Sejak Ali memperkenalkan dirinya sebagai teman Aldo dan Clara, wanita yang sama sekali tidak dikenali olehnya Prilly memilih diam. Bahkan sejak makan malam berlangsung Prilly sama sekali tidak menatap Ali.Dia tahu beberapa kali Ali terlihat mencuri pandang kearahnya. Namun Prilly lebih memilih menekuni nasi dan perkedel dalam piringnya. Dia kehilangan selera makan bahkan menelan saja dia mulai kesusahan. Dadanya terasa sesak dan air matanya mulai berkumpul di sudut matanya.
Prilly tidak ingin menangis di hadapan keluarga Ali. Nanti, dia akan meluapkan semuanya ketika dia tiba di kamarnya.
Kamar tamu. Benar Prilly menempati kamar tamu karena dia di sini memang tamu bukan istri Ali.
Dadanya kembali terasa sakit namun dia enggan mengatakan apapun bahkan ketika Ali dengan basa-basi mengajaknya bicara, Prilly hanya menjawab 'iya' dan 'tidak' saja sejak tadi.
Sebenarnya tidak hanya Aldo yang merasakan keanehan antara Ali dan Prilly, Kenanga juga merasakan hal yang sama terlebih ketika melihat Ali begitu perduli pada gadis kota yang diperkenalkan Ali sebagai temannya dan Clara, padahal dirinya ataupun Clara mereka sama-sama tidak mengenal gadis itu?
Ali mengusap wajahnya dengan kasar. Demi Tuhan dia tidak bermaksud menyakiti istrinya. Tapi dia takut kalau Ibunya drop jika mendapatkan kabar bertubi-tubi dari kedua putranya terlebih ketika dirinya sudah satu bulan meninggalkan Ibunya dikampung. Dan sialannya! Kenapa dia malah memilih menyakiti istrinya dari pada memikirkan cara lain.
Dasar bodoh!
Prilly memilih tempat di ujung meja makan supaya tidak berdekatan dengan Ali, alasannya dia sedang tidak fit jadi dia menjauh supaya penyakitnya tidak menular pada yang lain.
Ali tahu itu hanya omong kosong istrinya supaya bisa menghindari dirinya. Sejak tadi Prilly benar-benar mengabaikan keberadaan dirinya dan itu membuat Ali benar-benar frustasi.
"Maaf saya sudah selesai. Terima kasih hidangannya Tante. Semuanya saya ke kamar duluan. Permisi." Prilly pergi begitu setelah menyapa semuanya kecuali Ali. Prilly bahkan enggan menatap mata suaminya.
Hatinya benar-benar sakit sekali ketika dengan entengnya Ali menyebut dirinya temannya Clara dan itu artinya di depan sang Ibu Ali berlagak tidak mengenal dirinya bukan? Maka Prilly-pun akan berlaku sama. Dia akan menganggap keberadaan Ali hanya sebagai makhluk tak kasat mata.
Dengan cepat Prilly berjalan menuju kamar tamu di mana dia akan tidur malam ini. Prilly segera masuk ke dalam kamar lalu mengunci pintunya dari dalam.
Dia tidak perduli dengan pemikiran orang rumah ini toh ini bukan rumahnya. Dia hanya orang asing bahkan Ali suaminya sendiri menganggap dirinya orang lain di sini.
Prilly mendudukkan tubuh lemahnya di atas ranjang. Dia tidak menyangka kebahagiaan dirinya dan Ali hanya berlangsung satu minggu. Bahkan dalam hitungan jam Ali bisa menyakiti dirinya sesakit ini.
Prilly mengigit bibirnya kuat-kuat menahan gejolak di dadanya, dia sudah berjanji tidak akan menangis lagi bukan? Tapi, perlahan air mata Prilly menetes lama-lama isakannya mulai terdengar meskipun pelan namun setiap tetes air matanya yang meluncur dari pipinya sudah menunjukkan seberapa sakitnya Prilly saat ini.
Drtt...drttt...
Prilly meraih ponselnya yang tercampak di atas kasur. Menghapus air matanya sebelum melihat siapa yang menghubungi dirinya malam-malam begini, dia takut itu Kakaknya yang menelepon hingga sekuat tenaga Prilly menahan tangisannya.
Namun ketika melihat nama Ali terpampang di sana, isak tangisnya yang sempat terhenti kini terdengar lagi bahkan Prilly sampai harus menutup wajahnya dengan bantal supaya suara tangisannya tidak terdengar keluar.
Prilly membiarkan ponselnya berdering tanpa berniat untuk menjawab telfon dari Ali. Suara deringan telfonnya terus mengalun hingga akhirnya Prilly memilih meringkuk di ranjang dan melemparkan ponselnya secara asal.
Prilly memejamkan mata deringan ponselnya yang tak kunjung berhenti membuatnya semakin cepat terlelap.
Dia ingin tidur dan semoga yang terjadi hari ini adalah mimpi.**
Ali mondar-mandir di dalam kamarnya dengan ponsel menempel di telinga kanannya. Sial! Sudah hampir 100 kali dia menghubungi Prilly namun tak satu kalipun Prilly menjawab panggilan dirinya.
Ali mengacak-acak rambutnya yang sudah terlihat sangat berantakan. Sejak Prilly meninggalkan meja makan tanpa menyentuh makanan dalam piringnya dia sudah khawatir dan sekarang dia tidak bisa menerobos masuk kedalam kamar tamu di mana istrinya berada.
Ali tersenyum miris, inikah kebahagiaan yang dia janjikan pada Prilly? Inikah kebahagiaan yang dengan sombongnya dia umbar pada Linda sewaktu dia melamar Prilly dulu?
Brengsek!
Ali sadar dirinya tak lebih daripada seorang bajingan saat ini. Masih jelas di ingatannya ketika Prilly menatapnya dengan pandangan terluka saat mulut lancangnya memperkenalkan Prilly sebagai teman Aldo dan Clara bukan sebagai istrinya.
Ali benar-benar tidak enak hati sejak tadi. Tapi ini semua dia lakukan demi Ibunya. Menurut Mang Doni, kesehatan Ibunya akhir-akhir ini kurang baik jadi dia memilih aman. Dia tidak mau Ibunya kenapa-napa.
Tapi dia akui tindakannya kali ini lebih luar biasa bodoh lagi.
Ali kembali mengusap wajahnya dengan kasar. Dia ingin masalah ini cepat selesai dan besok Aldo harus menceritakan semuanya pada Ibu mereka lalu setelahnya giliran dirinya yang akan membuat pengakuan tentang hubungannya dengan Prilly yang sudah sah menjadi suami-istri.
Ali beranjak membongkar tasnya, dia ingin melihat buku nikahnya dengan Prilly. Setidaknya buku itu bisa sedikit menguatkan dirinya.
Dan seketika kesadaran kembali menghantam dirinya, dia ingat tadi buku nikah miliknya dia serahkan pada Prilly supaya Ibu nya tidak tahu dan sekarang dia semakin yakin kalau Prilly akan semakin membencinya.
"Auh brengsek!"
Ali nyaris menghantamkan tinjunya pada dinding kamar. Dia benar-benar bego luar biasa bego hari ini.
Ali kembali melangkahkan kakinya mondar-mandir di dalam kamar sambil mengacak-acak rambutnya yang sudah semakin kusut dan semrawut.
Tapi Ali tidak perduli yang dia perdulikan adalah istrinya. Demi Tuhan dia sudah sangat merindukan istri mungilnya itu.
Mengusap wajahnya kasar Ali menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Pandangannya menerawang menatap langit-langit kamarnya. Dia tidak menyangka cobaan untuk pernikahannya akan datang secepat ini.
"Sayang maafin Mas. Mas bersalah dan Mas akui itu tapi Mas mohon jangan benci sama Mas. Mas nggak bisa kalau nggak ada kamu." Bisik Ali merana, bahkan kedua sudut matanya meneteskan air mata tanpa di sadari olehnya.
Dan untuk pertama kalinya Ali benar-benar menyesal kembali ke kampung halamannya ini. Jika di rumah Prilly mungkin saat ini dia sedang bermanja dengan istrinya bukan seperti ini.
"Kamu bisa tidur nggak peluk Mas malam ini Sayang?" Hanya dentingan jarum jam yang menjawab pertanyaan Ali.
"Mas nggak bisa tidur tanpa mencium aroma manis kamu. Maafin Mas Sayang. Maaf.."
Permintaan maaf Ali hanya di dengar oleh ranjang dan dinding kamarnya. Entahlah, jika Prilly memaafkan dirinya itu keberuntungan untuk Ali tapi jika tidak...
Entahlah..
******
Promo 100k 3 pdf nya hanya berlaku sampai jam 5 sore yaa..
Yg berminat silahkan chat ke wa 081321817808.
Yang mau ikut promo cerita ini juga masih bisa yaa, InsyaAllah target ceritanya ready awal bulan.
Doakan semuanya membaik, semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah..
Tetap stay dirumah yaa.. Kita sama-sama menjaga..
![](https://img.wattpad.com/cover/205830174-288-k547489.jpg)