Bab 4

3.9K 396 17
                                    


Setelah menempuh perjalanan hampir 5 jam akhirnya Ali tiba di kota namun dia tidak perlu repot-repot mencari angkutan lagi untuk ke rumah Aldo karena mobil angkutan yang ditumpanginya bersedia mengantarkan langsung ke alamat yang dituju Ali.

"Terima kasih banyak ya Pak. Kalau saya pulang nanti saya hubungi Bapak lagi."Kata Ali setelah menurunkan tasnya. Kini dia berdiri tepat di depan gerbang rumah Aldo maksudnya Aldo tempati sedangkan sertifikat rumah ini atas nama dirinya.

Ali membeli rumah ini karena permintaan Ibunya. Kata Ibunya kasihan Aldo jika harus ngekost lebih baik beli rumah sendiri dan disinilah rumah yang dipilihkan oleh Ibunya.

Rumah minimalis dua lantai yang terletak dikawasan elit hingga tidak heran Ali sampai harus mengeluarkan uang lebih dari 1 Milyar ketika membeli rumah ini dulunya.

Ali membuka pintu gerbang tanpa perlu menyapa siapapun karena rumah ini tidak memiliki satpam karena penjagaan di depan ketika memasuki area komplek rumah ini sangat ketat. Jika tidak memiliki kepentingan atau dikenali oleh mereka yang memang tinggal di komplek ini maka harus siap melewati prosedur khusus yang ditetapkan untuk mengantisipasi adanya hal-hal yang tidak diinginkan.

Dan Ali benar-benar menyukai sistem keamanan yang diterapkan di komplek ini.

Ali menutup kembali pintu gerbang setelah memasuki pekarangan rumah Aldo.

Rumah besar itu terlihat sepi seperti tidak berpenghuni. Ali menghela nafasnya. Memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa sakit.

Kenakalan Aldo benar-benar membuat darahnya mendidih. Ali nyaris memecahkan kaca jendela jika tidak mengingat ini di mana dia berada.

Menghela nafas Ali melangkahkan kakinya menyusuri tangga teras di mana terdapat benda keramat wanita yang membuat kepala Ali berdenyut.

Benar satu buah bra bewarna merah tergeletak tak berdaya di teras dekat dengan pintu rumah. Ali sudah bisa membayangkan apa yang selanjutnya akan matanya lihat.

Jadi tanpa berlama-lama Ali segera membuka pintu rumah dan benar saja di sana tepatnya di sofa ruang tamu terlihat adik laki-lakinya sedang menggauli seorang wanita yang tentu saja bukan istrinya.

"Sialan kau Aldo!"

Ali merangsek maju menarik leher Aldo lalu membanting adiknya dengan keras ke lantai. Aldo belum sempat menguasai keterkejutannya sampai tiba-tiba vas bunga terlempar kearahnya jika tidak gesit menghindar mungkin kepalanya akan terbelah dua.

Prang!

Nafas Ali terengah-engah dia mati-matian berusaha menahan diri agar tidak membunuh Adiknya.

"Pakai bajumu dan enyahlah dari sini!"Ali berteriak marah pada sosok wanita telanjang yang mengkerut di atas sofa.

Ali tidak memperdulikan makhluk berpayudara itu lagi yang menjadi pusat perhatiannya adalah Aldo, sang Adik.

Aldo sedang meringis-ringis dengan keadaan telanjang bulat. Dia meringkuk kesakitan karena pecahan dari vas bunga yang dilempar Ali mengenai pelipisnya.

"Bangun! Atau benar-benar akan membunuhmu dengan tanganku sendiri Aldo!"Teriak Ali penuh amarah.

Aldo sontak berdiri kedua tangannya beralih menutup benda tumpul yang menggantung di selangkangannya.

"Jadi ini mata kuliah yang selalu kamu bangga-banggakan pada Ibu di kampung iya?"Ali sama sekali tidak mengendurkan tatapannya pada Aldo yang mengkerut ketakutan.

Tubuh tegap Ali bukan lawan seimbang dengan tubuh cungkringnya. Aldo memiliki tubuh kurus tinggi sedangkan Ali tubuh tingginya disertai dengan otot-otot kekar yang melingkupi sehingga membuat lengan dan dada pria itu terlihat begitu menonjol.

Jika dibuat perbandingan 1 sampai 10 untuk tubuh mereka maka hasilnya Aldo 1 sedangkan Ali 10. Bayangkan sendiri seberapa jauh perbedaannya.

"Jawab sialan!"Maki Ali lagi membuyarkan lamunan Aldo tentang perbandingan tubuh di antara mereka berdua.

"Maaf Mas."ucapnya dengan kepala menunduk.

Bugh!

Ali menendang meja yang lumayan besar dan berat di dekatnya. Aldo kembali meringis meja jepara itu terbuat dari kayu padat dan Aldo akui bagaimana beratnya meja itu, dia saja tidak akan sanggup mengangkatnya butuh lebih dari 4 orang untuk mengangkatnya tapi Ali hanya dengan sebelah kakinya meja itu bergeser lumayan jauh.

Hebat sekali!

"Mandi! Dan bersihkan dirimu sekarang juga atau aku benar-benar akan khilaf dan menendang habis benda kecil menggantung yang menjijikan itu!"Teriak Ali sambil mengarahkan kakinya ke selangkangan Aldo seolah ingin menendangnya.

Tanpa menunggu lagi Aldo segera membalikkan badannya dan berlari meninggalkan Ali yang terus saja mengumpati kebejatan adiknya itu.

**

"Jadi coba jelaskan mobil siapa yang kamu hancurkan!"

Satu jam kemudian Ali dan Aldo sudah duduk manis di meja makan. Aldo memesan banyak makanan untuk mengembalikan mood Kakaknya tapi sayang sekali Ali sama sekali tidak tersentuh dengan sogokan Aldo itu.

Sial!

"Maaf Mas. Aku benar-benar tidak sengaja."

"Maaf diterima tapi tidak dengan penyelesaiannya! Sekarang juga jelaskan apa yang sebenarnya kamu lakukan Aldo?!"Gigi Ali terdengar beradu membuat nyali Aldo makin ciut.

Aldo terlihat berkeringat dingin namun dia tetap harus membuka suaranya jika tidak ingin mangkuk kuah itu melayang ke wajahnya.

"Aku tak sengaja menabrak pembatas jalan karena.."Aldo menelan ludahnya. "Karena waktu kejadian itu aku mabuk Mas."

"Brengsek!"

Aldo meringis pelan kepalanya masih menunduk dalam. Ali memejamkan matanya menahan emosinya jika tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada adiknya. Sungguh, keinginan terbesar Ali saat ini adalah mencekik Aldo sampai mati.

"Lalu mobil kamu kemana?"

Bak disidang dengan putusan hukuman mati, tubuh Aldo mulai bergetar keringat dingin mulai membasahi wajahnya.

Sialan! Kenapa dia selalu bisa menaklukkan wanita berdada besar tapi selalu kalah jika beradu dengan yang berdada rata seperti Masnya ini.

"Aku jual Mas."

"Oke. Sekarang pakai uang penjualan mobil kamu untuk ganti rugi mobil yang kamu hancurkan dan permasalahan selesai."putus Ali tenang namun justru Aldo yang ketar-ketir.

Tanpa sadar dia mengangkat kepalanya menatap Ali dengan pandangan memohon. "Mas tolong bayar ganti rugi itu Mas. Aku nggak mau masuk penjara karena--"

"Karena kamu lebih suka keluar masuk lobang!"potong Ali yang membuat Aldo langsung kicep.

Aldo kembali menundukkan kepalanya. "Aku nggak mau masuk penjara Mas."bisiknya merana.

"Kalau tidak sanggup bertanggungjawab maka jangan berbuat Aldo, bukankah seharusnya begitu?"

Aldo menganggukkan kepalanya dengan lesu. Benar begitu tapi harus bagaimana lagi dia sudah berbuat dan mau tidak mau dia harus bertanggung jawab.

"Mas beli kamu mobil supaya kamu semangat kuliah bukan gonta-ganti pacar dan mobil hasil keringat Mas kamu jadikan tempat berbuat maksiat."Ali memulai ceramahnya. "Kamu pikir Mas nggak tahu apa yang kamu lakukan di sini? Mas memang tidak bersekolah itu karena Mas mengalah sama kamu tapi jangan kamu pikir Mas ini bodoh! Mas tahu apa yang kamu lakukan disini. Kamu hambur-hamburkan uang hasil keringat Mas di sawah di lapak judi bermain perempuan. Kamu benar-benar tidak tahu diri Aldo!"

Ali menghela nafasnya lalu beranjak dari sana meninggalkan Aldo yang masih menundukkan kepalanya. Ali butuh udara segar jika terus di sini dia tidak yakin wajah Aldo masih baik-baik saja sampai besok pagi.

Ali membuka pintu rumahnya lalu keluar dari sana meninggalkan Aldo dalam kesunyian yang begitu mencekam.

*****

With You LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang