"Bye," ucapku pada Delina saat hendak beranjak turun dari mobil.
"Del!" Indy buru-buru mendekat lantas mengalungkan lengannya pada lengan kananku saat tak sengaja kami datang secara bersamaan.
"Lo udah catet pr MTK?"
"Gak wajib sih ... tapi ngantisipasi?" Kami terkekeh. Aku ingat betul yang disampaikan Indy. Tak benar tahu bahkan belum mendengar desas-desus kejamnya guru Matematika Minat dari mulut Indy, aku setidaknya mengikuti arus untuk membiasakan diri.
"Mantul."
Memasuki gerbang sekolah, Indy pun menegur seseorang yang membuatku menolehkan wajah ke subjek yang ia maksud, "Dimas!"
Napasku tercekat entah kenapa. Menahannya beberapa detik dengan mata yang tak lepas tertuju pada sosok Adimas pagi ini.
Anak-anak murid yang berlalu seperti kami mayoritasnya menoleh, menyoroti kedatangan Purna Paskibraka Nasional itu.
Adimas menuju sekolah dengan sepeda gunungnya. Terpikat akan gelagat Adimas, aku menarik senyum tipis merespon.
Anak laki-laki itu menuntun sepedanya seraya memberi senyum pada Indy sebagai balasan sapaan. Satpam sekolah menegur Adimas layaknya mereka sudah berkawan lama.
Beberapa adik kelas yang kuasumsikan, mencuri pandangan pada Adimas. Dua hingga mereka yang berombongan, terkikik lebih tepatnya menceritakan kakak kelasnya itu begitu senang. Sosok Adimas memang begitu menarik dan ternyata menjadi yang diidamkam.
Usai memarkirkan sepeda di parkiran motor, tanpa menoleh ke belakang pun aku tahu Adimas mengikuti kami sebab kelas kami yang sama.
Kami berjalan dengan posisi jarak yang tidak jauh namun rasanya Adimas memandang punggungku.
"Dim," panggil Indy seketika sembari menoleh ke belakang. "Kalian kapan lomba?"
"Bulan Februari tanggal 10," jawabnya.
Aku yang menjadi pendengar tanpa berbalik pun, rasa canggung merayapi sekujur tubuhku. Jangan pernah asumsikan aku jika aku adalah anak yang pendiam. Tidak sama sekali. Aku bahkan sosok yang memiliki kepribadian penuh semangat dan ceria sama seperti Indy. Namun, sebagai murid yang belum bersekolah hingga seminggu penuh, membuat sosok asli diriku belum mau dinampakkan.
Aku enggan meledak-ledak hingga akhirnya teman-teman baruku berkata, "kita ngirain lo anaknya pendiem eh tenyata lo cerewet juga."
Banyak hal yang membuatku kecewa termasuk pertemanan. Aku belajar untuk tidak menilai siapapun baik dengan seketika. Sebab dahulunya, aku selalu keliru tentang orang-orang. Yang kuanggap baik ternyata tidak baik. Yang kuanggap tidak baik sesungguhnya baik.
Dan semua itu berawal dari cover, luar mereka.
Untuk Indy, aku menerimanya. Dia anak yang baik dan cocok untukku saat ini.
"Kalian mau parade, kan?"
"Iya mingdep. Nontonin kita lah."
Tak kulihat bagaimana Adimas mengekspresikan wajahnya namun anak itu menjawab, "nuntun jalan santai doang."
"Yah ikut jalan santainya juga lah."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bully and The Victim
Novela JuvenilAda takdir yang mampu diubah oleh manusia, usaha untuk memperbaiki dirinya dan yang diimpikannya. Bagaimana ketika dulu ia yang terburuk kini menjadi yang terbaik. Bagaimana ketika mimpinya yang cerah tak secerah milikmu. Dan bagaimana ketika ia...