Prilly tak henti-hentinya berdecak kesal karena Ali masih saja menertawakan kebodohannya tadi. Demi Tuhan, dia sama sekali tidak mengira jika kalung yang tunjukkan adalah berlian bukan emas putih seperti tebakannya.Ck! Sekarang rasanya Prilly sedikit menyesal karena selama ini dia begitu malas mengikuti Maminya yang sangat hobi berburu berlian.
Jika dia tidak abai minimal dia tahu perbedaan antara berlian dan emas putih.
Astaga! Tadi itu benar-benar memalukan bahkan karyawan toko saja diam-diam menertawakan kebodohannya.
Menyebalkan!
"Udah jangan manyun terus! Mas nggak akan ketawa lagi kok. Lagian seharusnya Mas sedih karena nggak sanggup beli emas putih yang kamu tunjuk tadi." Tidak tertawa tapi masih saja menyindirnya.
Prilly kembali mendengus pelan namun pegangannya mengerat pada tangan Ali. Bergandengan tangan sudah seperti hal biasa bagi mereka tidak ada lagi kecanggungan.
"Makan yok!" Ajak Ali menunjuk sebuah restoran yang ada di sebelah kiri mereka.
Prilly pasrah saja ketika Ali menariknya memasuki restoran. Ali memesan nasi putih dengan sup iga sedangkan Prilly memilih es krim saja.
"Kok cuma es krim? Nggak makan?"Tanya Ali ketika pelayannya pergi. "Udah makan di rumah lagian ini belum jam makan siang juga." sahutnya menatap Ali.
Ali mengangguk. "Mas nggak sempat sarapan pagi tadi makanya udah lapar."
"Serius? Tapi Mas kan emang makannya banyak kan?"
"Kok tau?"
Prilly tertawa pelan, jangan bayangkan wajah Ali ketika mengatakan itu tersipu-sipu seperti orang yang biasa ingin digombalin karena wajah Ali biasa saja bahkan terlihat kebingungan.
"Ya kan semalam liat pas Mas makan nasi uduknya."jawab Prilly dengan tawanya yang terdengar renyah di telinga Ali.
Ali ikut tertawa, dia sedikit salah tingkah hingga tanpa sadar tangannya terangkat menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Maklum aja Mas kerjanya di sawah, panas-panas jadi harus makan banyak biar bertenaga."
"Nggak apa-apa kok. Lagian aku suka sama cowok yang makannya banyak." Sahut Prilly begitu saja tanpa bermaksud apapun namun entah kenapa Ali malah tersenyum lebar ketika mendengarnya.
"Benarkah?"Tanyanya memastikan.
Dan ketika melihat Prilly menganggukkan kepalanya senyum Ali semakin lebar saja.
Prilly dan Ali duduk berhadapan. Belanjaan Ali sengaja ditaruh di kursi sampingnya. "Menurut kamu Ibu bakal suka nggak sama kalungnya?" Ali bertanya supaya mereka ada bahan omongan untuk berbicara, entahlah Ali ingin merekam suara lembut Prilly sebelum mereka berpisah dan kembali ke tempat mereka masing-masing.
Mengingat dirinya akan kembali ke kampung entah kenapa tiba-tiba mood Ali memburuk. Jika diberi pilihan dia akan mengajak Prilly ikut serta dengannya. Jangan tanya kenapa karena itu murni keinginan hatinya.
"Pastilah. Kalungnya cantik terus mewah gitu. Pasti Ibunya Mas suka."
"Begitu ya?" Ali tidak perduli dengan kalung, dia hanya ingin melihat berbagai ekspresi yang terlihat di wajah Prilly.
Prilly memiliki kebiasaan jika berbicara ekspresi wajahnya selalu berubah-ubah, kadang ketika menganggukkan kepalanya maka bibirnya ikut mengerucut bukannya terlihat jelek justru gadis itu semakin terlihat cantik dan begitu menarik.
Prilly kembali menganggukkan kepalanya menjawab keraguan Ali. Tangan Prilly terangkat untuk mengikat rambutnya. Prilly mengumpulkan semua helaian rambutnya dalam satu genggamannya sebelum dia angkat tinggi-tinggi lalu dia ikat dengan karet yang selalu dia bawa di dalam tasnya.
Dan semua kegiatan Prilly itu tidak luput dari tatapan Ali. Prilly terlihat semakin cantik setelah mencepol rambutnya.
Ternyata benar kata orang wanita terlihat begitu cantik dan seksi ketika mengikat rambutnya dan Ali membuktikan semua itu hari ini. Prilly luar biasa cantik ketika mengikat rambutnya.
Dan kini Ali mulai salah tingkah ketika matanya tanpa sengaja menatap leher jenjang Prilly yang putih mulus.
Berdehem beberapa kali Ali mati-matian berusaha memfokuskan dirinya. Dan sialan! Sekali lagi matanya kembali melirik leher Prilly dan seketika Ali merasa sesak. Sialan!
"Mas kenapa?" Prilly menatap heran Ali yang terlihat seperti orang gelisah. Ali tersenyum sedikit kikuk. "Nggak apa-apa cuma gerah aja. Iya Mas gerah banget." Katanya sambil mengibaskan kerah bajunya.
Prilly mengerutkan keningnya. "Di sini kan ruangannya full ac masak gerah sih Mas?"
Ali tersenyum masam. Dia kehabisan ide dan tanpa sengaja matanya kembali melirik kearah Prilly, gadis itu luar biasa manis dan Ali akui gadis mungil ini benar-benar cantik.
Tapi walaupun dia tidak menolak untuk menikmati kemulusan kulit leher dan bahu Prilly yang terbuka namun ada bagian dari hatinya yang tidak terima ketika matanya tanpa sengaja melirik sekumpulan pria yang sedang menaruh perhatian pada Prilly.
"Kamu nggak kedinginan?"
Prilly kembali mengerutkan keningnya, perasaan tadi Ali bilangnya kegerahan masak sekarang malah menanyai dirinya kedinginan? Ini lagi mau bahas suhu ruangan atau apa?
"Nggak kok Mas. Biasa aja." Jawab Prilly sekenanya. Toh dia memang tidak kedinginan malahan suhu disini bisa dikatakan adem bukan dingin. Cocok lah untuk mengimbangi panasnya matahari di luar sana.
Ali melirik jam di pergelangan tangannya hampir jam 11 siang. Dan kenapa pesanannya lama sekali di antar?
Ali berusaha tenang, toh Prilly nyaman-nyaman saja memakai baju yang menurut Ali sedikit terbuka itu jadi kenapa harus dirinya yang repot begini?
Prilly menatap ke sekeliling restoran. Dia benar-benar suka dengan suasana restoran ini. "Oh ya Mas. Mas kapan balik kampungnya?"
Ali menoleh memusatkan perhatiannya pada Prilly. "Kemungkinan beberapa hari ke depan kenapa Dek?"
Prilly menggeleng pelan. "Nggak cuma nanya aja. Kirain Mas balik besok."
"Enggak. Ya anggap aja Mas lagi liburan karena begitu pulang nanti sawah udah nunggu Mas jadi langsung kerja deh." kata Ali setengah bercanda.
Prilly tersenyum lebar. "Wah, jadi pengen liat Mas panen padi." seru Prilly heboh.
"Ya udah ikut Mas aja kalau nggak." Ali memang bercanda tapi jika Prilly ingin ikut dia tidak keberatan untuk mengajak gadis ini bersamanya.
Prilly mengerucutkan bibirnya. "Mau sih Mas tapi kuliahnya belum libur. Lagian aku juga lagi nyusun TA jadi nggak mungkin ajuin cuti." Katanya dengan raut wajah sendu.
Ali tertawa tangannya terulur untuk mengacak-acak rambut Prilly. "Nggak apa-apa. Nanti kalau kamu udah libur Mas jemput kamu, oke?"
Prilly langsung berbinar menatap Ali penuh semangat. "Janji ya Mas?" Prilly mengangsurkan jari kelingkingnya ke depan Ali.
Ali kembali tertawa namun tangannya tetap bergerak mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Prilly yang begitu mungil ketika disandingkan dengan jarinya.
"Mas udah janji! Dan janji harus ditepatin." Kata Prilly sambil menggoyang-goyangkan belitan jari kelingking mereka.
Ali mengangguk tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya. "Pasti. Kalau ada umur panjang Mas pasti kembali dan jemput kamu."
Baik Prilly maupun Ali mereka sama-sama belum menyadari jika arti kata 'kembali' dan 'jemput' bisa memiliki makna lain..
*****