Empang sekolah sudah menjadi tempat sakral lebih tepatnya peresmian bertambahnya umur bagi yang naasnya berulang tahun di hari sekolah. Ditambah lagi bentukan empang yang belum dicampuri dengan bahan bangunan-- sehingga masih nyata keautentikannya.
Lumpur di dasarnya, air empang yang berlumut mengotori seluruh badan Adimas dari kepala hingga kaki yang resmi menginjak umur 17 tahun pada tanggal 17 Februari ini.
Kami sontak heboh dan menjadi tontonan baik adik kelas ataupun seangkatan yang kebetulan letak kelasnya tak jauh dari area rencana pembuatan kolam ikan ternak sekolah itu, di akhir jam sekolah.
Gelak tawa serta sorotan kamera untuk diunggah di sosial media, membuat kami semua terpingkal-pingkal karena pada akhirnya Adimas berhasil diceburkan di air yang kotor tersebut. Awalnya Adimas amat susah dikelabui dengan berbagai alasan agar ia terperangkap. Alhasil, kami semua mengambil jalan pintas, menariknya paksa.
"KABUR WEH!"
Karena paham aba-aba tersebut, aku juga ikut-ikuttan berlari meninggalkan daerah belakang sekolah menyusul yang lain.
Tidak sadarnya saja, Indy yang sudah meneriakiku dari jarak 5 meter lebih entah apa maksudnya ..., akhirnya sontak kutolehkan kepala ke belakang sebab melihat kode tangan Indy yang menunjuk-nunjuk ke arah belakangku.
"Mau ke mana hah?"
Aku terkejut bukan main. Aku memelas seketika saat ternyata Adimas menangkapku dengan tangannya yang sudah dicemari air empang yang kotor. "Aaaaaa!" Aku mencoba melepas tangan Adimas yang tak mau membiarkanku pergi.
Anak laki-laki itu ternyata memegang segumpal dasar air empang lalu ditimpuknya tepat di pucuk kepalaku.
Bukannya yang lain menolongku, teman-teman kelasku semua menertawaiku sepuas-puasnya dari jauh. Bukan lagi wajah Adimas yang akan diekspos mereka di akun sosial media, aku pun terikut secara tidak sengaja karena ulah si yang berulang tahun ini.
"Rambut gueeeee." Aku memegang gumpalan lumpur itu spontan dan saat Adimas melepasku dan mencoba mengejar yang lain, kulemparkan ke arahnya namun meleset karena kesal.
Adimas menertawaiku sejadi-jadinya. Ia meremas perut seperti sudah kehabisan napas tak kuasa melihat wajah kesal dan konyolku mungkin.
Aku tidak marah hanya tidak terima saja mengapa harus aku yang kena sasaran awal Adimas.
"Muka lo....," katanya dan kembali tertawa sembari menggeleng kepala lucu.
"Dasar mantan swasta," ejeknya.
"Hah maksud lo?"
"Di sekolah lo dulu gak ada yang kayak gini ya?" Adimas mendekatiku menoleh ke belakang, kamera ponsel teman-teman kami masih merekam kejadian. "Asik di sini kan?" Adimas tersenyum seusai lelah menertawaiku.
Aku berdecak. "Baju guee ... rambut gue," komentarku tak menghiraukan ucapannya barusan.
Adimas kembali tertawa. Di kantung celananya yang basah, ia merogoh sesuatu dan memberikannya ke tanganku. "Nih ambil."
"Heh apaan. Lumpur ini woy."
"Iya tau. Bantu gue tangkep yang lain. Kalau perlu seret aja juga ke empang yang tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bully and The Victim
Teen FictionAda takdir yang mampu diubah oleh manusia, usaha untuk memperbaiki dirinya dan yang diimpikannya. Bagaimana ketika dulu ia yang terburuk kini menjadi yang terbaik. Bagaimana ketika mimpinya yang cerah tak secerah milikmu. Dan bagaimana ketika ia...