Selepas magrib Ali baru memasuki jalanan kota menuju rumah Prilly. Dia sudah mengabari Prilly dan menanyakan dimana alamat gadis itu.Ali mengusap wajahnya yang masih sedikit lembab bekas air wudhu nya yang belum terlalu kering. Selepas menunaikan shalat magrib dia langsung memacu mobilnya kembali.
Ali memarkirkan mobilnya di dekat pagar yang dia yakini rumah Prilly. Terlihat deretan bunga yang memadati di depan dan sekitaran rumah besar itu.
Ali keluar dari mobil dan kebetulan sekali Linda juga baru saja turun dari sebuah mobil sedan hitam.
"Mbak."
Linda menoleh lelah dan sendu diwajahnya jelas tidak bisa ditutupi dan Ali jelas mengerti kondisi Linda saat ini.
"Ali.." Linda sudah tahu kalau Adiknya akhir-akhir ini dekat dengan petani ganteng ini. "Mau ketemu Prilly." Linda jelas tidak perlu basa-basi karena dia tahu apa tujuan Ali berada di sini.
Ali mengangguk pelan. "Iya Mbak." Ali memanggil Linda dengan sebutan 'Mbak' karena dia menghargai Linda sebagai Kakak dari wanita yang dia taksir.
Tak lama seorang pria keluar dari mobil yang sama dengan Linda. "Mas kenalin ini Ali pacarnya Prilly." tembak Linda tanpa tedeng aling.
Ali sedikit bersemu namun dengan cepat dia menguasai diri. "Ali Mas." Ali menerima uluran tangan dari pria bernama Agus.
"Nah Mas Agus ini pacar sekaligus calon suaminya Kakak." Linda memeluk erat lengan Agus. "Eh kamu mending manggilnya Kakak aja biar sama kayak Prilly."
Ali menganggukkan kepalanya. "Baik Kak." sahutnya sopan.
"Ya udah ayok masuk! Kasihan Prilly sendirian." Agus mengajak Linda dan Ali masuk. Sendirian yang dimaksud Agus adalah Prilly yang tidak ingin ditemani siapapun di dalam kamar almarhum orang tua mereka.
Ali mengikuti langkah Agus dan Linda dengan perasaan mendegup, melihat ekspresi kuyu di wajah Linda dia sudah bisa menebak kalau Prilly tak kalah hancurnya.
Ali benar-benar khawatir dengan keadaan Prilly.
Begitu menginjakkan kakinya di dalam rumah Prilly, Ali langsung di sambut tatapan penuh tanya dari orang-orang yang berkumpul di ruang tamu kediaman Prilly.
Ruang tamu rumah Prilly sudah terlihat lapang karena sofa dan perabotan lainnya sudah dipindahkan. Hanya karpet tebal yang dibentangkan menutupi seluruh lantai rumah.
"Masuk Li. Ini Om Yoga adik almarhum Papi." Ali menyalami pria diperkenalkan sebagai Om Yoga oleh Linda. "Ali Om." Ali menyalami beberapa orang lainnya yang duduk di sebelah Om Yoga.
"Saya Mina Nak. Panggil saja Tante Mina." Tante Mina adalah istri dari Om Yoga.
Hingga akhirnya Ali menyalami seorang gadis yang sepertinya seumuran dengan Prilly. "Wina Mas." Ali tersenyum sopan. "Ali Mbak."
"Kok Mbak? Panggil Wina aja dong jangan pakek Mbak!" Wina langsung protes ketika Ali memanggilnya dengan sebutan Mbak.
Ali tersenyum serba salah, dia hanya ingin bersikap sopan itu saja. "Udah deh Win jangan drama! Ali bisa enek liat kamu." sembur Linda pedas.
Wina terlihat cemberut menatap Kakak sepupunya dengan penuh perhitungan. Yoga dan Mina memilih diam, mereka seolah sudah terbiasa dengan mulut pedas Linda.
"Yuk Li! Langsung ke kamar Mami aja. Prilly ada di sana." Linda menarik lengan Ali lalu menyeret Ali mengikuti langkahnya.
Agus diam saja memilih bergabung dengan tetangga dan keluarga Linda yang lain. Keluarga Yoga sendiri terlihat memisahkan diri seperti tidak ingin bergabung dengan keluarga yang lain.
**
"Ini kamar orang tua kami." Linda menunjuk kamar almarhum orang tuanya dengan pandangan sendu.
Ali mengerti sangat mengerti bagaimana perasaan wanita ini. Tapi bukan kapasitasnya untuk menghibur Linda. "Sabar Kak. Allah lebih sayang orang tua Kakak." Ali sebenarnya sedikit aneh memanggil Linda Kakak karena jika dilihat sepertinya usianya dengan Linda tidak berbeda jauh.
Linda mengusap air matanya lalu tersenyum pada Ali. "Masuklah! Kakak udah bujuk Prilly tapi sejak tadi pagi Prilly tidak mau ditemani dan dia melewatkan jam makannya seharian ini."
Ali mengangguk pelan. Sebenarnya dia juga tidak enak menghampiri Prilly di dalam kamar seperti ini tapi balik lagi Tuhan tahu dia tidak ada maksud untuk membuat hal-hal tidak senonoh.
"Terima kasih Kak." Linda menepuk pelan bahu Ali sebelum memundurkan dirinya memilih bergabung bersama calon suaminya.
Ali menghela nafasnya lalu menatap pintu putih didepannya. "Dek! Ini Mas." Ali mengetuk pelan pintu di depannya.
Tidak ada sahutan, maka dengan memberanikan diri Ali membuka pintu kamar lalu melongokkan kepalanya ke dalam.
Ali menghela nafasnya ketika melihat sosok mungil yang dia rindukan sedang meringkuk layaknya janin di atas ranjang.
"Dek.." Ali melangkahkan kakinya memasuki kamar setelah menutup pintu dia melangkah mendekati Prilly yang meringkuk di atas ranjang.
Prilly belum menyadari keberadaan Ali, matanya masih berfokus pada bingkai foto milik orang tuanya.
"Sayang.." Prilly mendongak ketika merasakan usapan lembut di kepalanya.
"Mas Ali.." Prilly beranjak bangun hingga kepalanya berdenyut sakit karena dia bangun secara tiba-tiba.
Ali segera mendudukkan dirinya di lantai, memegang erat tangan Prilly yang berad di atas lutut wanita itu. "Mas kenapa di bawah? Di sini aja." Prilly menepuk ranjang di sisinya.
Ali beranjak lalu menduduki ranjang tepat di samping Prilly. "Kamu udah makan?" Tanyanya lembut. Prilly menggelengkan kepalanya. "Mami aku Mas.." Prilly mengadu dengan diikuti tetesan air matanya yang kembali membasahi pipinya.
Ali tidak mengatakan apapun hanya tangannya bergerak menyeka air mata gadisnya. Prilly memperlihatkan bingkai foto orang tuanya pada Ali.
"Ini Mami aku cantikkan Mas?" Ali mengangguk. "Cantik banget." jawabnya dengan senyuman teduhnya.
Prilly pura-pura merajuk, "Mas curang! Masak Mami baru pertama kali bertemu udah Mas bilang cantik. Nah aku Mas nggak pernah bilang aku cantik."
Ali terkekeh pelan, dia tahu Prilly sedang mengusir kesedihannya dengan merajuk manja padanya. Dan Ali akan mengikutinya hingga Prilly tersenyum paling tidak malam ini Ali mendapatkan satu senyuman saja dari gadisnya.
"Masak sih?" Godanya sambil mengusap kepala Prilly.
"Eum. Mas curang!" rajuknya lagi.
"Kamu cantik. Tercantik di mata Mas." Ali sengaja berbisik di dekat telinga Prilly.
Wajah pucat Prilly sedikit bersemu. "Papi.. Adek maluu.." serunya sambil menutupi wajahnya dengan bingkai foto orang tuanya.
Ali ikut tertawa namun kesunyian kembali menghampiri dan selanjutnya kesunyian di kamar itu kembali di isi dengan isak tangis Prilly.
"Sayang." Ali menjauhkan bingkai foto yang Prilly pegang untuk menutupi wajahnya.
Prilly membiarkan Ali meraih bingkai foto itu dan ketika matanya bertemu mata Ali tangis Prilly semakin menjadi-jadi.
Ali segera membawa Prilly ke dalam rengkuhannya. "Mas.. Mami.. Aku.." Prilly tersendat-sendat karena tangisnya. "Aku yatim piatu sekarang Mas.. Hiksss.." Prilly mengadu kesedihannya pada Ali.
Ali mengeratkan pelukannya ketika mendengar nafas Prilly semakin terengah-engah. "Ssstt.. Jangan menangis Sayang."
Prilly semakin mengeluarkan kesakitannya lewat air mata di dalam pelukan Ali. Prilly menangis meraung di dalam dekapan Ali.
*****