kini menjadi yang terbaik. Bagaimana ketika mimpinya yang cerah tak secerah milikmu. Dan bagaimana ketika ia...