Prilly terbangun dengan mata bengkak dan wajah sembabnya. Dia tidak perduli jika Ibu Ali menganggapnya malas toh dia hanya tamu di sini. Menumpang untuk beberapa hari sebelum kembali ke asalnya.Prilly sudah memutuskan akan kembali ke kota dalam beberapa hari ke depan, paling tidak nanti dia bisa lebih gampang mencari alasan jika Kakaknya bertanya kenapa dia begitu cepat kembali dan tentu saja tanpa Ali.
Prilly sudah tidak berniat mengajak Ali. Hatinya terlanjur sakit, tidak diakui sebagai istri? Lelucon macam apa itu?
Jika dia bukan istri Ali lalu kenapa pria itu lancang menyentuh dirinya? Apa pria itu mendadak lupa dengan malam-malam panas yang mereka lalui tidak hanya malam siang juga pernah beberapa ronde kala itu.
Ouh! Kenapa dia jadi membahas itu?
Prilly buru-buru menggelengkan kepalanya. Kenapa dia bisa memikirkan hal semesum itu di saat seperti ini.
Prilly beranjak dari ranjang lalu turun untuk memungut ponselnya yang tergeletak tak berdaya di dekat pintu kamar mandi. Mengabaikan semua panggilan dan pesan masuk dari suaminya, Prilly memilih menghubungi Kakaknya.
Prilly bercakap sebentar dengan Kakaknya, mengajari dirinya sudah tiba namun semalam dia terlalu lelah jadi tidak ingat untuk memberi kabar.
"Dasar kamu kalau sudah sama Ali, Kakak pasti kamu lupain kan?"
Prilly tersenyum masam ketika mendengar candaan Kakaknya, jika saja Linda tahu apa yang kemarin dia alami mungkin sebelum makan siang Kakaknya sudah tiba di sini untuk menjemputnya.
Tenang saja, dia bukan anak kecil jadi dia tidak akan mengadu apalagi perihal rahasia pribadi dirinya dan Ali.
"Sudah ya Kak. Aku mau mandi dulu. Nanti siang aku telfon lagi ya Kak."
Setelah memutuskan sambungan telfon Prilly kembali menangis dalam diam. Sampai tiba-tiba dia mendengar ketukan pada pintu kamarnya.
Dengan cepat Prilly beranjak dari kasur menghapus air mata yang membasahi wajahnya sebelum membukakan pintu kamarnya.
Semoga saja bukan ibu Ali yang mengetuk pintu kamarnya. Bisa gawat kalau dia sampai di bangunkan oleh Ibu Ali. Prilly melirik jam di atas meja rias di dalam kamar ini, baru pukul 7 pagi berarti dirinya belum kesiangan.
Prilly merapikan cepolan rambutnya sebelum membuka pintu kamarnya. Prilly menarik sedikit sudut bibirnya agar terlihat ramah dengan senyuman kecil itu.
Namun seketika senyuman itu luntur saat melihat siapa yang berdiri di depan pintu kamarnya. Prilly ingin menutup kembali pintu kamarnya namun Ali terlebih dahulu menahannya.
Namun Prilly tak mau kalah dia terus mendorong pintu kamarnya agar tidak terbuka.
"Sayang maafin Mas."
Prilly tidak menghiraukan permintaan maaf Ali. "Pergi! Jangan ganggu aku!"
Ali benar-benar terkejut dengan reaksi Prilly padanya. "Sayang izinkan Mas masuk lalu kita bicarakan semuanya secara baik-baik." Ali kembali memohon.
Prilly menaikan pandangannya lalu menatap Ali dengan pandangan mencela. "Aku tidak terbiasa membiarkan orang asing memasuki area pribadiku. Meskipun ini rumahmu tapi kamar ini dalam beberapa hari ke depan adalah area pribadiku. Dan aku benar-benar tidak akan mengizinkan siapapun memasukinya termasuk kamu."
Ali menelan ludah kasar, dia tidak menyangka Prilly akan semarah ini. Mereka masih saling mendorong daun pintu sampai akhirnya Prilly lelah dengan kasar dia menghardik Ali. "Pergi! Sebelum aku berteriak meminta tolong karena kamu sudah menganggu teman dari adikmu! Apa kamu tidak malu jika Ibumu melihat apa yang kamu lakukan sekarang?"