Semalaman Ali tak keluar dari kamar Ibunya bahkan ketika pagi menjelang pria itu masih betah menemani Ibu tirinya.Prilly baru saja menghubungi Kakaknya dan memberi tahu kabar bahagia tentang dirinya yang kini sedang mengandung anak pertamanya.
Prilly sempat merasa kesal bukan apa-apa tapi dia merasa Ali tidak memperdulikan dirinya. Anggap saja dia egois, tapi demi Tuhan semalaman Prilly tidak bisa tidur karena Ali tak kunjung datang untuk memeluknya.
Sampai akhirnya kepalanya tiba-tiba pusing dan berakhir di kamar mandi. Prilly memuntahkan isi perutnya hampir sepanjang malam, untung saja dia tidak kehilangan kesadaran dan berakhir terbaring di kamar mandi.
Prilly meletakkan ponselnya di atas meja riasnya. Lalu matanya menatap bayangan dirinya dengan wajah sepucat mayat. Prilly benar-benar tersiksa semalaman muntah dan yang paling menyakitkan dia harus melewati semuanya sendiri.
Tanpa sadar Prilly mengusap perutnya. "Ngambek ya Nak? Kan yang nyebelin Ayah kok Bunda yang kamu kerjain sih Sayang." Prilly menatap perutnya lalu tersenyum lembut. Meskipun dia kesakitan tapi dia tetap bersyukur dengan kehamilannya ini.
Prilly dan Ali juga sepakat menyebutkan diri masing-masing dengan sebutan Ayah Bunda, bukan apa-apa menurut Prilly mereka tinggal di desa jadi kalau memakai sebutan Mama Papa rasanya kurang cocok selebihnya Prilly juga merasa lebih menyukai panggilan Ayah Bunda saja.
Prilly terus mengusap perutnya sampai dia tidak sadar kalau suaminya sedang berdiri menatap kearahnya. Ali baru saja kembali dari kamar sang Ibu, semalaman Ibunya tidak melepaskan tangannya hingga dia harus berakhir menemani sang Ibu dan meninggalkan istrinya sendirian.
"Sayang.."
Prilly mendongak dan menatap suaminya dari pantulan cermin. Senyuman yang Ali suguhkan padanya sungguh tidak berefek apa-apa selain desakan air matanya.
Buru-buru Prilly menundukkan kembali kepalanya. Dia tidak ingin Ali melihat tetesan air matanya. Diabaikan istrinya sungguh bukan sambutan itu yang Ali harapkan.
Dengan perlahan Ali berjalan mendekati istrinya lalu memeluk erat tubuh istrinya dari belakang. Ali bisa merasakan tubuh Prilly yang menegang dalam pelukannya.
"Maafin Mas."
Mengigit bibirnya kuat-kuat Prilly berusaha mengontrol emosinya. Berkali-kali dia mengatakan pada dirinya sendiri, Ali tidak salah pria itu hanya berbakti pada Ibunya.
Prilly berusaha mengerti tapi bayangan dirinya tertatih menuju kamar mandi lalu memuntahkan isi perutnya di sana sendirian membuat nafasnya memburu. Dia kesakitan dan itu semua dia lewati sendirian tanpa Ali suaminya.
Dengan cepat Prilly melepaskan pelukan Ali pada tubuhnya lalu beranjak dari kursi namun sebelum sempat dia melangkah tubuhnya terhuyung ke depan jika tidak ditahan oleh Ali mungkin perutnya sudah menabrak meja riasnya.
"Sayang hati-hati dong!" Karena panik tanpa sadar Ali mengeraskan suaranya terdengar seperti membentak di telinga Prilly dan langsung saja Prilly terpancing.
"Kamu jangan bentak-bentak aku ya. Jangan sok perduli deh kamu!" Rasa kesal dan lemah pada tubuhnya benar-benar mampu memicu kemarahan Prilly.
Ali terkesiap mendengar intonasi suara istrinya naik beberapa oktaf. "Sayang maksud Mas nggak gitu." Ali mulai merasa bersalah. Dia tidak bermaksud membentak Prilly dia hanya kaget itu saja.
Prilly mengibaskan tangannya. "Udah deh nggak usah sok peduli sekarang aku nggak tersentuh sama sekali." Prilly beranjak meninggalkan Ali yang langsung tersadar ketika pintu kamar mandi tertutup dengan suara bantingan keras hingga menggema memenuhi kamar mereka.
Ali mengusap wajahnya rasa lelah dan mood buruk istrinya membuat kepalanya nyaris meledak.
**
Prilly keluar dari kamar mandi hampir setengah jam kemudian, dia sengaja menenangkan dirinya dengan berendam terlebih dahulu setidaknya aroma mawar sedikit membuat moodnya lebih baik.
Prilly melihat suaminya tertidur dengan posisi telungkup di atas ranjang. Menghela nafas Prilly lebih memilih berjalan menuju walk in closet Prilly terlihat memilih baju yang ingin dia gunakan yang tersusun rapi di sana.
Prilly terus mengitari rak untuk memilih baju yang ingin dia kenakan dan akhirnya pilihannya jatuh pada dress rumahan dengan motif bunga-bunga kecil.
Sejak berada di sini Prilly sudah jarang mengenakan pakaian-pakaian seksi miliknya dia lebih nyaman dengan dress rumahan yang sengaja dia bawa dari rumahnya di kota.
Prilly baru selesai mengenakan bra-nya saat merasakan dua lengan kekar yang sudah sangat dia hafal milik siapa tiba-tiba memeluk perut telanjangnya.
Prilly hanya menutupi bagian bawahnya dengan handuk sedangkan bagian atas tubuhnya hanya dadanya yang tertutupi oleh bra merah muda yang dia kenakan.
"Maaf. Mas benar-benar minta maaf karena semalam ngebiarin kamu tidur sendirian."
Jika dirinya memang tertidur Prilly jelas tidak akan se bad mood ini hari ini tapi faktanya dia tidak tidur semalaman karena muntah dan semua itu dia lewati sendirian itu yang membuat mood Prilly semakin memburuk.
Prilly memijit pelipisnya pelan, mood buruk membuat kepalanya berdenyut sakit. "Kamu sakit Dek?" Ali melepaskan pelukannya pada Prilly lalu beralih membalikkan tubuh istrinya dan dia benar-benar baru menyadari sepenuhnya kalau wajah istrinya sangat pucat.
"Kamu sakit? Kenapa wajah kamu pucat seperti ini Sayang?" Ali tiba-tiba bertanya dengan wajah paniknya.
"Semalaman."
"Hah?"
Melihat wajah bingung Ali membuat Prilly semakin jengkel saja. "Semalaman aku nggak bisa tidur dan berakhir dengan muntah sepanjang malam bahkan sampai saat ini aku belum memejamkan mataku. Menurut Mas apa itu tergolong sakit?" Prilly tidak bermaksud menyindir hanya saja perasaan kesalnya sulit sekali dibendung.
Ali benar-benar terkejut mendapati istrinya tidak tidur sepanjang malam. "Maafin Mas. Demi Allah Mas nggak tahu kamu sakit. Ibu juga sak--"
"Aku tahu. Dan aku tidak minta kamu temenin Mas. Kamu anak baik dari sudah seharusnya kamu urus Ibu kamu." Prilly tidak tahu nada bicaranya kasar keras atau apa dia tidak perduli, denyutan di kepalanya membuat dia malas untuk berfikir.
Prilly meraih celana dalam dan juga dress rumahan yang ingin dia kenakan tanpa mengatakan apa-apa dia beranjak meninggalkan Ali yang mematung di sana. Entah apa yang dipikirkan suaminya dia tidak tahu.
Prilly mengenakan celana dalam dan juga dressnya, dia ingin keluar menyantap makanan lalu tidur. Demi Tuhan matanya nyaris berkunang-kunang karena tidak tidur semalaman tapi perutnya juga meronta-ronta ingin di isi.
Sementara Ali seolah baru tersadar dan buru-buru bergerak menyusul istrinya namun sayang Prilly sudah terlebih dahulu keluar dari kamar mereka.
Ali menjambak rambutnya dengan kasar. Lagi-lagi dia salah melangkah niatnya menjaga sang Ibu kembali berbalik menyakiti istrinya.
Dan kali ini bukan hanya Prilly yang menderita tapi anak mereka juga. Ya Tuhan, dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika semalam istrinya sampai kenapa-napa di kamar mandi dan yang lebih parahnya bagaimana jika Prilly sampai jatuh ketika beranjak ke kamar mandi karena desakan ingin muntahnya.
Sial! Ali memaki dirinya sendiri.
*****
Up ke 3..
Selamat malam minggu semuaanyaa..
Up ke 4 nanti jam 9 malam yaa
![](https://img.wattpad.com/cover/205830174-288-k547489.jpg)