"Jadi bagaimana kelanjutan pembicaraan kita tadi yang sempat tertunda." Yoga membuka pembicaraan setelah mereka menyantap hidangan kecil yang di sajikan oleh Prilly.Prilly mengambil tempat di dekat Linda dia sengaja tidak menyeberang ruangan untuk duduk di samping Ali. Jadi sekarang mereka hanya lirik-lirikan saja.
"Aku terserah Mas Ali saja Om." Prilly menjawab terlebih dahulu, jawaban aman supaya tidak terlihat ngebet sekali ingin di nikahi Ali meskipun kenyataannya begitu.
Ali menatap Prilly yang tersenyum malu-malu padanya. Dia sudah membuat keputusan dan semoga saja keluarga Prilly setuju dengan usulannya.
"Sebelumnya saya benar-benar minta maaf kalau saya melamar Prilly di waktu yang kurang tepat. Ibu saya berada di kampung jika meminta beliau ke sini tentu akan memakan waktu lama tapi saya sendiri benar-benar ingin meminang Prilly. Sekali lagi saya minta maaf atas kelancangan saya Om, Tante, Kak Linda dan semuanya, jika diizinkan saya akan menikahi Prilly dalam beberapa hari ke depan." Suara Ali terdengar tegas tanpa keraguan, bahkan dia sama sekali tidak gentar ketika Yoga yang sekarang menjadi Wali untuk menikahkan dirinya dan Prilly menatap lekat ke arahnya.
Semua yang ada disana terkesima dengan keberanian Ali. Prilly sendiri sudah meneteskan air matanya, dia bahagia terharu sekali melihat kesungguhan Ali untuk memiliki dirinya.
"Om terserah pada Prilly saja. Jika kalian ingin menikah maka Om akan menikahkan kalian. Bagaimana menurut kamu Linda?" Yoga menatap Linda yang juga menatapnya. "Saya sama seperti Om. Jika mereka ingin menikah ya sudah kita nikahkan saja Om." katanya dengan seringai geli apalagi ketika melihat wajah malu-malu Adiknya.
"Tante juga mikirnya gitu. Lagian niat baik mana boleh ditunda-tunda bagusnya harus disegerakan." Tante Yuni ikut mengeluarkan pendapatnya.
"Dan Prilly bagaimana menurut kamu? Apa tidak apa-apa jika kalian langsung menikah tanpa lamaran resmi? Apa kamu rela untuk sementara waktu kamu dan Ali hanya di nikahkan saja untuk pesta lebih baik kalian menunggu setelah 44 hari orang tua kalian. Itu menurut Om tapi semua terserah sama kalian." Yoga kembali mengeluarkan pendapatnya.
Prilly menoleh menatap Ali yang kini juga menatapnya. Lalu senyuman manis terbit di bibirnya. "Nggak apa-apa Om. Aku nggak akan masalahin perihal lamaran resmi toh Mas Ali juga sudah melamarku." Prilly menatap Yoga tangannya menyentuh lehernya dimana kalung Ali pemberian melingkar indah di sana.
"Dan perihal pesta aku rasa pemikiran ku dengan Mas Ali sama. Kami tidak butuh pesta mewah cukup sah dimata hukum dan agama saja. Benarkan Mas?" Prilly mengalihkan pandangannya pada Ali yang sejak tadi memusatkan perhatiannya pada dirinya.
Ali tersenyum lembut, dan Prilly tidak bohong saat mengatakan semua wanita di ruangan ini terlihat begitu terkesima dengan senyuman Ali termasuk Wina yang sejak mengetahui Ali hanya seorang petani selalu menghina Ali tapi kini terlihat begitu terkesima dengan senyuman Ali.
"Jadi kita sepakat untuk menikahkan Ali dan Prilly?" Semua menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Yoga. "Jadi kapan mereka akan menikah?" tanya Yoga lagi.
"Kalau besok bisa Om?" Celetuk Ali tanpa berfikir.
Dan suara riuh tepuk tangan Nando dan Bagus menggema di seluruh ruangan. Mereka sejak tadi diam saja hanya menyimak pembicaraan orang tua tapi ketika mendengar celetukan Ali barusan mereka sontak berteriak heboh.
"Whoho! Mas Ali udah nggak sabar mau nyoblos rupanya!"
"Hahaha.. Mas Ali diam-diam makan dalam yee.. Kagak bisa banget liat Mbak Prilly cantik kami. Nggak sabar ya Mas yaa?" Nando ikut menggoda Ali dengan seringai jahilnya.
Ali sontak memalingkan wajahnya yang bersemu merah. Dan melihat wajah malu-malu Ali tawa Nando dan Bagus semakin menggema bahkan kali ini semua yang ada di sana ikut tertawa minus Wina tentunya.
Gadis itu mendengus secara terang-terangan sebelum beranjak meninggalkan ruang tamu yang menurutnya tempat itu cocok untuk berkumpul orang-orang norak seperti mereka.
**
Di kampung halaman Ali tepatnya di kediaman Ali terlihat Kenanga yang sedang mondar-mandir dengan ponsel tertempel di telinga.
"Ya kamu masak nggak tahu Mas kamu dimana? Ke kota dia dari kemarin." Kenanga sedang bertelfonan dengan Aldo, putranya.
"Ya mana Aldo tahu Buk. Orang Mas Ali nggak pulang ke rumah terus nggak hubungin Aldo juga."
"Ya ngapain dia hubungin kamu lah dia ke kota pakai mobilnya sendiri. Rupanya Mas kamu itu punya mobil Do, tapi mobilnya di titipin di rumahnya Mang Doni." Kenanga baru tahu itu pun tidak sengaja mendengar pembicaraan Mang Doni orang kepercayaan Ali dengan pembantunya.
Kenanga benar-benar tidak memprediksi bahwa Ali menyembunyikan sesuatu darinya. Apa lagi mobil? Pantas saja Mang Doni selalu siaga jika dia sudah ingin berpergian padahal bukan supir di sini. Dan lebih gilanya lagi tidak hanya satu mobil milik Ali yang dititipkan pada Mang Doni.
"Ya kan Mas Ali tuan tanah nggak heran lah Buk kalau punya mobil. Aku aja yang numpang hidup sama Mas Ali di kasih mobil masak buat sendiri nggak punya mobil."
Kepala Kenanga nyaris pecah ketika Aldo bukannya membela dirinya malah secara sadar membela Ali. "Ya tapikan Ibu ini Ibunya Mas Ali jadi seharusnya Mas Ali cerita semua sama Ibu dong! Ngapain pakek sembunyiin mobil gini."
"Ibu Tiri. Ingat Buk, kita nggak punya hubungan darah apapun dengan Mas Ali ya kita cuma beruntung Almarhum Ayah nikahin Ibu terus bonusnya Mas Ali sayang banget sama Ibu. Jadi udah deh Bu, mending kita gini aja janganlah terlalu ikut campur urusan Mas Ali. Di kasih makan aja udah alhamdulillah kali Buk."
"Jangan ceramahin Ibu kamu Aldo! Ibu lebih tahu apa yang harus Ibu lakuin. Sudah ngomong sama kamu buat kepala Ibu makin pusing!" Kenanga langsung memutuskan sambungan telfonnya dengan Aldo.
Anak itu tidak bisa diajak kerja sama rupanya! Menyebalkan.
Kenanga melemparkan ponselnya ke atas ranjang. Dia harus memikirkan cara lain supaya Ali menuruti kemauannya. Jika tidak maka posisinya dan Aldo bisa terancam.
Hanya menikahkan Ali dengan Fifa hidupnya dan Aldo akan terjamin. Kalaupun Fifa bertingkah setelah ini dia bisa mengancam keponakan miskinnya itu.
Kenanga harus bertindak cepat sebelum Ali menyodorkan seorang menantu untuknya. Bisa gawat kalau menantunya orang kota, bisa-bisa dia yang ditendang terlebih dahulu dari sini.
Tidak!
Kenanga tidak mau hidup susah lagi. Dia harus melakukan apapun supaya hidupnya terjamin sampai tua.
Otak ayolah berfikir! Kenanga memukul-mukul kepalanya pelan. Otaknya seperti tidak berfungsi di saat genting seperti ini.
Ah sialan!
*****
![](https://img.wattpad.com/cover/205830174-288-k547489.jpg)